[caption id="attachment_173361" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi/ristadiwidodo.blogspot.com"][/caption]
Dua hari terakhir saya tertarik untuk menulis beberapa kisah unik yang ditemukan pada beberapa literatur sejarah --sebelumnya saya sudah memposting beberapa tulisan tentang sejarah-- karena bagi saya sejarah selalu menjadi cerita yang tiada akhir. Kisah-kisah ini sudah saya ketahui sejak lama ketika membeli literatur tersebut namun menarik jika dibagikan kepada para kompasianer. Kisah sejarah bukan berarti tidak bisa dikaitkan dengan masa sekarang karena --bagi saya-- masa lampau selalu linear dengan masa sekarang, tergantung sudut pandang kita masing-masing.
Pada dasarnya masa depan merupakan sejarah yang berulang. Peristiwanya tidak selalu sama , namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya selalu relevan di setiap zaman. Oleh karena itu di balik kisah unik tentang Perbudakan dan Koleksi Perempuan ala Alexander Hare terkandung nilai kesetaraan dan kemanusiaan yang masih levan hingga sekarang. Hal yang sama juga dapat dipetik dari tulisan saya mengenai Pengaruh Karakter Suku Dalam Organisasi Pasukan KNIL. Nilai tentang pluralisme yang saat ini sering diabaikan oleh bebereapa kelompok masyarakat harusnya tidak terjadi karena semua manusia memiliki kesetaraan jadi seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminasi.
Berdasarkan hal-hal di atas maka kali ini --masih berkaitan dengan KNIL-- saya akan membagikan pada anda beberapa fakta yang unik di balik sepak terjang pasukan KNIL. Meskipun menjadi alat Pemerintah Hindia Belanda dalam memerangi para pejuang di masa lampau, namun para anggota KNIL yang kebanyakan merupakan prajurit pribumi juga manusia yang kebetulan saat itu dimanfaatkan untuk memerangi saudaranya sendiri. Oleh karena itu, pada tulisan mengenai KNIL saya tidak menampilkan sisi keberingasannya namun beberapa fakta unik yang menjadi bagian dari sejarah bangsa ini.
Fakta unik ini berdasarkan studi Capt. R.P. Suyono terhadap berbagai literatur Belanda yang dtuangkannya dalam buku Peperangan Kerajaan di Nusantara (penelusuran kepustakaan sejarah), terbitan Grasindo tahun 2003.
1. Seragam KNIL
Sejak dibentuk pada tahun 1830, seragam KNIL selalu mengalami pergantian. Pada tahun 1894 seragam KNILÂ dinamakan syako dengan topi helm dari gabus. Topi gabus tersebut baru diganti pada tahun 1910 dengan bahan yang terbuat dari bambu. Pada tahun 1915 KNIL mendapat seragam baru yang tebal dan susah dicuci sehingga akhirnya diganti dengan bahan linen dengan celana yang lebih tipis. Pada tahun 1936 seragam KNIL adalah kain hijau yang dinamakan tenunan Garut.
Fakta lain adalah ketika berada di tangsi, hanya perwira dengan pangkat minimal Sersan --rata-rata orang Eropa-- yang boleh mengganti baju dengan pakaian biasa sedangkan para prajurit pribumi dilarang mengganti baju sehingga selalu memakai seragam. Entah berapa banyak seragam yang dimiliki oleh para prajurit pribumi ini, jika cuma satu berarti tidak pernah digantinya.
2. Kehidupan di Tangsi
Tangsi merupakan tempat tinggal para prajurit KNIL, entah yang masih bujangan maupun yang sudah menikah. Tangsi biasanya dibangun di tengah kota, mungkin untuk mempermudah akses. Prajurit yang masih bujangan tidur di barak yang tempat tidurnya berjejer sedangkan yang sudah menikah baraknya disekat dengan ukuran 3x4 meter. Ruangan ini hanya cukup untuk satu tempat tidur saja, oleh karena itu anak-anaknya ditempatkan di bawah kolong tempat tidur sehingga muncul istilah anak kolong bagi anak-anak polisi atau tentara.
3. Dardanel
Dardanel merupakan sebutan bagi seorang prajurit pribumi yang harus menjaga keselamatan seorang perwira Belanda yang menjadi atasannya. Ternyata perwira Belanda cukup pengecut karena harus dilindungi oleh seorang prajurit pribumi. Mungkin hal ini juga didasarkan pada pertimbangan bahwa pasukan akan kocar kacir jika kehilangan komandannya. Doktrin yang ditanamkan pada seorang dardanel adalah sungguh memalukan atau nista jika seorang dardanel selamat sedangkan perwira yang dilindunginya meninggal. Dengan kata lain dardanel tersebut harus rela mengorbankan nyawanya bagi perwira yang dilindunginya.
4. Kebiasaan Prajurit Jawa
Selain tidak memakai sepatu hingga tahun 1905 dan tergabung dalam kompi yang bertugas untuk menenangkan dan menetralisir situasi pasca peretempuran, prajurit Jawa juga memiliki keunikan dari kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan. Kebiasaan tersebut adalah sangat bergantungnya prajurit Jawa pada bakul kamu. Mungkin jamu mengembalikan stamina mereka setelah bertempur. Pada beberapa foto yang dihadirkan oleh Suyono terlihat prajurit Jawa sedang beristirat sambil menikmati Jamu yang dibuat oleh seorang mbok jamu.
Demikian beberapa fakta unik di balik kegarangan pasukan KNIL yang terkenal kejam selama menumpas perjuangan rakyat di berbagai daerah. Kemiskinan dan tidak adanya wawasan tentang kebangsaan pada saat itu membuat mereka menerima pekerjaan sebagai prajurit KNIL meski mengalami berbagai kesulitan. Salam
Baca juga :
1. Fukuda, Perwira Jepang yang Kasmaran
2. Lagu Halo-halo Bandung Diciptakan Oleh Pejuang Multi Etnis
4. Herman Fernandez, Bertempur Hingga Peluru Terakhir 5. SerunyaAksi Para Rambo Revolusi Dalam Film Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H