Dua kategori teori paritas daya beli adalah paritas daya beli absolut dan relatif. Menurut prinsip paritas daya beli absolut, terlepas dari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi harga antara dua negara, biaya komoditas harus sama di semua negara.
Paritas daya beli relative, di sisi lain, menegaskan bahwa harga tidak akan selalu sama antar negara karena berbagai keadaan. Keadaan tersebut dapat berupa penambahan biaya pengiriman barang, bea cukai dan lainnya. Oleh karena itu, paritas daya beli relatif lebih akurat dan relevan untuk menjelaskan kondisi perbedaan harga barang saat ini.
Dalam teori paritas daya beli, inflasi dan daya beli adalah dua hal utama yang perlu menjadi fokus bersama. Inflasi adalah suatu kondisi dalam suatu negara dimana harga barang terus mengalami kenaikan. Salah satu jenis inflasi dalam teori ini adalah imported inflation atau inflasi dari luar negeri.
Inflasi ini dapat terjadi karena mata uang negara lain mengalami apresiasi yang menyebabkan mata uang domestik mengalami depresiasi. Hal ini dapat terjadi dalam produksi barang tertentu dimana Indonesia menggunakan bahan baku dari negara lain.
Jika negara tersebut mengalami apresiasi, maka untuk membeli bahan baku, Indonesia tentunya akan menghabiskan uang lebih banyak sehingga Indonesia mengalami kerugian. Bahan baku yang mahal menyebabkan harga barang di Indonesia juga meningkat sehingga terjadi peningkatan inflasi domestik.
Dalam hal ini, Indonesia akan mengurangi impor dan memperbanyak ekspor untuk mengurangi kerugian. Daya beli konsumen juga meningkat pada produk impor karena menjadi lebih terjangkau jika dikomparasikan dengan produk lokal yang meningkat akibat inflasi.
Sebaliknya, jika mata uang suatu negara lain menghadapi situasi depresiasi dan Rupiah merasakan penguatan Rupiah atau apresiasi, maka Indonesia akan meningkatkan ekspor ke luar negeri. Bahan baku luar negeri lebih murah daripada dalam negeri sehingga Rupiah akan menguat. Daya beli konsumen juga meningkat pada produk lokal dibandingkan dengan produk impor karena lebih murah dan menguntungkan mereka.
Namun yang menjadi masalah pada perekonomian Indonesia adalah Indonesia lebih sering mengalami depresiasi daripada apresiasi. Hal ini menyebabkan Indonesia terus mengalami peningkatan inflasi yang cukup signifikan.
Memang depresiasi tidak selalu memberikan perubahan yang negatif bagi Indonesia, jika Indonesia mampu mengelolanya dengan baik. Namun apabila terjadi secara terus menerus, depresiasi akan membawa Indonesia kepada resesi hingga krisis moneter.
Oleh karena itu, solusi utama bagi Indonesia untuk mencapai kestabilan nilai tukar Rupiah adalah dengan memiliki kebijakan moneter yang kuat. Jika pemerintah tidak memiliki kebijakan yang sesuai dan kuat, maka Indonesia akan terus mengalami depresiasi terhadap Rupiah dan menuju kepada kemunduran ekonomi yang lebih drastis.