Mohon tunggu...
Yohana Aritonang
Yohana Aritonang Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Jember

Saya adalah seorang mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Universitas Jember yang memiliki hobi menulis dan membuat karya tulis, mendengarkan musik, membuat jurnal dan membaca karya fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mahasiswa Sastra Indonesia FIB UNEJ Program MSIB Temukan Kekayaan Budaya Pulau Nias Melalui Pengumpulan Data dan Eksplorasi

17 Januari 2024   14:10 Diperbarui: 31 Januari 2024   17:41 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Penulis

(17/01/2024)      Indonesia memiliki ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, baik dari pulau-pulau besar sampai pulau-pulau kecil. Salah satu pulau tersebut adalah Pulau Nias yang berada di sebelah Barat Pulau Sumatera dan termasuk dalam wilayah provinsi Sumatera Utara. Sejak tahun 2016 ibu kota Pulau Nias ada di Gido, yang sebelumnya ada di Gunungsitoli, yang sudah dimekarkan menjadi kota. Pulau Nias memiliki 4 Kabupaten yang terdiri dari Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kabupaten Nias Selatan. Pulau Nias memiliki 10 Kecamatan dan 170 desa dengan jumlah penduduknya sekitar 152.774 jiwa. 

Pulau Nias dikenal dengan kebudayaannya yang kental, sebut saja salah satu yang paling terkenal adalah tradisi Lompat Batu atau Hombo Batu yang berada di kawasan Desa Adat Bawomataluo, Kabupaten Nias Selatan. Namun kebudayaan Pulau Nias tidak hanya itu, banyak sekali kebudayaan di Pulau tersebut, baik Cagar Budaya maupun budaya tak benda di setiap kabupatennya. Warisan budaya merupakan hasil kegiatan nenek moyang atau peradaban pada masa lalu dan menjadi warisan budaya saat ini. 

Jejak-jejak masa lampau tersebut mempunyai nilai filosofis yang kuat bagi peradaban pada masa itu, dan semakin tua peninggalan tersebut maka semakin tinggi pula nilai sejarahnya. Benda cagar budaya adalah benda-benda alam dan/atau buatan yang mempunyai kaitan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang ada dalam bentuk satuan atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya. 

Salah satu Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) adalah Hele Batu Sitelu yang berada di Desa Bawomaenamolo, Kecamatan Maniamolo, Kabupaten Nias Selatan. Hele Batu Sitelu merupakan batu yang memiliki 3 aliran air. Dahulu dan sampai sekarang batu tersebut digunakan sebagai pancuran mata air dari gunung dan digunakan masyarakat sebagai tempat pemandian umum.

Objek Diduga Cagar Budaya yang lainnya adalah Batu Megalitik Sisobahili yang terletak di Desa Botombawo, Kecamatan Sitolu Ori, Kabupaten Nias Utara. Batu Megalitik tersebut berusia kurang lebih 250 tahun dan batu Megalitik tersebut digunakan dan didirikan untuk pemakaman orang-orang penting di desa tersebut, seperti kepala adat, dan biasanya harus mengorbankan 20 ekor babi untuk pendirian batu megalitik tersebut.

Sumber Gambar: Penulis               
            googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});
Sumber Gambar: Penulis googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});

Pemerintah mencatat data secara rinci terhadap situs-situs yang dianggap sebagai cagar budaya melalui inventarisasi, pengukuran, pencatatan dan wawancara dengan pihak-pihak yang mengetahui sejarahnya, sehingga seluruh warisan budaya yang ada di Pulau Nias dapat dipelajari dan dinilai dengan maksud untuk mengutamakan pelestarian, perlindungan dan pemanfaatannya. Menjaga warisan budaya berarti menjaga megalit, tinggalan prasejarah, dan rumah adat. Rantai sejarah ini berasal dari masa lampau. 

Oleh karena itu,  pemerintah mengajak mahasiswa di seluruh Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan kebudayaan yang ada di negeri ini melalui kegiatan MBK (Magang Bersertifikat Kebudayaan) dari program MSIB (Magang dan Studi Independen Bersertifikat). Saya selaku salah satu mahasiswa MBK tersebut bertugas untuk membantu merancang  solusi atas masalah yang dihadapi Tim Pendataan Kebudayaan di daerah dalam mendata Objek Pemajuan Kebudayaan. Mahasiswa akan bekerja bersama dan mendapat bimbingan dari mentor untuk belajar bagaimana cara melakukaan pendataan Objek Pemajuan Kebudayaan di daerah sesuai wilayah kerja Balai Pelestarian Kebudayaan. Dalam hal ini saya ditugaskan di Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumatera Utara yang ada di kota Medan.  

Di Pulau Nias, sejak berdirinya Kantor BPCB Aceh pada tahun 1991 ( sekarang dipisah menjadi Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumatera Utara pada tahun 2022) banyak situs bersejarah seperti situs megalitikum, dan rumah adat yang telah diinventarisasi. Data detail terpantau hingga akhir tahun 2019 oleh Kantor BPCB Aceh atau sekarang berpindah pada Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumatera Utara.  

Di Pulau Nias sudah dilakukan beberapa kali Inventarisasi tentang situs-situs megalitik, rumah adat, rumah tradisional yang merupakan tinggalan sejarah sejak berdirinya Kantor BPCB Aceh tahun 1991, dan sampai saat ini setelah monitoring akhir tahun 2023 data terperinci tentang jumlah, jenis, ukuran, gambar/foto dan denah/peta lokasi megalitik, rumah tradisinal belum terhimpun secara lengkap baik di Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumatera Utara maupun di Pemda Kabupaten. 

Pemerintah belum menyelesaikan pendataan lokasi bongkahan, jenis, ukuran, gambar/foto dan denah/peta rumah adat. Karena keterbatasan anggaran pemerintah, perlindungan dan pelestarian ini masih terbatas sehingga dilakukan sesuai skala prioritas lokasi yang ada. Selain itu, masih kurangnya sumber daya manusia pengelola terutama tenaga teknis pemeliharaan dan masyarakat yang belum memahami pentingnya cagar budaya, sehingga sebagian masyarakat rela menjual/menukarnya dengan rupiah hanya untuk keperluan sehari-hari. 

Peninggalan Cagar Budaya selayaknya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat pada umumnya dan harus ditanamkan kesadaran perlindungan arti pentingnya nilai cagar budaya pada generasi muda demi mewujudkan serta menjunjung tinggi amanat dan cita-cita bangsa karena jika kesadaran sudah terpupuk dalam diri maka segala gelora energi akan berjalan tanpa hambatan dalam melestarikan Cagar Budaya.


Penulis: Yohana Putri Patricia Aritonang

DPL       : Dr. Agustina Dewi Setyari, S. S., M. Hum

Mitra    : Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumatera Utara, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun