Mohon tunggu...
Yogo Dani
Yogo Dani Mohon Tunggu... lainnya -

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan Ekonomi Pembangunan yang mempunyai minat dalam bidang ppendidikan, ekonomi juga kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Petani Padang Halaban Ditembak, FMN Aksi Bakar Lilin

10 Juni 2012   02:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:10 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penerbitan HGU oleh pemerintah kepada perusahaan diberbagai wilayah di Indonesia telah mengakibatkan rakyat tersingkir dari tanah yang telah menghidupinya selama ini. Bahkan tidak sedikit perampasan tanah rakyat disertai todongan senjata juga tindak kekerasan aparat negara. Pada 4 Juni 2012 seorang petani di Labuhan Batu Sumatera Utara , Gusmanto mendapat hadiah tembakan polisi, 60 petani ditangkap paksa disertai dengan tindak kekerasan. Tidak berhenti disitu, pada 6 juni 2012 ratusan polisi, pam swakarsa dan keamanan PT Smart (anak perusahaan Sinar Mas) melakukan pengerusakan lahan pertanian, perumahan dan tanaman holtikultura milik petani.

Dalam rangka bersolidaritas atas penembakan petani di Padang Halaban, Front Mahasiswa Nasional (FMN) mengelar aksi membakar lilin di bundaran kota Jalan Gatot Subroto Medan, Senin (4/6). Massa mengutuk dan mengecam atas penembakan petani Padang Halaban di Kabupaten Labura Provinsi Sumut.

Halim Sembiring, dari FMN Medan menyampaikan tanah yang sedang bersengketa, sudah di garap oleh petani sejak masa pendudukan Jepang. Memasuki masa kemerdekaan memberikan 3.000 hektar tanah kepada buruh tani yang kemudian di bangun desa.

Pada tahun 1954, kampung-kampung tersebut diberi bukti kepemilikan tanah berupa Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) yang dikeluarkan Kantor Renegoisasi Pemakaian Tanah (KRPT) berdasar UU No 8 tahun 1954. Kampung-kampung yang didirikan oleh mantan kuli perkebunan mempunyai prestasi baik. Pada tahun 1962 kampung Sidomulyo mendapat penghargaan sebagai desa terbaik di Sumatera Utara oleh Gupsu Ulung Sitepu.

Pada tahun 1965 sebanyak 119 tokoh desa itu dihilangkan TNI dengan tuduhan sebagai anggota Barisan Tani Indonesia. Setelah itu tanah-tanah diambil TNI dan diserahkan ke perkebunan diantaranya NV Sumcana (Brussel) yang dalam perjalanannya di jual ke PT Plantagen AG dan ke PT Serikat Putra. Perkebunan tersebut kemudian di beli oleh PT Smart pada tahun 1970.

Mulai tahun 1962 masyarakat diintimidasi, pemerintah desa yang dibantu TNI dan Polri mengutip KTPPT milik masyarakat di enam kampung dengan dalih ingin diperbarui. Bila tidak menyerahkan masyarakat dituduh sebagi BTI. Tawar menawar ganti rugi pun berlangsung. Tanah tersebut akan dijadikan perkebunan sawit dan karet oleh PT Plantagen AG, namun masyarakat tetap tidak sepakat. Karena mendapat paksaan dengan todongan senapan oleh TNI akhirnya ganti rugi berlangsung.

Pada tahun 1968 hingga 1972 masyarakat di enam desa digusur dan direlokasi ditanah yang lebih sempit.  Di desa Panigoran misalnya, dari 500 hektar ,memjadi 20 hektar. Dari 3000 hektar perkampungan dan tanah warga diperkecil menjadi 100 hektar. PT Plantagen AG pernah menjanjikan akan memberikan 3000 hektar tanah namun ternyata tanah yang dimaksud sudah dikuasai oleh PT Jaya Selamat Abadi yang HGU-nya diterbitkan oleh Kepala Agraria Kabupaten Labuhan Batu Utara. PT Plantagen AG kemudian menjual tanah tersebut ke PT Smart Anak perusahaan Sinar Mas Group. Pada tahun 1972 hingga 1998 praktis tidak ada protes warga karena kefasisan rezim Soeharto.

Sejak tumbangnya rezim otoriter Soeharto pada 1998 petani mengorganisasikan diri dan mendirikan Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya (KTPHS). Karena banyaknya aksi unjuk rasa yang dilakukan petani, Gubernur Sumatera Utara menawarkan relokasi dan ganti rugi sebesar Rp 20 juta namun masyarakat tetap menolak.

Karena tidak adanya penyelesaian pada 2001 hingga 2009 petani melakukan reklaiming di bekas tanah mereka yang dikuasai PT Smart. Hingga tahun 2012 tanah yang berhasil direklaiming petani mencapai 83 hektar yang kemudian didirikan sebanyak 200 rumah.

Pada Mei 2009 petani mengajukan gugatan ke PN, 3000hektar tanah didaftarkan namun tidak dikabulkan. Upaya banding ke Pengadilan Tinggi di Medan kemudian ditempuh.

Penembakan dan pengangkapan petani Padang Halaban pada 4 Juni lalu dipicu terbakarnya pos polisi yang dibangun PT Smart di areal yang direklaiming warga pada 3 Juni. Paska kejadian itu, sebanyak 5 truk polisi mendatangi lokasi kejadian dan menyisir di sekitar rumah penduduk  hingga larut malam.

Hari berikutnya, ratusan polisi dari Polres Labuhan Batu mendatangi lokasi petani melakukan pendudukan sehingga ada perlawanan dari petani. Tiga orang warga yang sedang berada diwarung kopi ditangkap polisi. Melihat kejadian itu, warga berkumpul dan melakukan protes. Saat sudah mendekat dengan jarak sekitar 10 meter, polisi yang tidak berseragam meminta agar warga tidak mendekat. Karena tidak dihiraukan warga, polisi mengacungkan pistol dan melepaskan tembakan bahkan polisi berseru “ Maju kalian, saya Tembak”. Setelah melepaskan tembakan polisipun pergi menggunakan mobil avanza warna hitam dengan meninggalkan teman-temannya.

Dalam waktu bersamaan, seorang petani bernama Gusmanto tergeletak berlumuran darah di kaki. Dari pemeriksaan puskesmas Aek Kota Batu, ditemukan luka sobek dibetis kiri yang diduga akibat luka tembak. Namun, Humas Polres Labuhan Batu AKP MT Aritonang menyangkal adanya penembakan kepada petani.

Tiga orang petani mendapat perlakuan kekerasan yaitu  Adi(45tahun) , Sumbing(30 tahun) dan Suma (50 tahun). 60 petani lainya ditangkap dan dibawa ke Polres Labuhan Batu menggunakan 3 truk dalmas.

Pada sore harinya pukul 15.40 puluhan orang pekerja perusahaan mendirikan posko berdekatan dengan posko petani Padang Halaban. Pendirian posko tersebutpun mendapatkan perlawanan dari sekitar 50 petani perempuan.

Pada 5 Juni sebanyak 50 orang petani dilepaskan, sementar 10 lainya tetap ditahan. Pada 6 Juni ratusan Polisi Dalmas dan Brimob, satpam PT Smart dan PAM Swakarsa melakukan pengrusakan rumah, lahan pertanian dan tanaman holtikultura yang dimiliki petani. Syafii, Gusmanto dan Rasim ditetapkan Sebagai DPO.

PT Smart, merupakan anak perusahaan Sinar Mas salah satu perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia yang mengklaim memiliki lahan seluas 7.464,92 hektar di Padang Halaban. Petani di 10 desa saat ini sedang berjuang merekaliming 3.000 hektar lahanya(sesuai surat KTPPT pada masa pemerintah Soekarno,yang diterbitkan Kantor Renegosiasi Pemakaian Tanah wilayah Sumatera Timur sebagai dasar hukum sebagaimana diatur dalam UUPA no 5 tahun 1960) yang dikuasai PT Smart. Hingga saat ini petani sudah berhasil mengambil alaih tanah seluas 52 hektar secara faktual.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun