Mohon tunggu...
Yogi Rahmadinata
Yogi Rahmadinata Mohon Tunggu... -

Mahasiswa aktif Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pentingnya Mobilisasi Politik Untuk Mendukung Kebijakan Presiden

22 Mei 2014   22:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:13 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

YOGYAKARTA- Siapapun presiden dan wakil presiden yang akan jadi nanti, pasti akan kewalahan dalam konstitusi yang kita terapkan saat ini, yang dimana konstitusi kita saat ini terlalu menerapkan titik berat kuasaan pada lembaga legislatif (legislative heavy)/ lembaga legislatif mempunyai kekukuasaan yg dominan, apa apa DPR, apa apa DPR, maka susah bagi presiden untuk menerapkan kebijkan, jika ia tidak mempunyai mobilisasi politik lebih.

Dulu di zaman orde baru kita mengetahui betapa agungnya kekuasaan presiden soeharto, jika dia membuat kebijkan A dilakukanlah kebijkan A tersebut, karena kepandaian soeharto dalam memanfaatkan konstitusi UUD 1945 yang juga di anggap para bapak pendiri bangsa (the founding fathers) adalah konstitusi yang belum sempurna karna hanya dibuat dengan waktu 3 bulan/waktu yang singkat. di dalam konstitusi UUD 1945 yang ditafsirkan oleh presiden orde baru tersebut yakni terlalu menitikberatkan kekuasaan pada badan eksekutif (executive heavy). alhasil terjadilah keleluasaan yg lebih oleh seorang presiden, dan berpotensi implikasinya terhadap ketamakan seorang presiden.

adapun di zaman reformasi 1999-sekarang setelah amandemen 1,2,3,4. dalam konstitusi kita saat ini terlalu mendominankan wewenang kepada lembaga legislatif (DPR), apapun kebijakan yang dibuat harus disetujui oleh DPR, sama halnya seperti contoh Awal Februari lalu, DPR menolak tiga hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial (KY), padahal dalam perekrutan tersebut terdiri dari seleksi - seleksi yang ketat oleh Komisi Yudisial, namun akibat kurangnya persetujuan dari DPR/ banyaknya anggota DPR yang tidak setuju pada 3 nama calon hakim agung yang diajukan KY tersebut, maka pengajuan tersebut ditolak mentah-mentah. Maka bisa diartikan konstitusi kita saat ini menghasilkan sistem politik yang memberi kekuasaan dominan kepada badan legislatif (Legislative Heavy).


Ada benarnya istilah yang dikatakan oleh dosen FH UII, masnur marzuki yakni, konstitusi kita saat ini adalah representasi dari `PERGI BERUK, PULANG MONYET`, dulu kita mengganggap badan eksekutife terlalu berkuasa, setelah dibuat amandemen konstitusi sekarang kita menghasilkan konstitusi yg dimana kekuasaan di titik beratkan kepada badan legislatif. Hal seperti ini terjadi karena mayoritas pemerintah atau rakyat indonesia selalu berfikir reaktif (bergerak ketika ada sudah ada konflik), bukan berfikir prefentif (bergerak sebelum konflik kedepan terjadi).


sebaiknya yang terpilih jadi presiden dan wakil presiden 2014-2019 nanti adalah dia yang banyak mendapatkan mobilisasi politik/ dukungan kursi DPR yang banyak, agar mudahnya prosedural kebijakan yang dibuat presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun