Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok pernah berujar baginya tidak perlu blusukan, sebab warga datang sendiri menemuinya di Balai Kota untuk menyampaikan persoalannya setiap hari. Tapi, barangkali karena musim kampanye, Ahok selalu blusukan, menemui orang sakit, mengecek sungai, pekerjaan infrastruktur. Salah satu gambar yang cukup viral di media sosial adalah aksinya melewati lubang tembok hanya untuk melihat kali dan tumpukan sampah. Sepertinya, Ahok ingin meniru gaya Presiden Jokowi ketika masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, yakni masuk ke gorong-gorong dan akhirnya menjadi pemberitaan yang heboh di media regular maupun media sosial.
Namun, terkesan aneh melihat Ahok melakukan hal-hal seperti itu. Pasalnya, kebiasaannya tidak ada yang memperlihatkan dirinya layak melakukan blusukan atau mendekati masyarakat. Toh, ketika didatangi di balai kota, dia sering marah-marahin orang.
Blusukan pada dasarnya mengunjungi lokasi di mana masyarakat tinggal, menanyakan persoalan mereka, menunjukkan empati dan kehadiran pemerintah. Sebab, pemimpin yang hanya duduk nyaman di kursi jabatannya, tidak akan bisa mengetahui persoalan-persoalan mendasar yang dialami masyakarat. Terlebih, dalam budaya asal bapak senang, maka para bawahan yang melaporkan kondisi masyarakat di lapangan, akan cenderung menyampaikan berita-berita baik daripada fakta yang sebenarnya terjadi.
Aksi Ahok-Djarot yang mulai rajin blusukan selama memasuki masa kampanye, pada dasarnya menunjukkan anomali kepemimpinan. Kenapa? Sikap tersebut sebenarnya lahir bukan dari rasa kepedulian dan keberpihakan mereka kepada rakyat kecil, melainkan hanya upaya untuk menarik simpati dan dukungan di masa pemilihan umum daerah ini.
Jika Ahok-Djarot memang ingin menunjukkan kepedulian mereka, maka sikap itu seharusnya ditunjukkan ketika mereka tengah menjabat, bukan ketika kampanye. Karena itu, wajar jika pada masa kampanye inilah program-program peningkatan kesejahtraan dan kepedulian sosial dijanjikan dan digontorkan oleh calon petahana tersebut. Misalnya, dengan membentuk banyak ‘pasukan’, membedah rumah warga, menyusus mekanisme hunian di Jakarta, dan lain sebagainya. Pertanyaan kita adalah di mana kehadiran Ahok-Djarot sebagai pemerintah ketika mereka tengah menjabat?
Karena itu, wajar jika Ahok-Djarot seringkali mendapat penolakan masyarakat ketika melakukan blusukan. Masyarakat sudah waras, dan tidak mau dihampiri hanya ketika musim kampanye sementara lima tahun sebelumnya mereka dibentak-bentak, dianggap kurang ajar, dan digusur oleh rezim Ahok-Djarot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H