Mohon tunggu...
Yogi Pratama
Yogi Pratama Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

Hobi bermain Sepakbola dan Futsal. Penikmat Stand Up Comedy.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Keberanian Itu bernama "Potong Generasi"

21 Juli 2023   11:50 Diperbarui: 21 Juli 2023   11:53 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pngtree.com/

"32 Tahun" menjadi hal bersejarah bagi Indonesia, setidaknya ada 2 peristiwa penting terkait hal ini. Pertama, runtuhnya kekuasaan Orde Baru tahun 1998 setelah 32 tahun berkuasa. Kedua, raihan medali emas cabang olahraga sepakbola pada ajang Sea Games setelah terakhir kali tahun 1991 atau 32 tahun yang lalu. Kemudian muncul banyak pertanyaan terkait keberhasilan meraih medali emas ini, apakah sepakbola kita memang sudah di jalur yang tepat? Atau ini hanya keberhasilan yang diraih dengan cara instan?

"Pasang Surut Sepakbola Indonesia"

Membangun sepakbola bukan pekerjaan yang mudah dan tentu tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang singkat, butuh keseriusan, ketekunan, kompromi atau bahkan revolusi dalam membangun sepakbola. Kita bisa ambil contoh dari 2 negara top eropa, Jerman mulai melakukan revolusi sepakbolanya pada tahun 2000 dan mereka merasakan hasilnya pada 2014 dimana mereka menjadi juara piala dunia 2014, butuh 14 tahun untuk mereka meraih hasil dari revolusi yang mereka lakukan. Kemudian Belgia memulai revolusi sepakbolanya pada tahun 2006 dan mereka memperoleh hasilnya lebih cepat dari Jerman tapi belum tanpa trofi. Belgia menghasilkan generasi emasnya yang mampu bermain di tim-tim top dunia yang akhirnya membawa Belgia menjadi Negara peringkat 1 rangking FIFA untuk pertama kalinya pada tahun 2015. Butuh 10 tahun bagi Belgia untuk menjadi tim yang ditakuti di Eropa bahkan dunia. Jadi memang butuh waktu yang tidak singkat bagi Indonesia untuk menjadi Negara yang ditakuti tidak hanya di Asia Tenggara tetapi juga di Asia.

Sebenarnya sepakbola di Indonesia akan mulai berevolusi pada tahun 2017, dimana PSSI sebagai Federasi yang bertanggungjawab atas sepakbola Indonesia menjalin kerjasama dengan salah satu Pelatih Top dunia yaitu Luis Milla mantan Pelatih Timnas U-21 Spanyol yang meraih gelar juara Eropa U-21 tahun 2011. Tak lama berselang PSSI mengeluarkan kurikulum sepakbola yang akan digunakan seluruh SSB di Indonesia bernama FILANESIA. Namun dengan diputus kontraknya Luis Milla setelah Asian Games 2018 sampai saat ini kita tidak tahu nasib FILANESIA itu seperti apa, padahal itu suatu cara yang juga dimulai oleh Jerman pada tahun 2000 dan Belgia pada tahun 2006 dengan menyamakan kurikulum sepakbola sampai ke level grassroot (SSB). Lalu sejak 2018 itu sepakbola Indonesia terutama Tim Nasional Indonesia tidak lagi memiliki arah yang jelas, tidak tahu mau dibawa kemana sepakbola Indonesia. 

Angin segar untuk sepakbola Indonesia datang pada awal tahun 2020, dimana PSSI kembali menunjukkan keseriusannya untuk membawa sepakbola Indonesia berprestasi. Shin Tae-Yong yang pada Piala Dunia 2018 Rusia melatih Tim Nasional Korea Selatan dikontrak untuk melatih Tim Nasional Indonesia. Harapan publik pecinta sepakbola Indonesia kembali muncul, harapan sepakbola Indonesia akan berprestasi kembali membumbung tinggi. Tetapi situasinya tetap tidak mudah, menjadikan sepakbola Indonesia lebih baik tentu bukan kerja satu malam. Shin Tae-Yong mendapat banyak kritikan mulai dari pengamat sepakbola sampai netizen yang tak mengerti sepakbola. "Latihan yang terlalu fisikal", "Kok pemain muda semua". Namun Shin Tae-Yong tak bergeming, ia tetap melakukan sesuai keinginannya dan PSSI tetap mendukung meskipun ada suara-suara sumbang dari beberapa orang di PSSI. Latihan yang terlalu fisikal memang sangat penting bagi Tim Nasional Indonesia karena Timnas selalu bermasalah dengan fisik, mulai dari daya tahan hingga kekuatan tubuh dalam duel satu lawan satu. Hal yang menarik tentu banyaknya pemain muda yang diorbitkan oleh Shin Tae-Yong, pemain-pemain yang selalu menjadi langganan Tim Nasional Indonesia tak lagi mendapat tempat di Timnas yang dibangun Shin Tae-Yong. 

"Potong Generasi"

Memang hal yang dilakukan Shin Tae-Yong tidak menunjukkan hasil secara instan tapi semakin kesini kita sudah mulai melihat hasilnya. Lolosnya Tim Nasional Senior Indonesia ke Piala Asia Tahun 2023 melalui jalur kualifikasi setelah terakhir kali lolos tahun 2007 melalui jalur tuan rumah menjadi penting bagi Shin Tae-Yong dalam membangun Tim Nasional Indonesia. Cara Shin Tae-Yong membangun Tim Nasional mulai menunjukkan hasilnya termasuk medali emas Sepakbola Sea Games 2023 tak lepas dari apa yang telah dilakukan oleh Shin Tae-Yong. Banyaknya pemain muda yang muncul di era Shin Tae-Yong, membuat pengamat sepakbola menyebutnya dengan Potong Generasi dan saya setuju dengan itu. Potong Generasi yang dilakukan Shin Tae-Yong tentu bukan cara merevolusi sepakbola seperti yang dilakukan oleh Jerman dan Belgia tapi cara ini harus dilakukan karena merevolusi sepakbola di Indonesia sangat sulit mengingat banyaknya kepentingan yang bersinggungan langsung dengan sepakbola Indonesia. Namun Potong Generasi ini menjadi hal tepat yang dilakukan oleh Shin Tae-Yong karena ia butuh pemain-pemain muda yang bisa didoktrin dan dipaksa untuk menjalankan kemauannya secara taktikal. 

Saat ini kita bisa melihat banyaknya pemain muda menjadi tulang punggung atau kerangka di Tim Nasional Senior Indonesia. Jika potong generasi ini tidak dilakukan Shin Tae-Yong maka kita tidak akan melihat tarian Marselino Ferdinan atau tembok kokoh bernama Rizky Ridho. Meskipun tetap banyak kritikan yang ditujukan ke Shin Tae-Yong tapi kita sudah mulai melihat hasil dari apa yang dilakukannya, prestasi besar mungkin belum terlihat tapi kita sudah bisa melihat bagaimana Tim Nasional punya gaya bermain yang jelas dan punya fisik dan mental yang lebih baik. Kembali lagi merevolusi sepakbola bukan perkerjaan mudah apalagi di Indonesia. Tetapi sejauh ini langkah yang dilakukan Shin Tae-Yong sudah tepat dan harus terus didukung oleh PSSI sebagai penanggungjawab sepakbola Indonesia. Kritikan itu pasti ada dan itu harus terus ada agar sepakbola Indonesia selalu menuju ke arah yang lebih baik dan berprestasi. Sekarang kita tinggal menunggu apa hasil yang diraih Tim Nasional Indonesia pada Piala Asia 2023 yang akan dilaksanakan pada awal tahun 2024. Jika Tim Nasional bermain dengan permainan yang menjanjikan maka tak ada alasan untuk mengganti Shin Tae-Yong karena butuh keberanian untuk melakukan yang namanya Potong Generasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun