Setiap jenis bisnis yang dilakukan oleh perusahaan atau wajib pajak pasti dalam perjalanannya akan menemukan atau menghadapi kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh para wajib pajak. Keharusan ini diwajibkan oleh Undang Undang yang dibuat oleh pemerintah dan disetujui oleh DPR.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. “pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Definisi Pajak berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Kewajiban yang didasarkan oleh oleh Undang undang yang menimbulkan utang piutang pajak baik pada pembukuan perusahaan ataupun pembukuan pada negara sendiri.
Utang piutang bisa pajak bisa timbul baik karena system withholding atau potong pungut (PPH Pottong pungut, pemungutan PPN) ataupun karena system pajak langsung (PPh badan). Jika pada system withholding utang pajak ditimbul Ketika wajib pajak melakukan kewajiban pemotongan atas peghasilan yang dibayarkan kepada vendor.
Ketika wajib pajak memotong penghasilan tsb maka uang pemotongan akan menjadi hutang pajak yang wajib dibayarkan kepada kas negara. Setelah atas pemotongan tsb dibayarkan kepada kas negara dan dilaporkan kepada DJP, wajib pajak wajib membuat buktipotong dan diberikan kepada vendor sebagai bukti bahwa atas penghasilan yang dibayarkan sudah dipotong pajak.
Jika pada system pajak langsung, utang piutang pajak timbul pada saat wajib pajak menghitung berapa kewajiban pajak yang harus dibayarkan. Perhitungan pajak yang harus dibayarkan dikurangi dengan kredit pajak (PPh 23, PPh 25 atau PPh 22) yang sudah dibayarkan sebelumnya.
Jika jumlah pajak yang harus dibayar lebih besar (PPh pasal 17) dibandingkan dengan kredit pajak yang sudah dibayarkan, maka akan timbul utang pajak atau PPh pasal 29. Namun jika jumlah kredit pajak lebih besar dibandingkan dengan pajak yang harus dibayar sendiri, maka akan timbul piutang pajak atau PPh pasal 28A.
Perusahaan yang memiliki piutang pajak, maka piutang atau kelebihan pembayaran pajak tsb bisa diminta Kembali atau dalam Bahasa undang udang melakukan restitusi melalui mekanisme pemeriksaan pajak yang sudah di atur melalui UU No. 28 tahun 2007.
Dimana, jika jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, Ditjen Pajak setelah memeriksa akan menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB).
Dalam proses restitusi pajak, jika ada permohonan dari wajib pajak, DJP setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri keuangan (PMK) No. 66/PMK.-03/2005 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak.