Hari ini kita telah memasuki era digital, di sisi lain maraknya fenomena radikalisme sangat mengancam stabilitas sosial, menciptakan perpecahan sekarang sudah marak terjadi di media sosial. Bahkan, akar munculnya radikalisme saat ini sulit untuk ditelusuri sejauh mana paham ini melintas dalam ruang waktu, alasan itu cukup clise! Media sosial memiliki fitur bubble.
Kelompok minoritas yang berupaya memanfaatkan kemudahan sekarang, sering mempengaruhi opini publik di media sosial dengan memecah belah ideologi, melegalkan kekerasan, dan menentang nilai utuh kemanusiaan.
Pada akhirnya, masyarakat menjadi terpolarisasi, memunculkan kelompok mayoritas dan minoritas. Ini membuat radikalisme menjadi ancaman sekarang, tidak hanya melibatkan individu tetapi memengaruhi hubungan masyarakat dan keberagaman budaya.
Tantangan global terkait radikalisasi dan intoleransi, banyak gerakan dan organisasi yang muncul untuk mengkampanyekan toleransi dan kerukunan antar umat. Gerakan ini mencipatakan suasana hamornisasi, hingga membangun masyarakat yang lebih toleran.
Salah satu gerakan yang saat di Indonesia yang cukup masif dalam memerangi intoleransi ialah PELITA (Persatuan Lintas Agama), yang berfokus pada menggalang persatuan dan toleransi antarumat beragama.
Hingga pada sampainya, Gus Dur dengan sosok yang piawai tentang humanisme, menilai manusia ialah mahluk yang memiliki potensi bencana.
Malahan, manusia yang sering membawa-bawa bencana sosial, di sini dimungkinkan perkataan Gus Dur yakni, manusia dengan segala potensinya memiliki kemampuan untuk memecah belah masyarakat (intoleransi).
Dan boleh jadi, orang-orang yang bergulat dengan permasalahan kemanusiaan seperti kelaparan, kemiskinan, atau kebodohan, yang berangkat dari ekspresi semangat keagamaan dan keikhlasan, justru merekalah yang sebenar-benarnya 'bencana sosial; Gus Dur' .
Di sinilah pentingnya peran toleransi. Toleransi tidak berhenti sampai menerima perbedaan, tetapi mengakui hak orang lain untuk memiliki gagasan, pendapat, hingga ideologi. Toleransi menjadi landasan yang memungkinkan adanya dialog yang konstruktif antara kelompok yang berbeda, serta itu mengurangi perpecahan yang sering menjadi pemicu radikalisasi.
Toleransi menciptakan ruang bagi orang dengan pandangan yang berbeda untuk saling berbicara dan mendengarkan. Dalam konteks ini, pendidikan karakter memainkan peran yang sangat penting. Pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai toleransi tentu berorientasi membentuk pola pikir yang lebih terbuka dan inklusif.
Hal ini akan mencegah kemungkinan individu terpengaruh oleh ideologi yang penuh dengan rasa kebencian. Pendidikan karakter yang berbasis pada keberagaman akan banyak membantu mengenalkan perspektif yang berbeda, yang pada akhirnya menumbuhkan rasa saling menghormati.
Individu juga memainkan peranan penting, hal itu dikarenakan memiliki sikap yang dinamis dan menerima perubahan, dengan itu keterbukaan antar sesama menumbuhkan sikap-sikap toleransi, hingga dampak sosialnya tercipta dengan keharmonisan.