Cerita SMA memang selalu indah. Hari pertama memasuki gerbang SMA menjadi hari yang paling ku nantikan, seragam putih abu-abu adalah seragam impianku saat itu. Aku melangkah memasuki gerbang sekolah dan mencari kelasku. Memasuki kelas baru dan bertemu dengan teman-teman baru, seperti anak pada umumnya kami saling berkenalan.
Bel sekolah berbunyi dan seluruh siswa menuju lapangan upacara. Masa orintasi siswa baru telah dimulai, saat upacara berlangsung mataku mencari siapa saja teman SMP ku yang diterima di sekolah yang sama denganku, tiba-tiba mataku menemukan satu sosok yang mengejutkan. Sosok yang sebelumnya hanya aku lihat di jalan, sosok yang selama ini mengganggu pikiranku. Sosok itu ku lihat saat aku masih duduk di bangku SMP kelas 2, setiap hari jumat aku selalu melihatnya melewati depan SMP ku bersama rombongan sekolahnya. Melihatnya membuatku tersenyum walau aku tidak tau siapa dia. Namun sosok itu menghilang ketika aku naik kelas 3, aku menunggu sosok itu namun tidak pernah ku temukan, sampai akhirnya aku berfikir aku telah kehilangan sosok itu,
"patah hati yang tak masuk akal" pikirku.
Aku terdiam seribu bahasa saat upacara, mataku berhasil menemukan sosok itu kembali. Jantungku serasa berhenti berdetak. sampai upacara itu selesai aku masih melihat sosoknya berbaris di depan sebagai anggota OSIS yang siap membimbing MOS. Aku tersadar dari lamunanku karena tanganku ditarik oleh teman baruku Septi. Dia berkata "Ayo kita masuk kelas". Aku langsung berjalan dan tetap terdiam.
Hari pertama MOS adalah perkenalan dan mencari tanda tangan sebanyak-banyaknya. Tanda tangan teman tentunya sangat mudah didapat, tanda tangan kakak kelas juga lumayan gampang, tapi tanda tangan panitia MOS itu yang susah. Tanda tangan yang ku peroleh hampir memenuhi target, wah tanpa sengaja aku dan teman-teman menjumpai sosok itu, bisa dikatakan dia adalah kakak kelas paling keren saat itu, sampai banyak siswa putri yang meminta tanda tangannya. Jujur aku sangat sangat sangaaattt ingin tau siapa namanya dengan alasan meminta tanda tangan, tapi apalah daya, aku tidak mempunyai keberanian untuk berjalan mendekatinya. Aku hanya terdiam dan menatap indah wajahnya yang sedikit berubah. Aku tidak bisa menggerakkan kakiku, hanya mata yang memandang seperti patung. Gerombolan siswa yang meminta tanda tangannya telah pergi, dan Septi menghampiriku sambil mengajakku pergi mencari panitia yang lain. Aku ingin tau siapa namanya, ku ambil kertas milik septi dan kubaca, namanya adalah "Felix" nama dari sosok yang selama ini aku cari.
Aku tersenyum bahagia seolah menemukan sesuatu yang berarti.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H