[caption id="attachment_395861" align="aligncenter" width="620" caption="Pancasila (KOMPAS/Hendra A Setyawan)"][/caption]
Bagi pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat yang hidup di zaman orde baru tidak begitu asing dengan istilah P4. Nyaris semua aspek kehidupan di masa orde baru tersentuh oleh P4. Seakan saat itu, P4 adalah sesuatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan wajib diikuti. Hal ini sejalan dengan cita-cita orde baru yakni melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Meskipun pada akhirnya orde baru tidak mampu seratus persen melaksanakan cita-cita tersebut dan berujung pada kejatuhan.
Beberapa kalangan menilai bahwa P4 merupakan upaya doktrinisasi orde baru terhadap masyarakat Indonesia yang menembus berbagai golongan. Orde baru juga berhasil menciptakan stigma bahwa yang telah melaksanakan P4, berarti dapat disebut Pancasilais. Tentu saja stigma tersebut diciptakan dengan tujuan agar setia pada pemerintah yang mengklaim diri telah melaksanakan Pancasila secara murni dan konstituen. Hal itu juga berguna untuk membatasi ruang gerak komunisme, atau lebih dikenal dengan istilah “ Bahaya Laten Komunis” yang gencar dipropagandakan oleh rezim orde baru.
Setelah jatuhnya orde baru, Pancasila semakin jauh dari masyarakat Indonesia. Bahkan banyak yang sengaja menjauhi Pancasila. Cap negatif terhadap orde baru ternyata juga berpengaruh pada cap negatif pada Pancasila. Sebab orde baru yang mengklaim dirinya Pancasialis, selalu diidentikkan dengan Pancasila. Seperti tak salah jika ada istilah “tumbangnya orde baru juga berarti tumbangnya Pancasila”. Pihak mahasiswa yang berada di garis depan saat menjatuhkan orde baru terbagi-bagi menjadi beberapa golongan, dari beberapa golongan tersebut ada yang anti terhadap Pancasila.
Pasca jatuhnya orde baru kebebasan semakin diperluas. Kalangan mahasiswa sebagai golongan idealis menjadi bebas mengeluarkan gagasan-gagasannya yang sebelumnya dibelenggu oleh rezim orde baru. Gagasan-gagasan tersebut kemudian berkembang menjadi organisasi-organisasi gerakan mahasiswa atau lebih dikenal dengan nama Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK). Setiap OMEK mempunyai visi dan misi sendiri-sendiri. Tak jarang antar OMEK terjadi pertentangan karena perbedaan pandangan sampai perbedaan ideologi. Hal yang sering digunakan beberapa OMEK dalam melebarkan pengaruhnya adalah organisasi mahasiswa intra kampus, UKM, hingga Fakultas. Hal ini tidak mungkin terjadi secara terang-terangan pada masa pemerintahan orde baru.
Paham-paham seperti nasionalis, sosialis, bahkan agama sering menghiasi perdebatan setiap OMEK. OMEK yang beraliran nasionalis tentu mengatakan bahwa nasionalisme yang terbaik, OMEK yang beraliran sosialis tentu menyatakan bahwa sosialisme diperlukan dalam pembangunan bangsa, yang beraliran agama tentu saja mengatakan bahwa agama juga turut serta diperlukan dalam memecahkan permasalahan agama. Salah satu OMEK beraliran agama bahkan menyatakan bahwa agamanya merupakan satu-satunya cara untuk membangun dan memperbaiki kondisi bangsa. Melihat mahasiswa-mahasiswa yang aktif di OMEK menandakan bahwa kalangan pemuda saat ini masih peduli pada kondisi bangsa.
Munculnya berbagai OMEK yang berbeda pandangan maupun ideologi merupakan hal yang positif, namun juga perlu untuk diwaspadai. Fanatisme pada ideologi masing-masing tanpa menghiraukan Pancasila adalah hal yang berbahaya. Mahasiswa sebagai golongan yang kritis dan pemegang kepemimpinan bangsa di masa depan tidak boleh mengabaikan pentingnya Pancasila sebagai ideologi bangsa. Perbedaan paham antar OMEK wajar terjadi, namun harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Ideologi-ideologi seperti nasionalisme, sosialisme, maupun nilai-nilai keagamaan sudah terangkum jelas pada sila-sila dalam Pancasila. Artinya hanya Pancasila yang mampu merangkul segala perbedaan tersebut. Untuk itu diperlukan kembali P4 sebagai upaya pencegahan konflik antar OMEK maupun antar mahasiswa.
P4 sangat penting dilaksanakan kembali di kalangan mahasiswa. Sudah sepantasnya P4 tidak lagi dipandang sebagai produk orde baru maupun bentuk penghidupan kembali gaya orde baru. Memang harus diakui bahwa orde baru lah yang mempelopori penyelenggaraan P4. Namun bukan berarti P4 merupakan upaya pengembalian kekuasaan ala orde baru atau doktrinisasi ala orde baru. Mungkin untuk menghapus anggapan bahwa P4 merupakan produk atau upaya penghidupan kembali gaya orde baru, diperlukan reformasi terhadap P4. Tentu saja reformasi terhadap P4 disesuaikan dengan kehidupan bangsa pasca reformasi seperti saat ini. Sehingga pelaksanaan P4 sejalan dengan tujuan reformasi.
Selain itu, mahasiswa sebagai pihak yang idealis dan kritis sangat rentan terpengaruh paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila. Oleh karena itu pelaksanaan P4 di kalangan mahasiswa merupakan hal yang mendesak. P4 di kalangan mahasiswa merupakan sebuah bentuk penguatan serta menjamin kesetiaan terhadap Pancasila tanpa mengorbankan kebebasan berpikir. Sebab kebebasan memang diperlukan, namun Pancasila lebih diperlukan.
Sebagai pihak penyelenggara pendidikan, perguruan tinggi sudah selayaknya melaksanakan kembali P4. Sudah menjadi sebuah kebutuhan apabila perguruan tinggi melaksanakan P4 dilakukan secara berkala dengan tema yang berbeda-beda pula pada setiap pelaksanaannya, sehingga terlihat tidak membosankan.
Menjadi sebuah apresiasi terhadap beberapa perguruan tinggi yang telah memasukkan Pancasila sebagai mata kuliah wajib. Ini merupakan sebuah bentuk usaha positif dalam membangitkan kembali nilai-nilai Pancasila pada kalangan mahasiswa. Akan lebih baik lagi bila disertai juga pelaksanaan P4, sehingga penguatan terhadap Pancasila menjadi lebih terjamin. Diharapkan bila pelaksanaan P4 kembali dilakukan khususnya pada kalangan mahasiswa, para mahasiswa tidak akan terjebak oleh doktrin-doktrin yang bertentangan dengan Pancasila sekaligus mengamankan tongkat kepemimpinan masa depan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H