Mohon tunggu...
Yogaswara F. Buwana
Yogaswara F. Buwana Mohon Tunggu... Freelancer - Pemikir Bebas

Manifesto Kaum Bodo Amat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ingin Langsung Mengambil S2? Hal Ini yang Harus Diperhatikan Para Fresh Graduate S1

22 Februari 2023   06:26 Diperbarui: 23 Februari 2023   08:00 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pixabay.com

Pendidikan magister atau S2 merupakan level pendidikan tinggi lanjutan setelah pendidikan sarjana atau S1. Di zaman sekarang, banyak sarjana yang baru saja wisuda di perguruan tinggi kurang puas dengan gelar S1 yang baru saja mereka dapatkan, sehingga mereka memutuskan untuk mengambil S2. 

Berbagai alasan mereka kemukakan dalam mengambil S2 yakni mulai dari ilmu S1 masih kurang, ingin jadi dosen, masalah gengsi, hingga menghindari desakan keluarga untuk menikah. Faktanya status mahasiswa S2 memang menyelamatkan para fresh graduate S1 dari sebutan "pengangguran".

Penulis mempunyai beberapa tips bagi teman-teman yang ingin mengambil S2 berdasarkan pengalaman pribadi penulis, yakni sebagai berikut:

1. Persiapan Biaya

Biaya S2 biasanya lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya S1. Akan tetapi banyak tersedia beasiswa bagi mereka yang ingin melanjutkan S2. Salah satu contoh penyedia beasiswa S2 adalah Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu). 

Di dalam penyediaan beasiswa, Kemenkeu menyediakan beasiswa bernama LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Beasiswa tersebut dapat ditujukan baik bagi yang ingin mengambil studi di dalam negeri maupun bagi yang ingi mengambil studi di luar negeri. 

Kemudian, agar lolos beasiswa LPDP, pelamar beasiswa perlu mempersiapkan proposal beasiswa sebaik mungkin, sehingga akan menarik perhatian para pewawancara. Akan tetapi bagi teman-teman yang malas mengambil beasiswa karena persyaratan beasiswa yang cukup banyak, maka teman-teman bisa memakai biaya pribadi. 

Apabila teman-teman belum memiliki pendapatan pribadi yang cukup untuk biaya S2, pastikan orangtua atau keluarga bisa mendukung penuh biaya pendidikan S2 sampai lulus.

Sumber Gambar: pixabay.com
Sumber Gambar: pixabay.com

2. Persiapkan Kemampuan Bahasa Inggris

Bagi teman-teman yang memutuskan S2 di luar negeri, bahasa Inggris merupakan hal yang wajib, kecuali mungkin teman-teman mengambil S2 di negeri-negeri penutur non Inggris yang tidak mensyaratkan kemampuan bahasa Inggris. Akan tetapi bagi teman-teman yang ingin mengambil S2 di dalam negeri, kemampuan bahasa Inggris tetap penting. 

Meskipun mungkin di dalam persyaratan pendaftaran S2 tidak mencantumkan minimal skor TOEFL atau IELTS, akan tetapi dalam kuliah S2, hampir semua bahan bacaan berbahasa Inggris. 

Lalu agar teman-teman bisa melakukan sidang tesis, beberapa kampus mensyaratkan mahasiswa S2 menulis jurnal internasional. Belum lagi kalau teman-teman mendapatkan dosen pembimbing tesis yang sering mengajak mahasiswa bimbingannya menjadi pemateri seminar internasional.

3. Sehat Jasmani Maupun Psikis

Meskipun di Indonesia pendidikan S2 hanya berlangsung selama dua tahun, akan tetapi secara jasmani maupun psikis cukup menguras tenaga. 

Memang ketika teman-teman mengambil S2, tidak ada mata kuliah semacam magang maupun KKN. Namun tetap saja tugas-tugas S2 memerlukan tenaga yang besar untuk menyelesaikannya. 

Selain itu apabila teman-teman mengambil jurusan sosial humaniora, maka kawan teman-teman harus siap terjun ke dalam masyarakat yang menjadi obyek penelitian teman-teman. Artinya kemampuan adaptasi teman-teman yang introvert. Sehingga kesehatan jasmani dan psikis harus benar-benar diperhatikan.

4. Kemampuan Adaptasi pada Lingkungan Kampus yang Baru

Bagi teman-teman yang mengambil S2 di kampus berbeda dari kampus S1, maka teman-teman akan dituntut berjuang untuk beradaptasi pada lingkungan yang baru pula. 

Penulis mengambil S1 di Malang dan S2 di Depok , sehingga merasakan perbedaan situasi antara Malang dengan Depok. Malang meskipun menyandang nama kota pendidikan, namun tetap saja bahasa lokalnya menggunakan bahasa Jawa, sedangkan Depok yang berbatasan langsung dengan Jakarta lebih bersifat heterogen. 

Jadi bagi teman-teman non Jabodetabek yang mengambil S2 di Jabodetabek jangan syok duluan kalau memakai kata "lu" dan "gue. Untungnya selama kost di Malang, penulis sudah biasa menggunakan kata "lu" dan "gue" karena teman-teman kost penulis di Malang banyak yang berasal dari Jakarta.

5. Kemandirian 

Saat mengambil S2 maka jumlah teman sekelas semakin sedikit. Saat S1 teman sekelas penulis berjumlah 33 orang, namun ketika S2 teman sekelas penulis hanya 12 orang. 

Hal ini tidak mutlak, karena ada teman penulis yang justru jumlah teman sekelas S2-nya lebih banyak dibandingkan jumlah teman sekelas mereka saat S1. Biasanya masing-masing teman sekelas saat S2 memiliki karakter yang berbeda karena perbedaan usia maupun lingkungan. 

Teman-teman mungkin akan menemukan teman sekelas yang usianya lebih tua 20 tahun dari usia teman-teman. Terkadang ada kesungkanan tertentu ketika mengerjakan tugas kelompok, karena ada teman sekelompok yang sibuk bekerja. 

Oleh sebab itu bagi teman-teman yang dulu saat S1 hanya nitip nama saat mengumpulkan makalah, hal ini tidak berlaku lagi ketika S2, jadi teman-teman harus ikut mengerjakan makalah dengan menyesuaikan kesibukan teman sekelompok yang sudah bekerja. Selain itu, kemandirian dalam mencari penelitian diperlukan. 

Misalkan ketika S1 dulu biasanya teman-teman mencari buku bersama-sama di perpustakaan, maka ketika S2 teman-teman harus belajar mandiri untuk mencari buku sendiri di perpustakaan. Penulis pikir ini tidak sulit bagi teman-teman karena sudah dilatih selama skripsi.

6. Akrab dengan Dosen

Bagi teman-teman yang introvert mengakrabkan diri dengan dosen mungkin hal yang sulit, karena bagaimanapun dosen adalah sosok yang harus kita hormati. Sebenarnya kita tinggal memikirkan batasan keakraban tersebut. 

Biasanya dosen cukup dekat dengan mahasiswa S2, karena mahasiswa S2 dianggap sudah dewasa secara perilaku dan pemikiran. Apabila teman-teman akrab dengan dosen, kemungkinan besar teman-teman akan diikutsertakan dalam proyek-proyek penelitian mereka. 

Tapi jangan lupa, bukan hanya sekadar keakraban saja, sikap kedisiplinan dan kerja keras juga diperlukan agar dapat diikutsertakan dalam proyek-proyek penelitian. Penulis sendiri belun pernah mengikuti proyek dosen, melainkan hanya sekadar menceritakan pengalaman seorang teman.

7. Tahan Hujatan dan Sindiran 

Selama penulis menjalani S2, penulis banyak menemui orang-orang yang menghujat mahasiswa S2. Mungkin kita dapat sebut mereka sebagai gerakan Anti-S2. 

Kalimat yang sering penulis dengar dari mereka adalah "Buat apa kuliah S2? Kalau toh nanti ujungnya cari kerja juga", atau "Belum kerja kok sudah ambil S2?", ada juga yang bilang "S2 hanya buang-buang uang dan waktu mending cari kerja."

Kalau teman-teman mendengar pernyataan semacam itu, jangan langsung marah dan sakit hati. Ingat S2 itu untuk mendewasakan pikiran bukan hanya skill. Tanamkan dalam pikiran "Semua orang punya takdir yang berbeda dan kemampuan yang berbeda, tidak mesti semuanya harus sama".

8. Bersiaplah Menghadapi Quarter-life Crisis

Lulus S1 biasanya berusia sekitar 22-23 tahun, artinya usia tersebut cukup dekat dengan usia yang rawan terhadap quarter-life crisis yakni usia 25 tahun. Apabila di usia 25 tahun teman-teman belum lulus S2, alias teman-teman masih menjalani kuliah atau penelitian tesis, maka teman-teman harus bersiap terkena depresi bernama quarter-life crisis. 

Jika teman-teman mengalami quarter-life crisis, jangan langsung menyerah. Coba tanamkan dalam hati dan pikiran bahwa "Saya masih muda dan saya tetap berjuang pada jalan yang saya pilih".

Demikian tips mengambil S2 bagi teman-teman Fresh Graduate S1. Semoga membantu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun