Bagi teman-teman yang memutuskan S2 di luar negeri, bahasa Inggris merupakan hal yang wajib, kecuali mungkin teman-teman mengambil S2 di negeri-negeri penutur non Inggris yang tidak mensyaratkan kemampuan bahasa Inggris. Akan tetapi bagi teman-teman yang ingin mengambil S2 di dalam negeri, kemampuan bahasa Inggris tetap penting.Â
Meskipun mungkin di dalam persyaratan pendaftaran S2 tidak mencantumkan minimal skor TOEFL atau IELTS, akan tetapi dalam kuliah S2, hampir semua bahan bacaan berbahasa Inggris.Â
Lalu agar teman-teman bisa melakukan sidang tesis, beberapa kampus mensyaratkan mahasiswa S2 menulis jurnal internasional. Belum lagi kalau teman-teman mendapatkan dosen pembimbing tesis yang sering mengajak mahasiswa bimbingannya menjadi pemateri seminar internasional.
3. Sehat Jasmani Maupun Psikis
Meskipun di Indonesia pendidikan S2 hanya berlangsung selama dua tahun, akan tetapi secara jasmani maupun psikis cukup menguras tenaga.Â
Memang ketika teman-teman mengambil S2, tidak ada mata kuliah semacam magang maupun KKN. Namun tetap saja tugas-tugas S2 memerlukan tenaga yang besar untuk menyelesaikannya.Â
Selain itu apabila teman-teman mengambil jurusan sosial humaniora, maka kawan teman-teman harus siap terjun ke dalam masyarakat yang menjadi obyek penelitian teman-teman. Artinya kemampuan adaptasi teman-teman yang introvert. Sehingga kesehatan jasmani dan psikis harus benar-benar diperhatikan.
4. Kemampuan Adaptasi pada Lingkungan Kampus yang Baru
Bagi teman-teman yang mengambil S2 di kampus berbeda dari kampus S1, maka teman-teman akan dituntut berjuang untuk beradaptasi pada lingkungan yang baru pula.Â
Penulis mengambil S1 di Malang dan S2 di Depok , sehingga merasakan perbedaan situasi antara Malang dengan Depok. Malang meskipun menyandang nama kota pendidikan, namun tetap saja bahasa lokalnya menggunakan bahasa Jawa, sedangkan Depok yang berbatasan langsung dengan Jakarta lebih bersifat heterogen.Â
Jadi bagi teman-teman non Jabodetabek yang mengambil S2 di Jabodetabek jangan syok duluan kalau memakai kata "lu" dan "gue. Untungnya selama kost di Malang, penulis sudah biasa menggunakan kata "lu" dan "gue" karena teman-teman kost penulis di Malang banyak yang berasal dari Jakarta.