Suatu kali aku pernah merasa sepi di sudut pojok gerbang depan pos satpam kampus tercintaku. Bayangkan di depanku ratusan orang lalu lalang berjalan hanya sanggup menggoda, mataku meskipun tak satupun dapat mengganggu imajiku yang mulai berselancar dengan liar.
Piiiiiiiarrrrrr, pecah seketika,sekomplok pemuda-pemudi berjalan rapat dengan obrolan berbobot memaksa mataku meyaksikan mereka. Kagum rasanya melihat fasih lidah mereka merangkum kata menjadi suatu kalimat yang sempurna, tak ubah seperti diriku ketika menyaksikan pidato Presiden di di layar kaca 14 inci milik tetanggaku.
Mereka seperti mutiara di dalam kampus, dengan pemikiran yang maju, calon pemimpin muda, pengalaman organisasi yang matang, atau kwalitas pribadi yang mumpuni bagi seorang mahasiswa. Cara belajar seperti apa yang mereka pakai, atau buku apa yang mereka baca, atau mungkin lingkungan apa yang membentuk mereka, dalam hatiku mencoba bertanya?? Aku besar di sebuah kampung padat dengan lingkungan pengangguran banyak acara, hampir setiap hari aku mengalami keterbelakangan paradigma masyarakat mayoritas lulusan sekolah dasar. Sungguh seperti langit dan bumi ketika aku mencoba membandingkan pembicaran kaum mahasiswa dengan kuli bangunan berbadan besar yang tinggal di sebelah rumah.
Aku seperti mahasiswa yang goblok di kampus ini,,hahahahahahaha, hanya bisa memandang kaum kasta atas yang sangat mumpuni sebagai sebagai mahasiswa yang penuh prestasi, hmmmmm, sampe suatu ketika aku mengikuti ajakan teman bergabung pada sebuah unit aktivitas mahasiswa. Ya benar sekali memang ini tempat orang-orang hebat, ketika aku duduk diam dalam sebuah rapat aku seperti tikus yang dikelilingi kucing persia garang, mereka seperti bertaring ketika beradu argumen, otakku hampir tidak bisa menilai pendapat siapa yang benar, maklum orang kampung yang biasa jagongan di perempatan dengan memegang gitar.
Waktu yang cukup lama membuatku sedikit mengerti apa yang kalian sebut organisasi, aku merasa terbentuk di sini, paradigmaku berputar 180˚ berkat kehebatan kalian mengarahkan aku ke sebuah tatanan pemikiran yang modern.
Sampai pada akirnya aku mulai bisa menilai kelemahan dan keunggulan dalam sebuah komunitas, aku bukan orang pandai seperti kalian yang bisa memimpin rapat di depan, atau yang memegang gelar yang mulia sebagai seorang ketua, aku hanya bisa memberi motivasi dari beberapa organ yang mulai hilang dan patah semangat, karena hal itu yang saya anggap mudah untuk saya pelajari.
Maklum aku hanya orang kampung yang ingin mencoba mengembangkan potensi diri, dengan perbendaharaan kata seadanya aku ingin melakukan apa yang bisa aku lakukan di komunitas ini, dan mungkin hanya memotivasiyang aku bisa.
Aku bersyukur berada di posisi ini, karena membuatku semakin banyak tau tentang kelemahan pribadi-pribadi, hampir setiap hari aku menerima pengaduan tentang sakit hati di antara kalian, tentang ke’egoisan kalian, tentang cara-cara kotor kalian, bahkan kemunafikan kalian.
Banyak wacana dari mulut kalian tentang arti sebuah kedewasaan, tp apa yang aku lihat dan saksikan banyak sekali korban dari kekanak-kanakan kalian, saya rasa sisih logika kalian lebih matang daripada sisih rasa kalian...bukti totalitas kalian pada sebuah komunitas aku tangkap dengan penempatan prioritas yang salah dari kalian..atau itukah yang kalian anggap sebagai maksud terselubung pementingan pribadi wujud egoisnya diri kalian..
Ada satu orang sahabat kecil yang baru aku kenal 4 bulan yang lalu, aku mengenal dia dengan sebutan nonik,,hahahahaha cukup lucu bukan berkulit putih dengan badan sedikit gempal, pusing berpikir chord jazz pada papan hitam putih yang biasa dia pegang..
Pembicaraan kami tak kenal waktu, subuh seperti siang dan malam seperti pagi..berbagai tema hampir sudah kami bahas, titik bertemu pada suatu frekwensi tidak membuat saya bosan, laptop kunoku selalu sepanas kompor ketika obrolan dunia maya berlanjut mulai pagi, esok pagi dan esok paginya lagi.
Andai saja sebutan gempal itu aku utarakan di sampingnya, tidak bisa membayangkan akan segosong apa lenganku, cubitan kecilnya seperti seekor kepiting yang menjepit tiada putus asa...hahahahahahahahahahaha..ampun boz.....
Nik.......kamu sering berkata, kamu seorang yang labil, masih kekanak-kanakan, dan aku percaya saja waktu itu, tapi 2 hari yang lalu aku tidak mampu lagi bertahan dengan penilaianku tentang kelabilanmu...
Satu hal yang menjadi alasan kuat menepis itu, saya merasakan sebuah sikap tentang kedewasaan yang secara rapi kamu perankan, polos, mata melalui media modern apapun tak bisa melihat itu, meskipun resolusi layar handphoneku 2000mp pun saya rasa tak dapat melihat itu...
Aku mulai sedikit melupakan tentang siapa yang salah atas persepsi ketikadilan, atas persepti diskriminasi ataupun atas persepsi perbedaan kepentingan dalam komunitas, karena satu hal kecil dari kamu sudah cukup membuat saya menilai tentang arti kedewasaan dalam komunitas yang kita cintai ini. Saya juga tidak mau lagi mengingat tentang buruknya koordinasi yang saya mulai dengan mereka, tentang sebuah perencanaan mentah seperti nasi yang masih kering..
Saya mulai merenungkan arti dari sebuah kalimat “Kecakapan menahan dan mengendalikan emosi adalah salah satu wujud dari kedewasaan diri”..dan kamu tau, aku melihat dan merasakan itu, aku merasa kamu menjalankan secarahalus hal itu, tanpa motivasi siapa saja yang harus tau atau siapa saja yang harus peduli dengan itu..
Jadi betapa dewasanya kamu, kamu melakukan suatu hal yang tidak banyak orang lakukan. Yaitu “membunuh egonya sendiri”,,hebat....aku Cuma berpikir ketika seseorang mampu membunuh egonya sendiri hampir di pastikan dia akan mampu menjadi pengendali siapaun..dan itu sudah kamu lakukan nik.
Bersyukur aku terberkati dengan hal ini, aku yakin kelak kamu menjadi seseorang yang jauh lebih hebat dari mereka, bukankah pemimpin itu tidak selalu memakai baju ketua, pemimpin sejati adalah pemimpin yang sanggup mengendalikan dirinya sendiri sebelum mengendalikan orang lain...karena motivasimu di ambil dari tujuan yang memang mulia...
Teruslah belajar nik, langkahkan pemikiranmu sejauh mungkin d depan mereka, dan buatlah sehalus mungkin prosesnya, biarkan mereka tau apa mutiaramu akibat pemahamannya sendiri, karena hal yang paling menyakitkan adalah ketika seseorang menemukan kesalahannya sendiri....
Saya pastikan Akong selalu berdoa buat kamu, karena dia tidak menganggapmu sebagai teman lagi melainkan menganggapmu sebagai saudara...maaf atas salah kata atau lainnya, GBU......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H