Mohon tunggu...
Yoga PS
Yoga PS Mohon Tunggu... Buruh - Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Hati-hati Investasi ke Teman Sendiri

11 Mei 2015   17:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:09 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="544" caption="https://assets.kompasiana.com/statics/files/1421714340464192718.jpg"][/caption]

Seorang teman kuliah yang kini menjadi bankir mengeluh: uang yang diinvestasikan lebih dari 80 juta terancam hilang. Dicuri tuyul? Sayangnya tuyulnya punya dua kaki dan berjalan-jalan di muka bumi. Uangnya belum balik karena dibawa lari partner usaha yang ia pinjamkan.

Koq bisa?

Jadi ceritanya, dia memiliki teman yang dipercaya sejak kuliah. Sebut saja Bunga, bukan nama sebenarnya. Bunga adalah laki-laki. Mereka sudah mengenal sejak masuk kampus. Teman saya, sebut saja Melati (yang juga seorang lelaki), menjalani suka-duka organisasi kampus bersama Bunga.

Mulai dari makan bareng, jalan-jalan bareng, naik gunung bareng, semoga aja ga bikin bendungan kaya bareng-bareng. Oh kalo itu berang-berang ding. Ya pokoknya mereka sudah sehati dan sejiwa. Bagaikan Bat dan Man. Jika tidak bersama ga bisa jadi Batman dan melindungi Kota Gotham.

Sampai akhirnya Melati lulus lebih dulu. Sedangkan Bunga masih harus memperdalam ilmu di dunia perkuliahan. Melati kemudian diterima di salah satu bank BUMN dan berkantor di kawasan Sudirman.

Suatu hari, Bunga menawarkan ide kerja sama menjual-beli bebek. Bunga akan membeli dari peternak di desa, dan menjualnya ke rumah makan di kota. Melati dijanjikan mendapat keuntungan per ekor bebek yang terjual. Berapa? Ga tanggung-tanggung cuy, bisa 30%.

Singkat kata singkat cerita, mungkin karena sudah percaya 100% dan tergiur keuntungan, Melati meminjamkan uangnya ke bunga. Ga banyak-banyak dulu. Lima juta, sepuluh juta. Pembayaran return dari bunga berjalan lancar. Melati kipas-kipas duit berbau bebek. Lebih enak dari bebek Pak Slamet tentunya.

Karena cuan-nya lumayan, Melati mulai mempromosikan kesaktian Bunga berdagang bebek ke teman-teman kantornya. Mata teman kantor Melati langsung berubah menjadi batu bacan: hijau terang gemilang karena melihat keuntungan yang dijanjikan. Investasi saham yang risikonya besar aja bisa dapat 20% udah bagus, lah ini bisa sampai 30%? Ibarat janda ngaku perawan, siapa yang bisa ngelawan?

Total jenderal, terkumpul duit yang lumayan. Melati sendiri menanamkan 80 juta. Eh setelah dikirim uang dalam jumlah besar si Bunga koq ga pernah kasih kabar ya? Ditelepon ga aktif, di dunia maya ga pernah kasih kabar apa-apa. Setelah dicek di Jogja, Bunga ga punya kandang bebek. Ga ada mobil usaha. Lha selama ini jualnya gimana caranya? Rumahnya disamperin, keluarganya sudah pindah. Bunga hilang tak berbekas. Meninggalkan investor yang harus siap-siap medical check up karena stress duitnya dibawa kabur.

Pelajaran

Ketika Melati menceritakan kasus ini, saya langsung memberinya selamat:

“Wah hebat lu, learning cost 80 juta.”

Karena bagi Melati dan kita semua, ini adalah pelajaran. Namanya juga usaha, pasti ada aja apesnya. Yang penting mau belajar dan bangkit lagi. Apa learning-nya? Setidaknya ada tiga.

Pertama, pelajari business modelnya. Tanpa bertanya terlalu detail dan melakukan re-check, Melati percaya 100% melihat itung-itungan keuntungan di kertas. Dia tidak pernah mempelajari bagaimana sustainability dari bisnis ini, apa worst case-nya, bagaimana supply chain-nya, dan apakah semuanya masuk akal? Mendengar janjireturn 30% sudah membutakan mata Melati.

Kedua, cek kondisi lapangan. Selama ini ia hanya percaya laporan lisan Bunga. Melati ga pernah turun melihat proses pembelian bebek dari peternak, atau penjualan ke rumah makan. Pokoknya kalo kata Bunga jualan bagus, ya bagus. Kalo sedang seret dan butuh modal, ya dia tambahin. Selama ini yang penting setoran return lancar, Melati tidak mau ambil pusing soal urusan teknis bebek.

Ketiga, manusia bisa berubah karena uang. Karena teman yang baik, belum tentu partner bisnis yang baik. Sampai saat ini Melati masih tidak percaya jika Bunga benar-benar kabur membawa uangnya. Dia masih ingat karakter Bunga selama masih kuliah. Tapi sayangnya, Bunga yang dikenal sejak kuliah, bisa saja berubah.Everybody changing my friend.

Mendengar kisah ini saya cuma bisa mendoakan agar Melati segera bangkit. Karena insya Allah selalu ada berkah di balik musibah. Siapa tahu karena kepepet bayar hutang Melati akhirnya buka usaha dan malah jadi sukses?

Untuk Bunga, saya doakan agar tidak terjadi hal-hal buruk. Semoga masih hidup. Masih memegang amanat investor. Dan masih mau menjalin komunikasi untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Karena sebaik-baiknya harta, adalah nama baik yang tepercaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun