Bangunan Warisan Hotel Savoy Homan dibangun pada tahun 1880. Hotel ini dibangun dan dimiliki oleh orang Jerman  bernama A. Homan. Sebelum  hotel ini diberi nama Savoy Homan, namanya Hotel Pos Road. Gaya arsitektur Poss Road Hotel saat itu adalah Barok. Pada tahun 1883, gaya arsitektur diubah menjadi  arsitektur Art Nouveau. Pada tahun 1910 hotel  lama dibongkar dan hotel baru dibangun dengan  arsitektur neo-Gotik. Pada tahun 1938 bangunan hotel dibongkar kembali  dan diganti dengan hotel baru  bergaya internasional modern (nieuw bouwen). Renovasi ini dilakukan oleh arsitek A.F. Semua sebaliknya.Â
Aalbers membangun gedung baru yang lebih modern sesuai dengan keinginan DPRD Kota Bandung saat itu. Gedung baru Hotel Savoy Homan merupakan puncak karya arsitek modernis A.F. Aalbers yang menjadi  ikon pergerakan arsitektur  Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II. Hotel Savoy Homan juga beroperasi sebagai Wisma Jepang (1942-1945) dan Wisma PMI (1945-1948). Fungsi aslinya sebagai hotel dipulihkan pada tahun 1949. Pada  Konferensi Asia Afrika 1955, Hotel Savoy Homan menyediakan akomodasi bagi para kepala negara antara lain Gamal Abdul Nasser, Chuo Eng Lai, Jawaharlal Nehru, Sukarno, dan Sir John Kotelawala. . Saat ini, Savoy Homan Hotel didirikan oleh Fr. Tuan J. Van Es dulunya menjalankan Des Indes Hotel di Jakarta.
Berdasarkan informasi dari juru bicara Savoy Homan Bandung Levina Tova Nugraha,  keluarga Homan mengubah bangunan yang saat itu lebih kecil menjadi hotel. "Savoy  artinya agung, dan Homan berasal dari nama keluarga. Jadi Savoy Homan artinya hotel besar milik keluarga Homan," ujarnya. Hal itu diungkapkannya saat ditemui 11 Agustus lalu. Namun, nama ini tidak digunakan sampai tahun 1939. Hotel ini sebelumnya dikenal dengan nama Hotel Homan. Pada masa ini, perekonomian kota Bandung semakin berkembang dengan dibukanya jalur kereta api dari Batavia ke Bandung melalui Bogor dan Cianjur. Jalur ini sering digunakan oleh para pemilik perkebunan teh (Preanger planters) untuk mengirimkan hasil perkebunannya ke Batavia.  Bandung pun menjadi salah satu kota yang banyak dikunjungi pengusaha, termasuk para penanam gula  dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Banyak tamu yang menginap di sini karena saat itu  belum ada hotel di Bandung," jelasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H