Ini Hari Natal
Tanah kering, kampung halamanku membawa kembali memori di masa kecil.
20 tahun yang lalu. Sewaktu sekolah dasar, aku memiliki seorang guru bernama Ibu Saestu. Beliau merupakan satu-satunya guru yang beragama kristen di sekolahku.
"Anak-anak, di mana pun kalian berada ketika dewasa, tetaplah jadi orang baik. Awalnya, kalian memang akan merasa sakit. Dizalimi, diacuhkan, dihinakan oleh mereka yang merasa berkuasa. Namun, balaslah perlakuan mereka dengan konsisten berkasih dan sayang."
Tak pernah kudengar Ibu Saestu berbicara sepanjang ini di kelasku. Maklum, kelasku tergolong "nakal-nakal" dan susah diam. Guru-guru lebih banyak memberikan praktik dibanding ceramah, termasuk Ibu Saestu.
20 tahun berlalu, aku kembali ke sekolah dasar untuk bereuni dengan teman-teman dan guru. Teman sebangkuku sekarang menjadi aktivis. Perempuan yang aku taksir sekarang menjadi ibu rumah tangga yang tetap cantik.
Guru-guru muda menyalami kami. Wajah-wajah baru yang tak kukenal. Sosok yang paling berwibawa datang mendekatiku dengan senyum bangga.
"Pras, wajahmu tetap saja gak berubah," ucap Pak Sahwito, wali kelasku tahun 2004, yang kini menjadi kepala sekolah.
Aku cium tangan orang yang berjasa untuk hidupku. Pak Sahwito, guru paling muda waktu itu, guru yang paling kreatif, dan paling mengerti aku setelah Ibu Saestu. Ah, di mana beliau sekarang?
Fiksi mini karya Yoga Prasetya, 25 Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H