Pengalamanku Mengajar di Kelas Bilingual Sejak 2018-Sekarang
Halo pembaca, perkenalkan namaku Yoga Prasetya. Aku adalah seorang guru di MTsN 1 Kota Malang yang hobi menulis. Pada kesempatan kali ini, aku ingin berbagi cerita tentang pengalamanku mengajar di kelas 8 Bilingual sejak 2018 sampai sekarang, tahun 2022 yang penuh kenangan manis.
Kelas Bilingual merupakan kelas yang dalam pembelajarannya memakai dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia). Berhubung aku adalah guru bahasa Indonesia, maka aku lebih mengutamakan bahasa Indonesia dibanding bahasa Inggris. Itung-itung menutupi kelemahanku dalam berbahasa Inggris. Heuheuheu.
Pengalaman pertamaku mengajar di kelas bilingual dimulai pada tahun 2018. Alhamdulillah, sampai hari ini aku diberi amanah mengajar di kelas bilingual. Dalam tulisan ini aku akan membagi pengalamanku mengajar di kelas bilingual menjadi empat bagian berdasarkan tahun.
2018-2019
Tahun pertama mengajar di kelas bilingual, aku merasakan kaget. Kelas ini dipenuhi anak-anak multitalenta yang sangat bersemangat. Mereka sudah meraih prestasi hingga ke Australia. Luar biasa.
Pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelasku, mereka berhasil menampilkan pertunjukan drama dengan sangat meriah. Bahkan, orang tua mereka pun ikut menyaksikan pertunjukan drama yang aku produksi bersama kelas bilingual.
Pengalaman pertama yang sangat mengesankan mengajar di kelas bilingual. Beberapa anak didik juga ada yang akrab denganku. Mulai dari Kayana (anak bersuara merdu), Rania (anak yang suka membantu aku belajar bahasa Inggris), Naufal (anak paling semangat menulis cerpen), Abystha (anak yang paling lucu), Tian (anak yang pintar main biola), Ridhi (anak yang jago main basket dan berbakat dalam musik), Regan (anak yang paling sopan padaku wkwkwk), dan masih banyak lagi yang tidak bisa kusebut satu persatu.
2019-2020
Tahun kedua mengajar di kelas bilingual, aku sudah mulai terbiasa. Menemani anak-anak bertalenta belajar dan beribadah. Prestasi mereka tidak hanya Australia, tetapi telah sampai di Amerika Serikat dengan membawa medali emas World Scholar Championship.
Pada pembelajaran bahasa Indonesia, anak-anak bilingual aku arahkan untuk berproses melalui Organisasi Sastra Matsanewa. Di antara mereka bahkan menjadi pengurus inti dan banyak membantuku mengembangkan organisasi.
Masih tetap berkesan. Irin (ketua OSM periode 2), Aline (anak yang pernah melihat nenekku), Alim (jago KIR dan aku punya pengalaman suka duka bersamanya waktu jadi pembina ekskul KIR), Angel (anak yang bawa kado waktu ultahku. Wkwkwkwk), dan masih banyak lagi yang tidak bisa aku tuliskan.
2020-2021
Tahun ketiga, pandemi datang tak diundang. Harus diakui bahwa tahun tersebut, bakat dan talenta anak-anak kurang bisa dieksplorasi. Namun, tetap ada yang bisa bersinar melalui lomba Karya Ilmiah Remaja tingkat internasional.
Pada pembelajaran bahasa Indonesia, anak-anak belajar dari rumah. Mereka mengerjakan UKBM dan mengikuti kegiatan lomba menulis resensi buku dengan sangat baik. Pada akhir tahun pembelajaran, kami sempat bertatap muka melalui PTMT (Pembelajaran Tatap Muka Terbatas).
Meski ada pandemi, aku masih punya banyak kenangan bersama anak-anak. Salwa (anak paling rajin di kelas meski sibuk lomba KIR), Wilma (jawara lomba resensi buku), Thanisa dan Zizou (anak yang sopan dan aku bisa akrab dengan orang tua mereka), Farsya dan Rizwana (duo vokalis musikalisasi puisi), Rafif (ketua OSIS MTsN 1), Hasna (Jago KIR, cuma kurang rajin kalau disuruh mengerjakan tugas bahasa Indonesia wkwkwkwk), dan masih banyak lagi yang belum aku ceritakan.
2021-2022
Tahun keempat mengajar di kelas bilingual. Entah karena efek pandemi atau tidak, kelas ini awalnya sangat pasif. Hehehe. Namun, setelah terus bertemu di dunia nyata, lambat laun, anak-anak mulai kembali aktif.
Untuk semester ganjil, anak-anak aku fokuskan untuk mengembangkan keterampilan membuat teks berita, iklan, eksposisi, puisi, dan eksplanasi. Baru ketika semester genap, anak-anak mulai kembali menggunakan UKBM (Unit Kegiatan Belajar Mandiri) karena sudah boleh PTM penuh.
Kenangan manis baru akan tercipta. Anak-anak yang paling semangat, seperti Zikral, Andyna, Neisya, Graceea, Dhio, Gaea, Nicky, Avicenna, Haidar, Nisa, Adzraa, Shakira, dan yang lainnya bisa membuat kelas bilingual kembali aktif. Hal itu karena inti dari pendidikan adalah karakter, bukan kepintaran.
Sukses selalu anak-anakku semua. Salam Sastra Matsanewa.
Diari Yoga Prasetya, Malang, 3 Februari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H