Ingatan Seorang Anak Pejabat
Di ruang tamu ini datang kawan lama. Dia anak bungsu seorang pejabat. Kudengar bapaknya dapat kursi baru.
Dia berbeda dengan bapaknya. Sangat baik dan mau meminjamkan segenggam uang untukku. Meski tidak terlalu banyak.
Daku bertanya, "mengapa kau tak mau jadi pejabat? Padahal, besar peluang mencapai hal yang diimpikan sebagian rakyat."
Dia menjawab, "Tuhan memintaku menjadi merdeka."
Dia lalu menceritakan semua pengalaman pahit bapaknya kepadaku. Ingatannya tentang betapa banyak tangis yang harus dikorbankan, ketidaktenangan, dan kepedihan akibat takhta.
Malam ini, ada ucap yang akan dikenang.
"Kamu jadi penyair saja. Biarkan aku memerangi mereka dengan caraku sendiri," ucapnya sembari meletakkan selembar kertas bertuliskan wasiat.
Nusantara, 24 Zulhijah 1442 H
Puisi Kemerdekaan Yoga Prasetya bagian 5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H