Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Tahun-Tahun yang Menyala (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengakuan Murid Pasif di Kelas Menulis Bersama KPB dan Khrisna Pabichara

19 Desember 2020   16:07 Diperbarui: 19 Desember 2020   16:11 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Komunitas Penulis Berbalas

Salam bilik apresiasi.

Perkenalkan nama saya Yoga Prasetya. Saya mengakui sebagai seorang murid pasif di kelas menulis bersama Komunitas Penulis Berbalas (KPB) dan Daeng Khrisna Pabichara. Menjadi pasif adalah tindakan yang terpaksa saya pilih karena rasa minder berada di kelas para senior Kompasiana.

Saya seperti Diego Altube dalam skuad Real Madrid musim 2020/2021. Siapa Diego Altube? Dia adalah kiper ketiga asuhan Zinedine Zidane yang bisa bermain apabila kiper pertama (Courtois) dan kedua (Lunin) sedang cedera. Nah, begitulah perumpamaan diri saya dalam kelas yang berisi 48 peserta.

Sifat lain yang menjadikan saya sebagai murid pasif adalah sikap anti terhadap SKSD (Sok Kenal Sok Dekat), kecuali terpaksa. Sebelumnya, saya pernah mencoba untuk SKSD di komunitas Kompasiana tetapi hasilnya malah garing dan tanpa respons. Akhirnya, saya memutuskan untuk jadi pasif saja sembari tetap belajar dalam sunyi.

Menjadi pasif membuat saya banyak belajar karakter orang. Dalam kelas menulis bersama Daeng Khrisna, mayoritas kompasianer termasuk tipe sanguinis (aktif bersosialisasi). Tipe kedua yang banyak ditemukan adalah melankolis (bijaksana). Terakhir, ada juga sebagian kecil yang plegmatis (santai).

Dominasi karakter sanguinis membuat kelas yang diampu Daeng Khrisna Pabichara ini ramai dan menarik. Ketika Daeng Khrisna memberikan stimulus, mereka merespons dengan sangat baik. Di dalam keramaian itu entah mengapa saya menikmati belajar secara pasif dengan cara membaca percakapan diskusi di antara mereka.

Sebenarnya, saya bukan satu-satunya murid yang pasif. Bahkan, dalam pembelajaran luring, kita sering menjumpai para pelajar pasif. Hal tersebut saya alami sendiri karena profesi saya adalah seorang guru di salah satu sekolah Kota Malang. Biasanya, mereka punya segudang alasan mengapa menjadi pasif, seperti contohnya minder atau malu untuk aktif.

Meski terkesan apatis, sebenarnya ada kewajiban yang harus diperhatikan oleh murid pasif. Yang paling penting ialah ketika nama disebut atau ada pertanyaan yang sifatnya tertuju pada si pasif, maka haruslah dijawab. Atau kalau malu menjawab di grup silakan balas lewat japri (jaringan pribadi). Inilah etika seorang murid pasif.

Sebagai murid yang pasif, saya ingin meminta maaf pada Daeng Khrisna Pabichara dan pengelola kelas, khususnya Mas Syahrul Chelsky. Saya adalah tipe orang yang lebih suka belajar di kelas kecil dengan sedikit siswa. Belajar seperti itu terasa lebih efektif dan saya bisa leluasa menuangkan tanya kepada sang guru.

Melalui tulisan ini pula, saya ingin menyampaikan terima kasih pada admin grup yang tetap mengizinkan saya ikut kelas tersebut meski pasif. Untuk guruku, Daeng Khrisna Pabichara, terima kasih atas ilmu linguistik dan teori sastra yang engkau berikan. Saya merasa kembali ke bangku kuliah sastra di Universitas Negeri Malang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun