Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Tahun-Tahun yang Menyala (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lukisan Perempuan di UKS Sekolah 2

13 Oktober 2020   07:42 Diperbarui: 13 Oktober 2020   07:55 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*****

Namaku Ayu, akan kukisahkan kepadamu tentang hidupku, yang kosong dan terjebak dalam lukisan. 

Lukisan yang ada di UKS Sekolah hanya bisa dilihat oleh orang beraura putih. 

Lukisan itu melayang-layang sepanjang sepi dan mencari sang terpilih.  

Namun, tak ada yang mau melepas jasadku sejak kematian di tahun 1992.

Pada akhirnya, lukisan ini kembali ke asalnya. 

Dahulu kala sekolah ini adalah sebuah pabrik dan UKS ini menjadi tempat terakhir bagiku. 

Dalam lukisan, tulangku menjadi rangka, kulit dan darahku mengering membentuk kanvas. 

Kau harus tahu, akulah korban kejahatan penguasa pabrik ini. 

Tenang, jangan takut apalagi ragu, aku hanya memohon kepadamu untuk menguburkan jasadku dengan cara yang layak.  

***** 

Namanya Ayu, dia telah mati dan jasadnya terjebak dalam sebuah lukisan. 

Aku? Pras, guru biasa saja yang iba mendengar kisahnya.

Kami mulai saling bicara dalam realitas dunia yang berbeda tanpa batas ruang dan waktu.

Lalu, Ia membicarakan tentang pemakaman dan memintaku melayakkan sisa tubuhnya.

Kami makin bersahut-sahutan. Bahkan, membicarakan tentang Tuhan.

***** 

Bus nomor 13 tiba-tiba mogok, ini pertanda dari yang tak kasatmata.

Segera kukembali ke sekolah, mengambil lukisan itu.

Membawanya ke rumah, Menguburkan lukisan itu dengan kain kafan di halaman belakang.

Lalu...

Panas siang mendadak dingin, aroma kemenyan merebak dari ruang tengah, membentuk bayang tiga dimensi.

Ia menampakkan wajah tersenyum, memintaku untuk tahlilan. 

Yasin kubaca, ia menangis. Air mataku pun menetes. 

Akhirnya, ia menghilang  pulang.

Lenyap.

***** 

Kematian adalah kepastian.

Kematian adalah perjalanan.

Kematian adalah awal kehidupan.

Ayu, hari sudah senja, mengapa rindu menjadi harap? 

Seakan ia adalah separuh jiwa dan aku bahagia mengingatnya.

Bersama gelap yang datang ketika maghrib. 

Ayu, Di mana kamu berada?

Rahasia masih rahasia. 

Biarkan ia menjadi teka-teki dan misteri.

*****

Jam 12 malam, angin berembus 

Aku terbangun mendengar suara lirih 

Dingin tapi sejuk 

Seperti biasa harumnya khas 

Ia melayang mendekat 

Lalu berujar

"Pras... 

Aku kembali"

Penulis: Yoga Prasetya, pujangga yang puisinya terkumpul dalam buku Retrospeksi Sumir (2020), Antologi Kalimats Koma (2019), dan Kepada Toean Dekker (2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun