Indonesia terkenal dengan kekayaan budayanya, dari Sabang sampai Merauke. Salah satu tradisi unik yang kini menjadi perhatian adalah Pal-Kapalan atau Balap Kapal Tradisional di Desa Kauman, Kecamatan Gebang, Kabupaten Jember. Tradisi ini bukan hanya menjadi ajang seru untuk masyarakat setempat, tetapi juga berpotensi menjadi sense of place atau lokasi tertentu menjadi pusat ekosistem ekonomi kreatif yang mampu meningkatkan kesejahteraan warga desa. Bagaimana caranya? Mari kita telusuri lebih dalam!
Balap Kapal Tanpa Mesin: Kearifan Lokal yang Berbeda
  Pal - Kapalan atau Balap Kapal merupakan tradisi warga kauman untuk perlombaan memeperingati kemerdekaan Indonesia di bulan Agustus. Pal-Kapalan bukan balap kapal yang menggunakan mesin atau tenaga yang lain, balap kapal ini hanya menggunakan arus sungai yang menjadi penggerak utama. Awalnya, tradisi atau perlombaan ini adalah mainan masa kecil beberapa warga sekitar dan warga memanfaatkan mainan tersebut sebagai perlombaan sebagai hiburan saja. Perlombaan ini juga memiliki beberapa kategori untuk dilombakan seperti ukuran atau diameter kapal di sama ratakan lalu dilombakan. Secara mekanisme perlombaan, Pal-Kapalan ini dibagi menjadi grup A dan B lalu di adu masing-masing grup setelah semua sudah ditentukan juara 1,2, dan 3 dari masing-masing grup di perlombakan lagi untuk menentukan juara final 1,2, dan 3.Â
Lalu, Bagaiamana mekanisme pendaftar untuk memperlombakan kapalnya ? Â langkah pertama, mendaftar terlebih dahulu lalu akan diberikan nomer urut untuk di lombakan. Langkah kedua, panitia akan mengambil 4-5 kapal untuk di lombakan. Langkah ketiga, panitia akan memulai dengan meletakkan kapalnya di alat khusus berbentuk persegi yang terbuat dari besi untuk diluncurkan menggunakan penguncian kalau secara analogi seperti kita membuka jendela, sehingga di alat khusus tersebut diletakkan kapal lalu ketika dibuka engselnya kapal itu akan jatuh ke sungai dan meluncur. Langkah akhir atau garis akhir dari kapal-kapal yang dilombakan di garis start tadi adalah panitia akan menunggu di garis final dengan jaring sehingga kapal tadi tidak dapat ditangkap oleh panitia, lalu diletakkan di papan untuk pengentasan kapal yang sudah di lombakan, dan diambil oleh pemilik kapal tersebut.Â
Lalu bagaimana membuat kapal tersebut? Membuat kapal inipun memiliki tahapan proses yang cukup sederhana dan detail, yaitu sebagai betikut:
- pertama, menyerahkan mal atau desain kepada pembuat kapal,Â
- kedua, setelah mal atau desain kapal tersebut diserahkan lalu kayu berbentuk kotak dengan Tebal 9cm Panjang 25-26 cm di potong dan dibentuk sehingga menjadi seperti bentuk kapal,Â
- ketiga, dilanjut dengan membuat sirip atau ekor bisa dari kayu atau galvalum fungsinya untuk meluncur dengan cepat di arus sungai,Â
- keempat, kemudian di beri besi di dalam kayu yang sudah berbentuk kapal tersebut sebagai pemberat dan penyeimbang ketika di air,Â
- kelima, lalu di dempul dan di uji coba apakah sudah seimbang atau tidak, jika belum seimbang maka di beri pemberat lagi di sisi yang tidak seimbang atau dikurangi pemberatnya jika terlalu berat,Â
- keenam, kemudian yang terakhir merupakan finishing yaitu di dempul lagi jika ada yang diperbaiki dan di epoxy atau dicat sesuai request klien.Â
Nah, dari sini ada track tersendiri atau jalur arus sungai untuk perlombaan Pal-Kapalan tersebut. Track atau jalur kapal-kapalan ini diberi penyanggah kayu, batu, dan rangka kawat di samping kanan kiri untuk mencipatakan tracknya, sehingga bentuknya akan menjadi seperti track tamiya namun nanti akan di aliri air dari sungai Gebang tersebut.Â
Tradisi ini telah menjadi hiburan rakyat yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya sebagai bentuk nasionalisme. Mainan kecil yang dimainkan ketika kecil namun berdampak lebih bagi sosial dan ekonomi di desa tersebut. namun, siapa sangka bahwa tradisi ini juga bisa menjadi sumber inspirasi ekonomi kreatif yang berkelanjutan?
Ekosistem Ekonomi Kreatif: Lebih dari Sekadar Perlombaan
Ketika balap kapal ini dipoles dengan sentuhan ekonomi kreatif, potensinya bisa melebihi sekadar tontonan. Berikut adalah beberapa ide inovatif untuk membangun ekosistem ekonomi kreatif yang berkelanjutan dari tradisi balap kapal ini:
- Transformasi ke Media Digital: Dokumenter dan Serial Web
Bayangkan menyaksikan balap kapal ini dalam bentuk film dokumenter atau vlog Ketika event dilaksanakan yang bisa diakses di platform streaming seperti YouTube. Tidak hanya menampilkan aksi seru di sungai, tapi juga kisah-kisah inspiratif para pembuat kapal dan masyarakat desa. Konten ini akan membuka peluang promosi wisata dan budaya lokal, sekaligus menjadi sumber pendapatan bagi komunitas melalui monetisasi digital.
- Merchandise Unik: Dari Miniatur Kapal hingga Fashion Bertema Tradisi
Momen balap kapal bisa diabadikan dalam bentuk merchandise kreatif seperti miniatur kapal kayu, kaos bertema balap, dan aksesoris fashion yang terinspirasi dari motif kapal tradisional. Dengan memanfaatkan platform e-commerce, produk-produk ini bisa dijual tidak hanya di pasar lokal tetapi juga menembus pasar internasional. Selain menjadi sumber pendapatan baru, ini juga memperkenalkan budaya Jember ke dunia.
- Paket Wisata Edukasi dan Workshop Kapal Kayu
Tidak hanya menarik wisatawan lokal, Desa Kauman bisa menjadi destinasi wisata edukasi. Menawarkan workshop pembuatan kapal kayu di mana pengunjung bisa belajar langsung dari para pengrajin lokal. Bayangkan anak-anak sekolah atau wisatawan internasional yang datang untuk mendapatkan pengalaman otentik, dari memahat kayu hingga menguji kapal mereka di sungai.
Dampak Sosial dan Lingkungan: Lebih dari Sekadar Hiburan
  Mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif dari balap kapal ini juga memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dari segi sosial, acara ini bisa memperkuat solidaritas dan kebanggaan komunitas lokal. Sedangkan dari segi lingkungan, acara ini bisa menjadi sarana kampanye untuk menjaga kebersihan sungai, mengingat kelestarian sungai sangat penting bagi keberlangsungan balapan ini.
Kesimpulan: Membangun Masa Depan Ekonomi Desa Melalui Kearifan Lokal
  Potensi balap kapal di Desa Kauman ini bukan hanya soal menjaga tradisi, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Dengan kolaborasi antara komunitas lokal, pemerintah, dan sektor swasta, tradisi ini bisa menjadi magnet wisata baru yang tidak hanya mengangkat ekonomi lokal tetapi juga memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia ke kancah internasional.
Saatnya kita mendukung inisiatif lokal yang menginspirasi ini dan bersama-sama membangun masa depan yang lebih cerah bagi desa-desa di Indonesia. Jadi, siapkah Anda merasakan serunya balap kapal di Sungai Gebang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H