Mohon tunggu...
Yoga Pradana
Yoga Pradana Mohon Tunggu... PNS -

Ajeg lan jejeg

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

House of Moo Semarang: Buah Manis dari Kerja Keras dan Kesabaran

21 Oktober 2014   22:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:13 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14138804681461060800

Suatu ketika saya sedang membuka sosial media, saya dapati di timeline teman kuliah saya mengupload sebuah gambar. Gambar adalah foto pembangunan tempat usahanya yang telah dirintis dari masa kuliah. Saya mengetahui betul kapan mereka memulai dan merintis usaha karena teman saya itu adalah teman satu jurusan sekaligus teman satu kontrakan saat saya mengambil program studi manajemen di Universitas Diponegoro Semarang. Saya sendiri adalah alumni UNDIP tahun 2009 dan baru setahun ini saya diwisuda. Saya teringat saat itu memasuki semester 4 dan memang atmosfir di kampus kami yang notabene adalah Fakultas Ekonomi dan mungkin di kampus-kampus yang lain juga sedang giat-giatnya menanamkan jiwa wira usaha atau yang lebih kerennya disebut entrepreneurship. Adanya fenomena ini menurut saya begitu beralasan, rata-rata lulusan sarjana di Indonesia memang lebih banyak yang memilih untuk menjadi pegawai daripada menjadi seorang entrepreneur ini. Dengan ditanamkannya entrepreneurship dalam kehidupan kampus ini diharapkan seorang lulusan universitas tidak hanya menggantungkan diri pada lowongan-lowongan kerja yang dibuka oleh perusahaan atau instansi yang membutuhkan pegawai baru. Ketika para mahasiswa sudah diperkenalkan dengan entrepreneurship sejak awal, mereka akan berpikir untuk membuka usaha baru yang pada akhirnya juga akan membuka banyak lapangan kerja. Mereka dilatih untuk merubah mindset dari pencari kerja menjadi pencipta kerja atau pemberi kerja. Setidaknya hal ini juga membuka wawasan bagi mahasiswa yang tetap ngotot ingin menjadi pegawai, mereka dapat membuka usaha sampingan disela-sela kesibukannya menjadi pegawai, menarik bukan bisa menjadi pegawai sekaligus pengusaha ?

Getol-getol nya pihak kampus dalam menanamkan entrepreneurship ini dapat kami lihat pada mata kuliah-mata kuliah bertemakan wirausaha yang wajib diambil oleh setiap mahasiswa di jurusan manajemen di FE Undip pada saat itu. Selain mata kuliah yang berbau entrepreneur, pihak kampus juga menstimulus para mahasiswa agar mengajukan proposal pendirian usaha melalui Program Mahasiswa Wirausaha (PMW). Jadi bagi mahasiswa yang mempunyai ide segar untuk mendirikan usaha akan difasilitasi pihak kampus untuk mendapatkan bantuan pendanaan dengan syarat lunak. Jika proposal itu bagus dan disetujui maka dana akan turun secara bertahap. Para mahasiswa yang mengajukan proposal tersebut hanya diwajibkan mengganti dana talangan sebesar 50 persen dari total dana yang telah dicairkan dengan waktu jatuh tempo yang cukup lama. Berawal dari penawaran itu, saya tertarik untuk membuat proposal yang intinya saya beserta 2 orang teman, Andri dan Andre  ingin membuka sebuah kedai kopi atau coffee shop. Dalam pikiran saya saat itu betapa kerennya mahasiswa yang mempunyai usaha sampingan  coffee shop. Tak mau kalah teman satu kontrakan saya bersama 4 orang teman saya yang lain yang bernama Bustan, Vita, Roni, Nia, dan Bimo yang masih satu jurusan dengan saya juga membuat proposal pengajuan usaha. Jika saya ingin membuat coffee shop, teman saya itu ingin membuat pan cake. Saya tidak mengetahui secara detail konsepnya, karena saya hanya melihat sekilas saja pada saat itu. Pendek kata proposal telah kami kirim ke pihak panitia penyelenggara Program Mahasiswa Wirausaha (PMW), baik proposal saya sendiri maupun proposal teman saya yang ingin membuat pan cake tersebut. Waktu terus berlalu, akhirnya diumumkan juga siapa saja yang proposalnya lolos di program tersebut. Setelah scroll dari atas ke bawah file pengumuman yang telah didownload saya tidak menemukan judul proposal saya, begitu juga dengan proposal teman saya. Proposal kami tidak lolos dua-duanya. Saya berhenti disitu dan berpikir lebih baik saya fokus kuliah dan mencari beasiswa saja. Tetapi tidak dengan teman saya, mereka nekat ingin membuka usaha dengan konsep kedai susu dan angkringan.

Benar saja, tak lama kemudian kelima orang teman saya itu sering mengadakan rapat-rapat di salah satu kamar di rumah kontrakan saya. Mungkin mereka membahas apa saja yang perlu disiapkan dalam membuka usaha baru tersebut. Singkat cerita dibukalah usaha kedai susu dan angkringan itu di daerah Ngesrep Timur, Semarang dengan menyewa halaman depan rumah yang berada di pinggir jalan dan dengan modal awal yang didapat dengan cara patungan. Pada saat itu mereka menggunakan sebuah gerobak yang diletakkan di pinggir jalan, sedangkan meja-meja untuk pelanggan diletakkan di halaman depan rumah, dimana posisi halaman rumah tersebut memang sedikit di bawah permukaan jalan. Pada awalnya usaha tersebut memang masih sepi pelanggan, maklum saja namanya juga usaha baru. Saya dan teman-teman sering kali nongkrong disitu supaya warung terlihat rame dengan harapan membantu teman untuk menarik pelanggan. Menu andalan yang saya pesan saat itu adalah es teh atau teh hangat dan rokok eceran. Sudah menjadi kebiasaan orang kan apalagi mahasiswa kalau mencari tempat tongkrongan yang murah dan bisa disitu lama-lama. Tetapi sesekali saja juga memesan menu andalan mereka seperti susu, kentang goreng, atau nasi bungkus. Warung teman saya itu juga menyediakan beberapa alat permainan sederhana seperti kartu remi, kartu domino, kartu uno, dan karambol agar pelanggan yang hobi nongkrong betah disitu dan mengajak temannya lebih banyak di lain kesempatan.

House of Moo, sumber: infotembalang

Waktu terus berjalan, yang namanya merintis usaha pasti ada pasang surutnya. Ada kalanya ramai, tetapi ada kalanya sepi pelanggan. Tetapi saya melihat kecenderungan bahwa nantinya usaha ini akan berkembang. Teman-teman saya itu rajin sekali dalam melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan usaha ini. Saya ingat betul saat saya baru bangun dan mereka sudah pulang dari mengambil susu di daerah gunung pati yang berjarak lumayan jauh dari kontrakan. Begitu juga dalam survey menu kesana kemari di tempat usaha milik orang lain ketika mau membuat menu baru. Setelah melakukan survey, teman-teman saya ini akan meracik menu dengan metode trial & error, sering pula saya dan teman-teman yang main di kontrakan menjadi tester menu baru ini. Untuk masalah pendanaan, mereka juga rajin mengajukan proposal ke berbagai lembaga yang mendukung  program wirausaha sebagai bentuk Corporate Social Responsibility (CSR)-nya, seperti Pegadaian dan Bank Indonesia yang saya tahu. Mereka juga rajin dalam mengikuti event-event wirausaha seperti Young On Top ataupun event yang diadakan oleh HMJM FEB Undip seperty enfution, serta berguru kepada mereka yang telah sukses merintis usaha sebelumnya. Hambatan-hambatan pun sering sekali dihadapi oleh teman-teman saya ini, dari keterbatasan dana, keadaan lingkungan yang tidak mendukung, sulitnya membagi waktu antara kuliah dan usaha, serta keluarnya kedua teman saya dari usaha tersebut. Sehingga tinggal 3 orang yang menjadi owner sampai sekarang, yaitu Bustan, Vita, dan Roni.

Pelan tapi pasti, pelanggan pun mulai meningkat secara signifikan. Bahkan kadang saya mengurungkan niat main ke warung karena rame sekali sehingga tidak mendapatkan tempat duduk. Pada saat semester-semester akhir di bangku kuliah, saya ketahui bahwa teman-teman saya tidak lagi membuka usaha di tempat yang lama. Mereka pindah ke tempat yang baru yang sepertinya lebih strategis, tepatnya di Jalan Jatimulyo No. 1, Tembalang. Tak hanya tempat saya yang baru, namun sepertinya konsep juga baru. Dengan menu aneka susu yang lebih mendominasi dan makanan pelengkapnya. Begitu juga dengan tata letak dan desain layoutnya, serba baru. House Of Moo merupakan kedai susu berkonsep peternakan sapi bahagia. Kekhasan di House Of Moo adalah blankon bertanduk yang menjadi icon yang dipakai oleh owner dan pegawainya saat melayani pelanggan, dan sapaan milkylover kepada para pelanggan, dan produk utama yang menawarkan susu dan turunannya seperti yoghurt. Sekarang saya tidak bisa lagi memesan es teh dan ngecer rokok karena memang tidak ada menu tersebut. Mungkin ini saatnya saya juga harus berkembang seperti usaha ini dengan memesan menu yang lebih bermutu..hehehe.

Setelah lulus kuliah, lama sekali saya tidak bertemu teman-teman saya yang dulunya satu atap ketika menimba ilmu di  FE Undip itu. Akhirnya pada saya sempatkan main ke warung pada saat libur weeken pada bulan Mei 2014 lalu. Tempat itu ramai sekali pada saat saya datang, begitu juga dengan tempat parkirnya yang penuh sesak. Saat itu mereka telah mempunyai 8 sampai 9 orang pegawai yang saya tahu. Menunya juga semakin hari semakin bervariasi. Sungguh perkembangan yang pesat sekali.  Saya sebagai teman lama yang tahu bagaimana sulitnya merintis usaha ini dari bawah merasa bangga sekaligus senang dengan kesuksesan teman-teman saya ini. Kembali ke timeline sosial media, apabila bangunan yang ada di dalam foto tersebut telah jadi, berarti mereka tidak perlu mengontrak tempat untuk berjualan lagi karena telah mempunyai tempat sendiri untuk usaha tersebut. Mereka telah memiliki pelanggan, pegawai, dan asset sendiri sebagai hasil kerja keras dan kesabaran yang telah dijalani. Semoga menginspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun