Mohon tunggu...
Yoga Pradana
Yoga Pradana Mohon Tunggu... PNS -

Ajeg lan jejeg

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Melihat Kinerja KPK dari 2 Sudut Pandang

15 Januari 2015   05:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk pada tahun 2002-2003 lembaga negara independen ini tak habis-habisnya menjadi pembicaraan bagi orang-orang yang masih peduli dengan nasib dan moral bangsa. Lembaga ini seakan-akan memberikan harapan bagi warga negara yang mengiginkan Indonesia berbenah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari intervensi dan kekuasaan manapun. Pada saat ini KPK telah berganti kepemimpinan sebanyak 3 periode, akan tetapi KPK tetap saja menjadi bahan pembicaraan yang “sexy”, karena keberaniannya dalam membuka kasus-kasus besar tipikor yang menjangkiti negeri ini.

Kinerja KPK yang dianggap bagus juga tak lepas dari kerja keras staf-staf serta para pimpinan yang bekerja di lembaga tersebut. Sepengetahuan saya bekerja di KPK itu termasuk berat, mulai harus merahasiakan identitas diri sampai kehabisan waktu untuk keluarga untuk mereka yang berada di level pimpinan. Lebih beratnya lagi sudah merupakan hal yang wajar apabila teror-teror sering sekali dialamatkan kepada para pimpinan ini. Teror-teror ini bisa berupa terror fisik maupun metafisik dengan harapan bisa mengintervensi putusan terhadap kasus yang sedang ditangani. Memang tak mengherankan hal yang demikian bisa terjadi karena kasus-kasus yang ditangani KPK biasanya melibatkan para petinggi negara, petinggi daerah, maupun orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh besar di negeri ini. Kasus yang terakhir yang saya dengar adalah kasus yang menimpa Ketua MK dan kasus yang menimpa Menteri ESDM. Keberadaan KPK ini sepertinya memang dianggap merusak permainan yang dilakukan oleh orang-orang penting yang sudah didakwa melakukan tipikor tersebut. Maka dari itu sudah bukan rahasia umum lagi kalau terdapat indikasi-indikasi untuk mengkriminalisasi pimpinan KPK yang selanjutnya akan berdampak juga pada lembaga KPK itu sendiri secara keseluruhan. Kita tentu masih ingat dengan polemik “cicak vs buaya” dan salah satu pucuk pimpinan KPK yang pernah tersandung kasus pembunuhan pada tahun 2009 dan langsung diberhentikan. Sampai saat ini saya tidak mengetahui pasti perkembangan kasusnya, apakah ada unsur konspirasi atau tidak.

Beberarapa hari belakangan ini di media-media berhempus kabar yang menghebohkan yang berusaha untuk menjatuhkan pimpinan KPK saat ini, Abraham Samad. Ketua KPK ini digosipkan berpose mesra dengan seorang wanita dimana foto ini menyebar di dunia maya. Hal ini terjadi tak lama setelah KPK menetapkan calon tunggal Kapolri, Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Berbagai pandangan juga dilontarkan untuk menanggapi keputusan KPK ini. Ada yang menilai bahwa Presiden tidak konsisten dalam menentukan pimpinan negara yang memiliki rekam jejak yang bersih. Ada pula yang menilai mengapa KPK baru menetapkan status Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka setelah dicalonkan menjadi Kapolri, dengan kata lain putusan KPK ini terlambat dan terkesan menghambat pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi Kapolri. Kabar terakhir menyebutkan bahwa DPR RI melalui komisi III menyetujui bahwa Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri. Saya sebagai masyarakat awam juga tidak mengetahui secara pasti mana salah dan mana yang benar, karena pada saat ini kita juga kadang terpancing oleh media yang bisa mengarahkan opini publik. Semuanya masih abu-abu, sama seperti ketika pilpres kemarin dimana saya bingung memilih dua calon yang apabila saya berpikir positif keduanya sama-sama baik dan layak, namun saya juga tak melupakan dua kubu tim sukses yang saling serang.

Menurut saya sejak berdirinya KPK pada tahun 2003 sampai sekarang memang KPK telah berhasil mengusut kasus-kasus besar tipikor dimana kinerja KPK ini patut kita apresiasi. Dalam hal ini KPK telah bertindak sebagai “agent of change” atas harapan besar rakyat Indonesia selama ini yang merindukan negara yang bersih dari tindak pidana korupsi. Akan tetapi di sisi lain dengan semakin banyak kasus yang ditangani KPK adalah indikator bahwa korupsi di negeri ini sudah mengakar kuat. Dengan dibentuknya KPK seharusnya kasus tipikor menurun dari tahun ke tahun, dalam hal ini bukan menurun karena tidak terungkap melainkan menurun karena benar-benar tidak ada kasus tipikor yang dilakukan para penyelenggara negara. Mungkin pemerintah perlu mengevaluasi kembali hukuman yang akan diberikan kepada terdakwa yang terbukti melakukan tipikor, sehingga hukuman tersebut dapat memberikan efek jera. Sehingga orang atau sekumpulan orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan hal-hal yang mengarah kepada tipikor. Apabila memang benar sudah banyak ketidakbenaran yang terjadi di negeri ini semoga saja masih ada kebenaran walaupun segelintir saja, yang pada waktunya akan mengubah segalanya menuju ke arah yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun