Mohon tunggu...
Yoga Pangestu
Yoga Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Profesi mahasiswa.

Mahsiswa sejarah yang mulai keranjingan ilmu filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kaum Sofis : Impostor at Argument

27 Agustus 2023   10:36 Diperbarui: 27 Agustus 2023   10:40 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cicero filsuf dan sastrawan Roma berpendapat bahwa Sokrates telah membawa filsafat turun dari langit ke bumi. Kalimat ini diartikan bahwa Sokrates telah merubah gaya pemikiran filosifis dari yang sebelumnya berorientasi pada langit (dewa-dewa, penciptaan, alam dsb), menjadi orientasi pada manusia (akal-budi, negara, hukum dsb). Namun sebelum memasuki alam pikiran Sokrates ada baiknya kita menengok sedikit mazhab Sofisme, yang nantinya kritik atas pemikiran mereka yang nakal akan menjadi cikal-bakal filsafatnya Sokrates.

Kemunculan kaum sofis memiliki kaitan erat dengan kemajuan sosial-politik dan ekonomi Athena sebagai pusat polis pada saat itu, setelah memenangkan Perang Persia pada (449 SM) perluasan wilayah dan masuknya uang pajak yang banyak merubah haluan kebutuhan warga Hellas pada saat itu. orang-orang tidak lagi dituntut hanya jago dalam bidang laga (peperangan), namun juga cakap dalam seni berbicara, pidato dan retorika. Sebab sifatnya sangat penting untuk hidup dalam rezim demokrasi pada saat itu. Sehingga kebutuhan akan pendidikan menjadi prioritas utama.

Maka pada saat itu juga banyak sekolah-sekolah yang muncul mengajarkan keterampilan berbicara. Pengajar yang mengajarkan kecapakan itu dengan imbalan uang disebut Sofis. Berbeda dengan filsuf lain seperti Sokrates, Plato, ataupun Aristotales, sofis memiliki artian filsuf yang buruk nantinya. Sebab fokus mereka bukan mencari kebijaksaan, hanya sebatas memenangkan debat dan meyakinkan massa untuk memenangkan jalan perpolitikan serta mencetak uang.

Kata sofis sebenarnya sudah digunakan jauh sebelum abad ke lima. Sofis berasal dari kata sophiteas yang mempunyai arti "seorang bijaksana", "orang yang memiliki keahlian tertentu", atau sarjana dan cendikiawan. Heredotus menggunakan kata sofis untuk menyebut filsuf Phytagoras, selain itu ada juga Adrotion pada abad ke 4 menyebut Sokrates sebagai sofis (dalam artian baik). Juga Lylias menyebut Plato sebagai sofis. Namun nantinya sofis sudah tak harum lagi namanya. Misalnya sekarang dalam bahasa Inggris sophist diartikan "seorang yang menipu", argumentasi yang tidak sah, dan berbau jelek. Bahkan nanti Plato mengatakan bahwa kaum sofis seperti warung yang menjajakan barang rohani.

Kebanyakan dari sofis ada seorang pelancong yang banyak mendatangi berbagai tempat. Sehingga mereka melahirkan pertanyaan-pertanyaan ekstrim dan juga mendobrak nilai kekolotan yang dianut seperti hukum, tradisi, agama dsb. Namun dijawab dengan kesembronoan sofis yang nantinya bisa dikatakan memunculkan relativisme sofis yang menganggap bahwa tidak ada hukum yang absolut semua hanya berdasarkan kesepakatan orang-orang saja.

Thrasymacos filsuf sofis, megatakan bahwa hukum adalah produk penguasa atau orang kuat untuk menekan mereka yang lemah. Tiada hukum yang absolut, tidak abadi, dan tidak berlaku umum. Semua tergantung pada kepentingan sang pembuat hukum. Menurutnya lagi lantas untuk apa hukum, jika anda sudah kuat, kecuali hanya gincu (hiasan) untuk melindungi kepentingan tertentu. Sangat sarkastik apa yang disampaikan oleh Thrasymacos. Namun kadang mungkin tidak benar juga sebab terkadang dalam realita tidak selamanya yang kuat selalu menang dari yang lemah.

Selain hukum, sofis juga mengkritik moral. Anthipon memiliki pendapat bahwa orang-orang bisa saja terang-terangan melakukan kejahatan, atau perbuatan tercela, asal tidak ada yang melihatnya. Sebab hukum dinilainya hanya sebatas kesepakatan, antar orang-orang. Jika ada yang melakukan tindak tercela selama tidak disaksikan orang lain, berarti hal itu umum dan lumrah saja. Moral juga dianggapnya berbeda-beda disetiap tempat, belum tentu sama nilainya. Baik disini belum tentu baik disana. Semua kembali kepada kesepakatan manusia.

Protagoras justru mengeluarkan pernyataan yang cukup radikal juga dengan mengatakan bahwa manusia adalah ukuran untuk segala-galanya. Pernyataan ini yang melahirkan relativisme sofis, yang berarti kebenaran bergantung pada manusia. Sehingga kebeneran seluruhnya harus dianggap relatif. Semua pendapat sama benar, walaupun saling bertentangan. Misalnya jika dalam ruangan ada yang mengatakan bahwa udara panas namun juga ada yang mengatakan udara dingin, kedua anggapan itu dianggap benar. Sebab semua dikembalikan kepada pendapat perorangan.

Gorgias berpendapat agak terlihat nihilis (tidak ada sesuatu yang bernilai) dalam bukunya ia berpendapat bahwa tidak ada sesuatupun, seandainya sesuatu ada maka tidak dapat dikenal dan seandainya sesuatu dapat dikenal, maka pengetahuan tidak dapat disampaikan. Dapat diartikan Gorgias berpendapatan bahwa kebenaran tidak dapat diketahui. Namun sejatinya memang bukan kebenaran yang dituju oleh para kaum sofis, namun bagaimana mana meyakinkan masa dan memenangkan argumen.

Selanjutnya ada Hippias yang menyatakan bahwa manusia bertingkah laku berdasarkan physis atau kodratnya bukan berdasarkan nomos (adat-kebiasaan, hukum, undang-undang dsb). Kodratlah yang merupakan dasar dari tingkah laku manusia. Bukan peraturan seperti undang-undang yang sewaktu-waktu dapat direvisi dan diubah oleh pembuatnya. Terakhir pendapat Kritias yang menganggap bahwa agama merupakan ciptaan dari penguasa licik. Sebab banyak pelanggaran hukum yang dilanggar secara diam-diam, sehingga penguasa memerlukan pengawas yang sifatnya mutlak dan absolut, untuk menjaga hukum agar terus ditaati. Dengan adanya dewa-dewa dan Tuhan sebagai pengawas manusia maka hukum dapat tergaja dengan baik.

Sebab pandangan mereka yang nakal sofis telah dikenal buruk sejak dulu. Beragam cara dilakukan mereka untuk memenangkan argumen, memperoleh simpati massa, dan mendapatkan uang. Mereka tidak menggambarkan kebenaran, pintar bersilat lidah, sarkas dan tidak bijaksana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun