Mohon tunggu...
yoga munaf
yoga munaf Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

music is my life

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Beranikah Jokowi Ungkap Skandal BLBI?

12 November 2014   19:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:58 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Carut-marutnya BLBI dinilai masih menjadi mimpi buruk bagi pemerintah selama kurang lebih 15 tahun kebelakang.

Diawali dengan sebuah harapan mulia, menguatkan perekonomian negara dengan memperkuat sektor usaha perbankan nasional, mantan presiden Soeharto menerbitkan Pact 88 (Pacto 88 = Paket Oktober 1988) yang isinya mempermudah bagi pembentukan bank-bank. Hanya dengan modal 10 T rupiah, bisnis perbankan bisa didirikan.

Benar saja, sejak diterbitkannya Pact 88 usaha perbankan mulai menggeliat, banyak bank-bank swasta bermunculan.

Namun rupanya cita-cita tersebut justru berbuah malapetaka bagi pemerintahan bahkan hingga pemerintahan saat ini.

Munculnya krisis moneter 1998 mengakibatkan banyak bank-bank yang collapse. Isu krisis moneter tersebut menggiring masyarakat untuk melakukan penarikan secara besar-besaran dan serentak atas tabungan-tabungan mereka di bank. Kondisi ini tentu saja mengakibatkan bankir tersebut kewalahan, dan bahkan juga terancam bangkrut.

Untuk mencegahnya, pemerintah memberikan suatu solusi, sebuah jalan dimana bank-bank tersebut bisa disehatkan kembali. Melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tidak tanggung-tanggung dana yang digelontorkan Bank Indonesia guna menyelamatkan bank-bank tersebut, Rp 660 T.

Dana BLBI pemerintah kucurkan dengan catatan aset yang dimiliki oleh bank-bank tersebut harus diserahkan kepada pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau disingkat BPPN.

Bank-bank penerima obligasi dana talangan BLBI berjumlah sebanyak 49 bank. Hingga saat ini kebobrokan skema BLBI belum bisa dipertanggung jawabkan. Bahkan tidak hanya belum bisa dipertanggung jawabkan, sebuah fakta lain kurang disorot oleh publik adalah dari skema BLBI ini, negara justru malah berbalik menjadi berhutang kepada bank-bank tersebut.

Begini perinciannya,

Pada era menteri keuangan Bambang Sudibyo dan menteri perekonomian Kwik Kian Gie, sekitar Rp 430 T dikeluarkan sebagai obligasi rekapitulasi dengan kondisi non-hearing interest (tanpa bunga) dan non-treadable (tidak diperdagangkan), sedangkan pada era Bambang Subianto sebagai menkeu, diterbitkan kembali rekap sebesar Rp 210 T. Awalnya memang obligasi tersebut tidak dikenakan bunga, namun pada tahun 2003 obligasi tersebut oleh mentri keuangan Boediono ditetapkan sebagai obligasi berbungan dan dapat diperjual belikan.

Disinilah letak ke-ironisan skema BLBI. Bank-bank tersebut harus membayarkan beban bunga atas dana talangan BLBI yang mereka terima, namun siapa sangka ternyata untuk membayar bunga tersebut, negaralah yang harus menanggung dengan mensubsidi bank-bank tersebut menggunakan APBN. Total obligasi rekap tersebut mencapai Rp 600 T, dengan rata-rata per tahun mencapai Rp 60 T yang mana sudah barang tentu dana sebesar itu dibayarkan dengan menggunakan uang pajak yang disetor rakyat dengan banting tulang, dari Sabang sampai Merauke. Seharusnya perbankan nasional tidak lagi menerima suntikan dana dari pemerintah, karena sejak skema BLBI perbankan nasional sudah sehat dan meraih untung besar. Dengan demikian pemerintah bisa menggunakan dana yang digunakan untuk membayar bunga rekapitalisasi eks bank penerima BLBI untuk kepentingan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun