Yakin jokowi itu agen perubahan?
Bukan bermaksud pesimis atau bahkan skpetis, tapi mari kita berpikir realistis.
[caption id="attachment_206349" align="aligncenter" width="468" caption="Perubahan? (http://dwimauliddiana.wordpress.com)"][/caption] Oke, Jokowi itu bersih dan sangat populer saat ini. Kehadiran Jokowi mengingatkan saya akan euphoria Obama pada saat pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2008 yang lalu. Obama populer, dianggap agen perubahan yang bisa mengatasi ekonomi amerika yang sedang terpuruk saat itu. Lewat slogan yang sangat nyaman di setiap kuping rakyat yang frustasi “YES WE CAN!” Obama mempunyai semua unsur untuk menjadikan dia sebagai presiden Amerika Serikat berikutnya, terlepas dari obama berkulit hitam. Perlu diketahui, sejak dulu ada empat syarat tidak tertulis untuk menjadi presiden USA; yaitu “WASP”alias White, Anglo, Saxon, Protestan. Obama berhasil mendobrak hal itu, dan dia berhasil. Namun berhasilkah dia membayar lunas ekspetasi para pemilihnya? Bagaimana dengan Jokowi? Dalam skala yang lebih kecil, Jokowi mempunyai pelbagai syarat untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta selanjutnya. Lihat: dia bersih dari korupsi dan disukai masyarakat Jakarta (utamanya pemilih kelas menengah keatas), usianya pun terbilang muda. Memang slogan “Jakarta Baru” tidak setenar “YES WE CAN!”-nya Obama, namun siapa yang tidak tahu trend “baju Kotak-kotak”? Ini cara yang sangat jenius sebagai alat kampanye kepada masyarakat menegah keatas di Jakarta.
Inside Job
[caption id="" align="aligncenter" width="405" caption="Poster Film "]
Lalu apa hubungannya dengan Jokowi?
[caption id="" align="aligncenter" width="466" caption="Jokowi (http://www.rimanews.com)"][/caption] Ketika menonton "Inside Job", mata saya terbelalak ketika mendengar komentar Robert Graizda. Dia sangat skeptis dengan janji kampanye Obama yang menyinggung tentang ketamakan di Wall Street dan berjanji akan mereformasi sistem keuangan negaranya, mengubah budaya di Wall Street dan sebagainya. Janji kampanye tinggallah janji kampanye, untuk hal yang krusial seperti badan pemberi rating, Obama tidak memberikan perubahan yang berarti. Karena “It’s the Wall Street’s Goverment!” ujar Robert, bukan pemerintah yang punya kuasa tapi uang. Hal ini diperkuat dengan Obama menunjuk Timothy Geither sebagai menteri keuangan Amerika Serikat. Timothy merupakan bekas Presiden Federal Reserve New York, bahkan untuk penasihat ekonominya Obama menunjuk Larry Summers. Tidak cukup sampai disitu, Obama bahkan pada tahun 2009 mempekerjakan kembali Ben Benrnanke sebagai Presiden Federal Reserve. Pemerintahan kembali ke status quo, kembali di bawah bayang-bayang petinggi Wall Street. Ya, Obama yang populer tetap tidak dapat berdaya atas Wall Street. Berkaca akan sejarah, maka wajar saya bersikap apatis dan skeptis Jokowi bisa merubah Jakarta. Betul Jokowi berhasil sebagai Walikota Solo, namun (tanpa bermaksud merendahkan Kota Solo) ini adalah Jakarta. Terlalu banyak kepentingan yang bermain di Jakarta. Di kota ini bersarang para mafia dan birokrat busuk yang menyempurnakan predikat Jakarta sebagai kota Megapolitan dengan sejuta permasalahan yang kompleks. Obama sukses sebagai Senator, namun jauh dari sukses jika tolok ukurnya kita lihat dia sebagai presiden. Karena memang yang mereka jual sejak kampanye adalah pencitraan. Pencitraan bisa menarik simpati pemilih, namun suara saja tidak cukup kuat untuk bisa digunakan merubah negara.
Status Quo
[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Jakarta Bukan Milik Rakyat (http://www.suratkabarrbn.co.cc)"][/caption]
Maka saya tidak akan heran jika nanti kebijakan-kebijakan Gubernur Jokowi hanya akan mengakomodir kepentingan kelompoknya. Saya juga tidak akan heran jika nanti Jakarta berada di tangan beliau hanya sekedar berganti cangkanga saja dengan borok yang sama atau mungkin lebih parah di dalamnya.
Jangan heran jika Jakarta akan tetap seperti ini lima atau bahkan sepuluh tahun mendatang. Sekali lagi saya sangat tidak yakin Jokowi bisa menghancurkan mafia-mafia ibukota yang sudah sangat akut, bisa mengubah wajah birokrasi di Jakarta, mengusir macet dan banjir atau bahkan minimal menghilangkan korupsi pada saat pembuatan KTP. Bagi saya Jakarta Baru hanyalah sebuah slogan utopis, tidak kurang tidak lebih. Sekian. Salam.