Sebagai pelengkap dalam kehidupan, musik atau bermusik ialah sesuatu hal yang kompleks, mengikuti arus deras dan bunyi-bunyian di setiap masanya menjadi lalu lintas yang ramai. Kehidupan terus berkembang dan terus berkembang dibarengi dengan segala situasi dan kondisi yang dinamis-aktraktif. Begitu juga sebuah musik. Dewasanya kini industri musik di tanah air ada dalam posisi dilematis, banyak keadaan plus dan minus akibat digitalisasi dan teknologi informasi. Dulu jutaan copy kaset atau CD diproduksi masal menjadi royalti. Kini adanya pintu sosial media semua bisa masuk ke dalamnya. Dari mulai karya yang serius hingga yang asal-asalan. Semua dihidangkan dan terkesan mubazir untuk dikonsumsi publik apalagi yang berorientasi pada nasib belaka.
      Labelisasi semakin mewarnai kapitalisasi industri musik. Beberapa band papan atas membubarkan diri, berhijrah dan berpolitik. Kejenuhan seringkali menjadi alasan. Itu semua sebuah pemandangan yang tidak bisa dielak lagi. Ya, kita akui itu sebuah hak, juga hak tentang keasal-asalan tadi. Lagu-lagu semakin semraut cepat diadaptasi dan cepat pudar pula. Berbeda dengan kondisi lagu-lagu populer pada zamannya yang dirangking sesuai selera pendengar. Sekarang semua itu sudah tak laku lagi, karena sekarang semuanya harus berdasarkan entertainisasi dan pernak-pernik panggung sosial media.
      Berangkat dari itu semua, Failure of December yang merupakan band sederhana mengikuti derasnya tempo yang dinamis. Sejak 2010 terbentuk dan 2013 berkarya sampai pada saat ini, sebuah album "December is Sad" hanya tumbuh di gorong-gorong bawah tanah yang lembab. Tampil untuk dikonsumsi publik adalah ujian berat dari pada kearsipan sebuah karya itu sendiri. Dua-duanya memang tantangan untuk sebuah band kampung yang masih bertahan dengan konsistensi di tengah kesibukan dan persoalan hidupnya masing-masing. "Terjerat Luka", "Menyerah", "Tersingkirkan", "Melangkah Tertunduk Tersenyum", "Sepi", "Jalan Terbaik", "Sesalku", "Tak Ada Lagi", "Cinta", "Dua Hati",  dan lagu-lagu lain yang belum ada judul adalah bagian dari komposisi album pertama yang tidak pernah disampul dan diproposalkan. Bukan tanpa perdebatan hebat lahirnya anak-anak itu, bukan tanpa ruh pula. Lebih dari itu, dinamika dan benturan selalu terjadi di tubuh FOD (Failure of December) bahkan sampai saat ini.
      Walau hobi dianggap pelampiasan kekecewaan belaka, tapi sebagian kita sadar, bahwa pelampiasan harus tepat sasaran. Karena membentuk sebuah grup musik adalah membentuk sebuah keluarga. Dari rahim yang berbeda, kiblat dan genre yang berbeda.
      Kini sebelas tahun sudah dan tidak lagi balita. FOD berjalan dan lebih memilih merawat album cacatnya dibandingkan mengejakulasikan album baru tanpa susu formula yang tepat nantinya. Mungkin nanti dan belum.  Perihal harapan dan do'a tak usah ditanya. Senantiasa bermimpi diilhami sebuah karya yang luar biasa, berpengaruh atau sebuah karya yang tumbuh tanpa belas kasihan lingkungan, tapi diakui oleh para raja (pendengar). Semua itu diharapkan ada, sebelum popularitas menggoda dan segala macam motif yang menghalangi proses keseriusan berkarya.
      Satu tepukan tangan lebih berharga dari pada sekedar ambisi buta. Failure of December akan terus melangkah walaupun merangkak jauh. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H