Mohon tunggu...
Yofa Fitriani Zahra
Yofa Fitriani Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Jakarta - Ilmu Komunikasi (FISIP)

Universitas Muhammadiyah Jakarta - Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Massa sebagai Pembentuk Persepsi Publik

11 November 2023   21:42 Diperbarui: 11 November 2023   21:49 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada era informasi seperti sekarang, media massa memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk persepsi publik terhadap berbagai isu dan peristiwa. Para peneliti, menyadari kompleksitas pengaruh media, telah mengalihkan fokus penelitian dari komunikator ke komunikan, dari sumber ke penerima. Salah satu pendekatan yang muncul adalah pendekatan uses and gratification atau penggunaan dan pemuasan kebutuhan.

Pendekatan ini, yang pertama kali dinyatakan oleh Elihu Katz pada tahun 1959, menandai pergeseran penting dalam penelitian komunikasi. Sebelumnya, Bernard Berelson menyatakan bahwa penelitian mengenai efek media massa sudah mati, namun, kini penelitian lebih menitikberatkan pada apa yang dilakukan orang terhadap media. Dengan kata lain, khalayak tidak lagi dipandang sebagai pasif, melainkan sebagai individu yang aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.

Model uses and gratification dapat dianggap sebagai model efek moderat, yang berbeda dengan model efek terbatas dari Klapper. Fokusnya bukan hanya pada bagaimana media memengaruhi sikap dan pendapat, tetapi lebih pada bagaimana media memenuhi kebutuhan individu dan pada akhirnya membentuk persepsi mereka terhadap berbagai peristiwa.

Di samping itu, terdapat pula model efek moderat lainnya, seperti pendekatan agenda setting yang dikembangkan oleh Maxwell E. McComb dan Donald L. Shaw. Model ini memberikan perhatian khusus pada pengaruh media massa terhadap pengetahuan. Berbeda dengan model jarum hipodermis yang lebih fokus pada efek afektif, agenda setting menggeser fokus perhatian dari efek afektif ke efek kognitif.

Menurut teori ini, media massa tidak secara langsung memengaruhi orang untuk mengubah sikap, tetapi cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang. Media massa memilih informasi yang dihendaki dan, berdasarkan informasi yang diterima, khalayak membentuk presepsi mereka tentang berbagai peristiwa. Ucapan Bernard Cohen, seorang ahli ilmu politik, mencerminkan inti dari model agenda setting "It may not be successful much of the time in telling people what to think but it is stunningly successful in telling its readers what to think about." Hal itu  merujuk pada kemampuan media massa untuk menentukan topik atau isu yang dianggap penting atau relevan untuk diperbincangkan oleh masyarakat.

Beberapa kasus konkret akan bisa memberikan ilustrasi nyata tentang bagaimana media massa dapat membentuk persepsi publik.  Pertama, kita coba kembali meninjau pada 2016,  di mana pada saat itu pemilihan umum Amerika Serikat berlangsung dengan sangat sengit. Media massa, baik media konvensional maupun media sosial, memainkan peran penting dalam pembentukan opini publik terhadap kandidat-kandidat. Pemberitaan media yang negatif terhadap kandidat Hillary Clinton, seperti skandal email-nya, dianggap berkontribusi terhadap kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum pada saat itu.

Dalam kasus  tersebut, media massa menetapkan agenda tentang apa yang penting untuk dibicarakan dalam pemilihan umum Amerika Serikat. Media massa fokus pada skandal email Hillary Clinton, yang menyebabkan persepsi publik terhadap Hillary Clinton menjadi negatif. Hal ini pada akhirnya berkontribusi terhadap kemenangan Donald Trump.

Kemudian, pada tahun 2022, terjadi kerusuhan di Sri Lanka. Kerusuhan ini dipicu oleh krisis ekonomi yang melanda negara tersebut. Media massa Sri Lanka memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi tentang kerusuhan ini. Pemberitaan media yang dramatis dan emosional menyebabkan persepsi publik tentang kerusuhan ini menjadi negatif.

Pada kasus ini, media massa tidak hanya menetapkan agenda tentang apa yang penting untuk dibicarakan, tetapi juga bagaimana hal itu harus dibicarakan. Pemberitaan media yang dramatis dan emosional menyebabkan persepsi publik tentang kerusuhan menjadi negatif, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dalam kerusuhan tersebut.

Kedua kasus tersebut menyoroti peran krusial media massa sebagai perekat kuat dalam membentuk persepsi publik. Tanggung jawab media dalam membentuk persepsi menuntut tingkat kritisitas dan kehati-hatian yang tinggi dalam mengonsumsi berita. Dengan menggunakan berbagai model efek moderat, media tidak hanya memengaruhi pandangan dunia kita, tetapi juga membebani kita, sebagai konsumen informasi, untuk tetap waspada terhadap pengaruhnya yang signifikan. Kesadaran ini menjadi kunci dalam menghadapi kompleksitas peran media massa dalam membentuk persepsi dan interpretasi kita terhadap dunia sekitar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun