Mohon tunggu...
Yofa Fitriani Zahra
Yofa Fitriani Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Jakarta - Ilmu Komunikasi (FISIP)

Universitas Muhammadiyah Jakarta - Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Kekuasaan dan Organisasi

9 November 2023   01:51 Diperbarui: 9 November 2023   02:05 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu ide yang paling menarik dalam perilaku organisasi adalah gagasan tentang kekuasaan, yang melibatkan kemampuan untuk melakukan tindakan tertentu atau memiliki wewenang dalam sebuah organisasi. Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain. Sementara itu, organisasi adalah interaksi antara beberapa orang dalam sebuah wadah untuk mencapai tujuan yang sama. Kekuasaan adalah kapabilitas individu atau kelompok untuk memengaruhi tindakan orang lain atau hasil dalam suatu situasi. Salah satu teori klasik yang mengupas konsep kekuasaan adalah teori kekuasaan yang dikemukakan oleh Max Weber.

Menurut Weber terdapat tiga macam tipe dominasi kekuasaan:

  • Pertama adalah dominasi kekuasaan legal rasional. Tipe pertama tersebut merujuk pada bentuk dominasi kekuasaan yang dibentuk dengan sebuah aturan legal, seperti pemerintahan suatu negara.
  • Kedua adalah kekuasaan tradisional. Kekuasaan tradisional dihasilkan melalui kepercayaan tradisional yang dianut oleh masyarakat. Salah satu bentuk dominasi tradisional adalah kerajaan dan raja.
  • Adapun tipe terakhir adalah dominasi kekuasaan kharismatik. Dominasi kekuasaan yang diakibatkan oleh kharisma individu atau kemampuan individu yang dijadikan sebagai pemimpin yang mampu memberikan efek kepada masyarakat luas.

Kekuasaan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks organisasi, cara bagaimana kekuasaan digunakan sangat bergantung pada individu yang memanfaatkannya. Kekuasaan dapat disalahgunakan atau dieksploitasi. Pemanfaatan kekuasaan yang sesuai dan bijaksana akan mendukung pencapaian tujuan organisasi, sementara penggunaan kekuasaan yang tidak efektif akan berpotensi merusak fungsi keseluruhan sistem organisasi. Dalam organisasi harus membuat pilihan dan keputusan. Saat organisasi membuat keputusan maka keputusan tersebut adalah bentuk dari tindakan kekuasaan karena pembuat keputusan menggunakan kekuasaan (power) agar keputusan tersebut dapat diterima oleh semua pihak.

Kekuasaan yang digunakan secara bijak dalam suatu organisasi harus memperhatikan beberapa prinsip penting:

  • Transparansi: Penting untuk menjaga komunikasi yang terbuka dan transparan dalam organisasi. Setiap orang dalam organisasi harus memahami dengan jelas alasan dibalik keputusan dan tindakan yang diambil.
  • Keadilan: Kekuasaan harus digunakan secara adil dan untuk kebaikan bersama. Menggunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok kecil dapat merugikan iklim organisasi.
  • Empati: Memahami perasaan, kebutuhan, dan perspektif orang lain dalam organisasi sangat penting untuk membangun hubungan yang kuat dan efektif.
  • Kolaborasi: Mendorong semangat tim dan kerjasama antar anggota organisasi. Kekuatan individu dapat digabungkan untuk mencapai tujuan bersama.
  • Pembelajaran: Organisasi harus siap untuk terus belajar dan beradaptasi terhadap perubahan. Kekuasaan yang bijak menyadari bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui segalanya dan selalu ada ruang untuk pertumbuhan.

Studi kasus nyata yang terjadi di Indonesia terkait dengan materi kekuasaan dan organisasi adalah kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik. Seperti yang dijelaskan dalam artikel Kompas yang berjudul "Awal Mula Kasus Korupsi E-KTP yang Sempat Hebohkan DPR Hingga Seret Setya". 

Dalam kasus ini, beberapa pejabat publik diduga menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk memperkaya diri sendiri. Kasus ini menciptakan gejolak besar, terutama di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalankan pemanggilan terhadap banyak anggota dewan dan eks-anggota DPR RI selama proses penanganan kasus ini. Tokoh-tokoh berpengaruh juga terlibat dalam kontroversi ini.

Kasus utama korupsi e-KTP melibatkan delapan individu yang telah dinyatakan bersalah. Mereka antara lain Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung, dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Novanto). 

Selain itu, terdapat pengusaha Andi Naragong, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, dan mantan anggota DPR Markus Nari. Mereka memanfaatkan posisi dan wewenang mereka untuk memuluskan proses pengadaan e-KTP dan memperoleh keuntungan pribadi. Tindakan mereka merugikan negara dengan kerugian mencapai Rp 2,3 triliun tetapi juga masyarakat luas, serta merusak fungsi keseluruhan sistem organisasi.

Kasus ini menunjukkan pentingnya penerapan prinsip-prinsip kekuasaan yang bijak dalam organisasi. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan kekuasaan yang bijak adalah transparansi, keadilan, empati, kolaborasi, dan pembelajaran. Dalam kasus korupsi e-KTP; prinsip transparansi tidak diterapkan dengan baik karena proses pengadaan e-KTP tidak dilakukan secara terbuka dan transparan. Prinsip keadilan juga tidak diterapkan karena pejabat publik yang terlibat memanfaatkan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Prinsip empati juga tidak diperhatikan karena tindakan mereka merugikan masyarakat luas.

Kasus ini juga menunjukkan bahwa kekuasaan harus digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dan bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok kecil. Organisasi harus membuat keputusan yang bijak dan memperhatikan prinsip-prinsip kekuasaan yang bijak agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik. Pemanfaatan kekuasaan yang sesuai dan bijaksana akan mendukung pencapaian tujuan organisasi, sementara penggunaan kekuasaan yang tidak efektif akan berpotensi merusak fungsi keseluruhan sistem organisasi.

Kasus korupsi e-KTP juga menunjukkan pentingnya penerapan hukum dan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran kekuasaan dalam organisasi. Dalam kasus ini, beberapa pejabat publik yang terlibat dalam korupsi e-KTP telah diproses dan divonis bersalah. Namun, masih banyak kasus penyalahgunaan kekuasaan dalam organisasi yang belum terungkap dan diproses secara tegas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun