Mohon tunggu...
YoExplore IDN
YoExplore IDN Mohon Tunggu... Penulis - Explore Unique Experience!

#YoExplore

Selanjutnya

Tutup

Trip

Kisah Landmark Khas Surabaya yang Aesthetic!

31 Desember 2020   18:00 Diperbarui: 14 Desember 2020   14:57 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Discovering Surabaya

Kalau kamu sedang ngopi cantik pada café di Surabaya, jangan lupa untuk menyempatkan diri mengunjungi  salah satu Landmark Khas Surabaya Yang Aesthetic. Kota Pahlawan ini terkenal memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Sesuai seperti apa yang tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M, Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial tiba. Prasasti tersebut menyatakan bahwa dahulu Surabaya berupa desa di tepi sungai Brantas yang menjadi salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang daerah aliran sungai Brantas. Bahkan Surabaya juga tercantum dalam pujasastra Kakawin Nagarakretagama.  Ditulis oleh Empu Prapañca , pujasastra ini bercerita tentang perjalanan pesiar Raja Hayam Wuruk pada tahun 1365 M dalam pupuh XVII bait ke-5, baris terakhir.

Surabaya atau Ujung Galuh?

Berdasarkan dua data ini, banyak ahli yang menduga bahwa wilayah Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tersebut. Bahkan menurut pendapat budayawan Surabaya berkebangsaan Jerman Von Faber, wilayah Surabaya didirikan pada tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara. Ada juga yang berpendapat bahwa Surabaya dahulu merupakan sebuah daerah yang bernama Ujung Galuh. 

Konon terdapat perkelahian hidup dan mati antara Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Setelah mengalahkan pasukan Kekaisaran Mongol utusan Kubilai Khan atau yang dikenal dengan pasukan Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah keraton di daerah Ujung Galuh. Adipati Jayengrono dipercaya untuk memimpin daerah tersebut.

sumber: Pemerintah Kota Surabaya
sumber: Pemerintah Kota Surabaya
Karena menguasai ilmu buaya, Adipati Jayengrono semakin kuat sehingga mengancam kedaulatan Kerajaan Majapahit. Sawunggaling yang menguasai ilmu sura diutus untuk menaklukan Adipati Jayengrono. Adu kesaktian yang terjadi di pinggir Kali Mas berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Sayangnya perkelahian berakhir dengan tragis, Adipati Jayengrono dan Sawunggaling meninggal setelah kehilangan tenaga. Nama Śūrabhaya kemudian dikukuhkan sebagai nama resmi wilayah tersebut oleh penguasa Ujung Galuh, Arya Lêmbu Sora, pada abad ke-14. Wah menarik sekali bukan? Terdapat sebuah landmark yang melambangan kisah ini lho!

Ikan Hiu Sura dan Buaya Baya

Kalau landmark Surabaya yang satu ini sepertinya tidak terdengar asing ya? Patung Sura dan Baya? Nama tersebut mirip dengan ilmu yang dimiliki oleh Adipati Jayengrono dan Sawunggaling ya! Betul sekali, landmark yang satu ini masih berhubungan dengan asal muasal Kota Pahlawan. Surabaya berasal dari bahasa Jawa kuno yang secara filosofis diartikan sebagai lambang perjuangan antara darat dan air. Hal ini berkaitan dengan mitos pertempuran antara ikan hiu sura dan buaya baya. Banyak spekulasi bermunculan bahwa nama Surabaya muncul setelah terjadinya pertempuran tersebut. 

Konon menurut warga Surabaya yang hidup di wilayah pantai, terdapat dua penguasa alam bernama Ikan Hiu Sura dan Buaya Baya. Bertetangga di dua alam dengan habitat yang berbeda, mereka tetap dapat bertemu di muara sungai. Dua makhluk tersebut melambangkan perjuangan kehidupan darat dan laut itu. Mereka sering berkelahi karena berebut mangsa, namun karena memiliki kekuatan yang setara,  belum pernah ada yang menang maupun kalah. Akhirnya Sura dan Baya membuat sebuah kesepakatan untuk membagi daerah kekuasaan menjadi dua. Sura berkuasa sepenuhnya di dalam air dan Baya berkuasa di daratan. Mereka harus mencari mangsa di wilayah kekuasaan masing-masing dengan  tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut sebagai pembatasnya. Kesepakatan tersebut menghasilkan kedamaian yang ternyata hanya sementara. 

sumber: Discovering Surabaya
sumber: Discovering Surabaya

Suatu hari Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai dengan sembunyi-sembunyi agar Buaya Baya tidak mengetahui hal ini. Namun pada akhirnya, Buaya Baya memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura pada suatu hari. Perkelahian pun tak terelakkan. Buaya Baya mendapat gigitan di pangkal ekornya sebelah kanan lalu terpaksa selalu membengkok ke kiri. Ikan Hiu Sura juga tergigit ekornya hingga hampir putus dan akhirnya mundur kembali ke lautan. Baya pun puas karena telah berhasil mempertahankan daerahnya. 

Pertarungan ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya sehingga dibuat sebagai lambang Kota Surabaya. Banyak juga yang berpendapat bahwa kata Surabaya berasal dari kata Jaya atau selamat dan Baya atau bahaya sehingga dimaknai sebagai selamat menghadapi bahaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun