Ada situs purbakala di Kuningan.
Aku selalu tergoda dengan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan peninggalan jaman purba yang ada di Indonesia. Setiap kali ada kesempatan pasti aku menjadwalkan perjalanan ke tempat-tempat tersebut.
Kali ini Situs Purbakala Cipari Kuningan yang jadi tujuan.
Dari informasi yang aku baca di lokasi situs itu terdapat taman purbakala dan museum juga. Terbayang dalam pikiranku bahwa aku akan menemukan satu lokasi yang luas dimana aku bisa melihat peninggalan-peninggalan jaman purba dibeberapa lokasi, sehingga tempat tersebut kemudian dinamakan taman Purbakala, dan ternyata aku kecewa (nanti aku ceritakan sebabnya)
Situs Cipari terdapat di kaki Gunung Ciremai di Kampung Cipari, Desa Cigugur Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Jaraknya sekitar empat kilometer dari Kota Kuningan.
Mencari lokasi ini kalau dibilang sulit ya gak juga, tetapi karena minimnya rambu-rambu penunjuk arah ke lokasi yang menjadi salah satu obyek wisata di Kabupaten Kuningan ini membuat kami harus bertanya berulangkali (tapi memang seperti itu adanya, di hampir semua tempat yang pernah aku kunjungi, jarang sekali papan penunjuk arah berwarna coklat terpampang di jalan yang memandu wisatawan menuju ke lokasi tujuan wisata), tapi akhirnya sampai juga kami di lokasi yang ada di tengah pemukiman. Tanah lapang yang digunakan sebagai tempat parker cukup untuk menampung beberapa mobil, areanya bersih. Terdapat sebuah pohon beringin besar di bagian luar sebelah kanan taman.
Bermula dengan ditemukannya batu peti kubur oleh Wijaya pada tahun 1971, akhirnya tempat ini dinyatakan sebagai situs purba dan kemudian didirikan taman dan museum yang diresmikan pada tahun 1978 oleh Prof. Dr Syarif Thayeb, Menteri Pendidikan Kebudayaan pada masa itu. Prasasti batu yang ditandatangani oleh Bapak Syarif Thayeb terlihat di areal pintu masuk, tulisannya sudah mulai sulit terbaca.
Dengan antusias kami bergegas menuju museum. Disana ada dua orang petugas siap menemani sambil menceritakan kisah penemuan batu peti kubur.
Dari kejauhan aku melihat sebuah batu besar berdiri tegak. Batu menhir semacam itu pernah aku lihat di Mahek Payakumbuh, Sumatera Barat. Agak heran juga aku ketika melihat jumlahnya yang hanya satu sebab di situs megalit di Mahek batu-batu seperti itu tersebar dalam jumlah yang banyak. Inilah awal kekecewaanku.
Ketika aku menanyakan pada petugas tentang batu menhir apakah batu itu juga ditemukan di situs ini, dia menjelaskan batu itu dibawa dari satu tempat (namanya aku lupa) dan di museum ada foto yang menceirtakan kisah pengangkatan batu itu ke taman Purbakala ini.
“itu Menhir asli ya pak?” dan jawaban yang diberikan cukup mengejutkan, katanya “itu batu plagiat” Aku gak tau apakah dia yang kurang mendapat informasi yang lengkap, atau memang kenyataannya seperti itu.
Semangatku pun sempat memudar, tapi aku coba membesarkan hati sendiri. Ini khan taman purbakala dan seperti museum terbuka, bisa saja batu menhir itu digunakan untuk informasi dan edukasi tentang jaman purba.
Kegiatanku mengamati benda-benda koleksi museum yang terdapat dalam ruangan agak sedikit terganggu awalnya, tapi minatku kembali menyala melihat temuan yang sebagian besar merupakan bagian dari kegiatan manusia jaman dulu kala, ada pendil, kendi, tempat sayur dan kapak perunggu dan aneka kapak batu.
[caption id="attachment_308856" align="alignnone" width="605" caption="koleksi museum"]
Puas melihat koleksi dalam museum sederhana, aku melanjutkan berkeliling taman. Terdapat dua buah peti batu disana. Peti batu itu disebut peti kubur. Ukurannya tidak terlalu besar. Menurut cerita petugas, saat peti ini ditemukan didalam peti kubur ini tidak ditemukan adanya rangka manusia, hanya bekal kubur yang ada didalamnya seperti tembikar, gerabah, kapak batu.
Tidak jauh dari lokasi peti batu terdapat menhir. Untuk mencapainya kita melewati beberapa anak tangga yang tersusun dari lempengan batu-batu pipih, sangat menarik.
“batu-batu pipih ini peninggalan purba jugakah?” tanyaku. Petugas menjelaskan lempengan batu tersebut didapat dari Gunung Batu.
Dekat dengan Menhir terdapat dolmen. Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang, sedangkan Menhir diyakini sebagai medium tempat penghormatan dan pemujaan. (kalau di Situs megalit Mahek Payakumbuh, menhir-menhir yang keseluruhnya menghadap ke Gunung Sago dikatakan berfungsi sebagai nisan).
[caption id="attachment_308860" align="alignnone" width="605" caption="dakon"]
Masil di lokasi yang sama terdapat beberapa buah batu dengan bagian yang agak cekung seperti lumping. Jumlah lubang/cekungan satu atau lebih, , namanya dakon. Dakon disebutkan sebagai alat untuk meramu obat.
Masih di halaman taman terdapat sebidang tanah yangg dibatasi dengan batu-batuan membentuk lingkaran. Ditengahnya ada penanda batu tempat ditemukannya gelang. Area ini dinamakan Batu Temu gelang, menurut kisahnya tempat ini digunakan sebagai tempat musyawarah. (aku jadi ingat medan bapaneh yang juga merupakan tempat musyawarah jaman dulu, bedanya pada medan bapaneh di Situs Batu Batikam Tanah Datar, Sumatera Barat masih ditemukan batu-batu yang digunakan sebagai tempat duduk, lengkap dengan sandarannya).
Akhirnya selesai juga kegiatanku di Taman Purbakala ini, meski sempat dihinggapi rasa kecewa namun secara keseluruhan lokasi wisata ini menarik.
Kekecewaan yang aku rasa bukan salah siapa-siapa, tapi semata-mata disebabkan karena khayalanku terlalu jauh tentang taman purbakala.
[caption id="attachment_308881" align="alignnone" width="605" caption="peti kubur"]
Koleksi Museum
[caption id="attachment_308865" align="alignnone" width="605" caption="aneka kapak"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H