Karena sudah terlalu sering dikatakan kebetulan, apakah itu masih kebetulan kalau memang semua yang kita temui melalui pengelihatan, penciuman, sentuhan pendengaran mampu menjadi inspirasi, sebagai respon atas apa yang kita alami? Ini bukan hanya sekadar karena telah menonton film Soekarno yang sudah setahun masih bertahan di bioskop. Ya, setahun, dari tahun 2013 bulan 12 tanggal 11 sampai setidaknya tulisan ini ditulis, 7 Januari 2014. Dari sekian banyak yang bisa disaksikan di pelajaran sejarah melalui audio visual itu: percintaan remaja pribumi dengan orang Belanda, hubungan antara perempuan dan laki-laki, kekuasaan, visualisasi penderitaan dan kemiskinan, dalam halaman ini coba menyalurkan yang tersangkut di kepala, tentang Pancasila. Salah satu bagian terbesar di sana. Pancasila disandingkan dengan Korupsi. Dua hal yang sama-sama sedang sering pandangan kita dilintasi.
Sila mana dari Pancasila yang tidak dikhianati Koruptor?
Sebenarnya, tanpa dijelaskan pun, mungkin sudah banyak yang menebak bagaimana isi tulisan yang dibuat menunggu waktu pulang menghidari padatnya jalanan. Namun, terima kasih sudah memulai membaca tulisan ini, sebaiknya selesaikan apa yang sudah dimulai. Kita lihat sila-sila yang mungkin ada saja yang tidak yakin membaca benar lengkap sebelum meng-googling-nya terlebih dahulu.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sungguh, di film Soekarno itu enak menikmati bagaimana jalan menuju bunyi sila pertama ini. Kenapa tidak menontonnya dengan harga yang tidak lebih mahal dibanding biaya nongkrong di kafe-kafe ala generasi sosialita?
Tuhan atau tuhan-tuhan mana yang setuju pengikutnya melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan perintahnya? Mengambil seuatu yang bukan bagiannya? Merugikan orang-orang yang punya tuhan sama dengannya? Kalau saja ada kesempatan, bagian ketuhanan tuhan-tuhan itu pun bisa dijajal koruptor.
2 Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kalaupun adil adalah sesuatu yang bukan harus menerima bagian yang sama persis satu dengan yang lainnya, semega apakah koruptor itu hingga merampas hak orang lain sampai membuatnya begitu kecil dan baginya adil? Kalau saja tak punya muka, bisalah koruptor tidak beradap.
3. Persatuan Indonesia
Tak punya kesetiakawanan secara keseluruhan sebagai bagian Indonesia. Kalau memang hebat, "curi"lah yang di luar Indonesia. Ajak semua, karena setidaknya walau salah setidaknya bersatu. Ini lebih keji dari kawanan babi, menjadi teman "orang luar" merampok bagian-bagian bangsanya sendiri. Diberi sejemput ikan teri, langsung petantang-petenteng sana sini, menindas anak negeri, pencuri dari luar di sisi lain dibiarkan menggerogoti. Kalau bagiannya sudah mulai habis, menjilat-jilat, minta lagi.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Mungkin begitu mudah bagi para koruptor memperdaya siapa saja demi kepentingannya, berdalih sana-sini, "kuberi kau apa, lalu aku dapat apa?" dan mengubah dirinya sendiri menjadi kesesatan yang dipimpin oleh nikmat kebejatan dalam semua kesempatan dan menjadi perwakilan tanpa harus memperjuangkan yang diwakilkan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Mencoba mencari benarnya walau tak akan pernah ditemukan, mungkin berdasarkan pengelihatannya, hanya orang yang ada di dalam (PERKOSIA) Persatuan Koruptor Indonesia lah seluruh rakyat Indonesia. Mimpi buruknya, jika lebih baik begitu kita keluar saja. Namun, kalau lebih banyak kita (yang diperkosa) kenapa tidak kita saja yang mengeluarkan mereka?
Pernah dari seorang tua teman berbicara akhirnya menyadari satu hal yang mungkin tidak sepenuhnya benar, namun ampun mengademkan, kalau orang jahat dan yang berulah mengusik orang lain itu hanyalah orang sakit. Jika koruptor adalah orang-orang "sakit", dengan mengusung sila-sila yang mereka khianati pula kita sembuhkan mereka bersama-sama. Mereka harus sembuh, karena Tuhan-tuhan kita pun pasti senang melihatnya, damai dalam kemanusiaan, dalam kekompakan yang lebih penting daripada kebenar-salahan, kalau sepakat, demi semua yang sehat yang masih tersisa, kita sembukan mereka. Kita harus mengerti betapa menderitanya mereka atas penyakityang merajalela karena diamnya orang di sekitarnya. Kalau begitu kuat kita berusaha menyembuhkan, demi semua, lebih dari Pancasila. Jangan biarkan hidup mereka menderita, akhiri!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H