Mohon tunggu...
yodha muhdiya
yodha muhdiya Mohon Tunggu... Konsultan - Young Planner

Seorang lelaki dari tanah Kalimantan yang ingin menambah wawasan ..

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mewujudkan Hutan Lestari, Pangan dan Energi Terpenuhi

13 Januari 2025   08:54 Diperbarui: 13 Januari 2025   08:54 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Paparan Menteri Kehutanan RI: Hutan Cadangan Pangan dan Energi (05.12.24)

Mungkin ini opini terpanjang pertama di Tahun 2025. Sabtu pagi saat mengasuh Alin, saya mendapat WA dari Pak Albert. Wew, weekend gini, ndak mungkin beliau WA klo nggak penting. Ternyata isinya berupa Paparan Menteri Kehutanan tentang Hutan Cadangan Pangan dan Energi yang disampaikan pada tanggal 5 Desember 2024 yang lalu.

Inti yang saya tangkap dari pesan beliau adalah 'jangan sampai Food dan Energi mengorbankan Hutan Alam'. OK, deal, saya pelajari dulu Pak Albert. Sore ini, baru ada waktu senggang buat memperlajari bahan tersebut.


Point pertama yang saya dapatkan adalah paradigma baru Kehutanan Indonesia. Walaupun sebenarnya bukan konsep baru, tetapi keren ini jika Kabinet sekarang bisa mewujudkannya. Kita sebagai penduduk Kalimantan sepakat, 'masyarakat sejahtera, hutan lestari'. Dan ini adalah paradigma yang sudah lama kita terapkan di Bappeda Kalbar.

Point kedua ini yang perlu kehati-hatian dalam menyikapinya. Total kawasan hutan yang belum berizin dan berpotensi untuk hutan cadangan pangan dan energi mencapai 15,53 Juta Ha. Secara fungsi, 13,24 Juta Ha terdapat di HP dan 2,29 Juta Ha, terdapat di HL. Nah ini yang bikin menarik.

Berapa Ha yang terdapat di Kalbar? Seperti apaka kondisi eksisting tutupannya pada saat ini? Sejauh mana partisipasi Daerah dan masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan? Dan yang terpenting, dampak apa yang akan terjadi jika kebijakan ini terealisasi.

Sebagai planner, kita dituntut untuk melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang. Perlu diingat, Indonesia dihadapkan pada situasi global yang 'pelik'. Perubahan iklim, intensitas bencana, konflik Timur Tengah dan Rusia, termasuk sengketa teritori Laut Natuna Utara merupakan ancaman yang mengancam ketahanan nasional, baik pangan ataupun energi. Hal ini diperparah dengan masivnya alih fungsi lahan pertanian produktif di Jawa selama 20 tahun terakhir. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan out of the box mengantisipasi hal ini.

Semoga saja ini solusi jangka pendek, tetapi jika kita melihat flashback ke periode awal reformasi, dampak yang terjadi dalam menangani Krisis Moneter (saat itu) ternyata masih terasa hingga hari ini.  

Dari jaman kuda masih gigit besi hingga jaman tamagochi, strategi meningkatkan pangan ya cuma dua, Intensifikasi atau Ekstensifikasi. Intensifikasi dapat dengan menggunakan bibit unggul, pemberian pupuk, peningkatan skill petani, ataupun perbaikan tata kelola pengairan. Sementara, Ekstensifikasi ini dengan mencetak sawah baru dengan harapan target panen meningkat.

Sepertinya kebijakan ini sudah final mengingat Musrenbang RPJMN Tahun 2025-2029 pada tanggal 30 Desember 2024 yang lalu juga sekilas sempat disampaikan oleh Bapak Presiden.

Pertanyaannya apa yang bisa kita perbuat agar kebijakan ini lebih 'Soft'?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun