Anastasia seorang wanita yang kurang beruntung di hidup nya, tidak ada keluarga yang hangat, rumah yang nyaman, teman yang baik dan kekasih yang tampan, hanya ada tumpukan koran yang harus ia jajakan setiap harinya.
Hidup bahagia di kehidupan aslinya rasanya hanya akan menjadi angan-angan bagi Anastasia. Anastasia hanya akan bahagia di kehidupan mimpinya.
Berlarian di tengah kota pada saat malam hari bersama seorang pria yang sangat dicintai rasanya akan sangat bahagia, begitulah yang sedang Anastasia rasakan saat ini, bersama Jean, kekasihnya.
"Hei, tunggu aku!" teriak Jean dari arah belakang.
"Kejarlah aku, nanti kamu akan mendapatkan es krim ini!" balas Anastasia.
Tiba-tiba terdengar bunyi bel yang keras, Anastasia menghentikan larinya dan Jean datang menyusul dari belakang.
"Waktuku habis," ujar Anastasia.
"Kita akan bertemu lagi," balas Jean.
Anastasia terbangun karena mendengar bunyi keras dari alarm nya, saat membuka mata ia selalu disuguhkan dengan tumpukan koran yang berantakan.
"Huft... kenapa aku harus hidup di realita yang seperti ini." Anastasia mulai bersiap-siap untuk menjajakan koran-korannya.
Ia selalu berjualan di taman kota, karena hanya disana tempat dimana banyak orang berlalu lalang.
"Neng Tasya, ngapain masih jualan koran di jaman digital gini, orang-orang baca berita udah dari internet kali neng." Pak Abdul, penjual keripik singkong yang selalu menjualkan dagangan nya di samping jualan Anastasia.
"Yaelah pak, meskipun udah ada hp, nyari berita tinggal ketik, gak menjamin orang-orang jadi hobi baca, kalo disuruh menyimpulkan masalah dari satu berita di internet tinggal copy paste aja, terus masukin ke AI terus diketik 'apa kesimpulan berita ini' langsung muncul isi singkatnya, tetep aja gak dibaca," balas Anastasia.
"AI teh apa neng?" tanya pak Abdul.
"Robot," jawab Anastasia dengan nada bicara malas.
"Emang robot bisa baca?" tanya pak Abdul lagi.
"Jaman sekarang mah robot disuruh motongin singkong buat dijadiin keripik juga bisa pak." Anastasia menaiki sepedanya dan bersiap untuk pergi.
"Neng mau kemana?" pak Abdul yang melihat Anastasia hendak pergi sontak terkejut.
"Keliling, rezeki mah dicari bukan ditungguin, mari pak Abdul." Anastasia pergi meninggalkan pak Abdul.
"Iya hati-hati."
Setelah seharian berkeliling menawarkan dagangannya pada orang-orang, koran yang dijual oleh Anastasia hanya terjual tiga. Saat ini Anastasia berada di sebuah warteg pinggir jalan dekat dengan rusun tempat dimana ia tinggal.
"Bu, saya nasi sama tempe orek, dibungkus." Anastasia duduk di kursi kayu panjang yang disediakan oleh wartegnya.
Anastasia kembali ke tempat tinggalnya, ia memakan makanan yang baru saja ia beli tadi, mandi lalu bersiap untuk tidur. Tidak ada yang spesial dari hidup seorang Anastasia, kecuali mimpi-mimpi indahnya.
"Bokap sama nyokap kalo mau meninggal minimal tinggalin harta lah buat gue bertahan hidup, udah mah susah dari lahir padahal niat gue sekolah tinggi biar bisa dapet kerja bagus dengan gaji besar biar ni garis kemiskinan putus, malah mati muda, mending kalo ninggalin harta, lah ini ninggalin hutang." Kira-kira seperti ini lah monolog yang keluar dari mulut Anastasia setiap malam sebelum tidur.
Anastasia menghela nafas. "Jean, i'm coming."
Anastasia terbangun di luas nya hamparan padang rumput, ia berdiri dan melihat sekeliling lalu mendapati punggung laki-laki yang ia ketahui sangat itu milik siapa.
Anastasia mengendap-ngendap menghampiri lelaki itu, lalu Anastasia memeluknya dari belakang.
"Jean aku kangen banget," ucap Anastasia.
Jean membalikan badannya lalu membalas pelukan Anastasia. "Mau rekomendasi makanan baru?"
Anastasia mengangguk.
Jean langsung menarik tangan Anastasia keluar dari padang rumput yang luas itu. Mereka berlari sambil tertawa, seperti dunia ini berada di bawah kendali mereka berdua, seperti tak ada yang menghalangi mereka berdua untuk mengekspresikan cinta mereka.
Akhirnya mereka sampai di tempat makan yang Jean maksud.
"Disini ada makanan yang enak banget, kamu harus coba," kata Jean dengan bersemangat.
"Iya aku mau coba semuanya," balas Anastasia.
Mereka tertawa bersama, menghabiskan waktu mereka yang tak lama. Selama waktu yang mereka punya, mereka akan mencoba semuanya, dari makanan-makanan lezat yang ada disana, pergi ke tempat wisata yang terbaru. Tidak ada yang menghalangi mereka, baik itu orang lain, biaya, dan takdir.
Tak terasa mereka menghabiskan waktu yang lama, bel sudah berbunyi, saatnya Anastasia kembali ke realita kehidupannya.
Anastasia terbangun lagi, dengan pemandangan yang sama lagi, suasana yang sama lagi, dan orang -orang yang sama lagi, saat ini ia sedang duduk bersama pak Abdul lagi.
"Pak, bapak pernah gak si mimpi tapi kayak ber episode-episode?" tanya Anastasia ke pak Abdul.
"Enggak, saya jarang mimpi kalo lagi tidur, makanya kamu kalo mau tidur baca do'a, sikat gigi, cuci tangan, cuci kaki biar gak mimpi," ucap pak Abdul.
"Udah pak, tapi mimpi ini tuh aneh, saya jadi agak gabisa ngebedain mana mimpi, mana kehidupan nyata saya. Jujur aja ini sedikit mengganggu hidup saya, saya kayak gapernah istirahat."
"Kamu mau ke dokter? Atau ke pak Ustadz?" tatapan pak Abdul sedikit risau mendengar penjelasan Anastasia yang lebih dalam tentang mimpinya.
Anastasia menggelengkan kepalanya.
"Eh iya, kamu stok koran masih ada?" tanya pak Abdul secara tiba-tiba.
"Kalo koran yang terbaru cuman yang saya bawa ini, tapi kalo koran yang lama yang beritanya udah basi, numpuk dirumah, kenapa?" balas Anastasia.
"Biasanya koran bekas itu kamu kemanain?" tanya pak Abdul lagi.
"Biasanya di rongsok si kalo lagi butuh duit banget, kenapa si pak?" balas Anastasia dengan nada sedikit meninggi.
"Gini, saya ada tetangga pengrajin patung koran, orang yang biasa nyetok koran ke dia gak lanjut gatau kenapa, dia minta tolong buat dicarikan penyetok lain, saya langsung kepikiran kamu, toh daripada koran gak laku nya ketumpuk doang kan?" jelas pak Abdul.
"Boleh deh pak, lumayan," Anastasia mengiyakan permintaan pak Abdul.
"Nanti sore langsung ketemu ya."
Disini Anastasia sekarang, di sebuah perkampungan tempat dimana pak Abdul tinggal. Pak Abdul mengantarkan Anastasia ke rumah sang pengrajin patung yang sudah pak Abdul ceritakan tadi.
"Tunggu ya neng, saya panggil dulu orangnya," ucap pak Abdul sembari memasuki rumah sang pengrajin.
Anastasia hanya mengangguk, ia berkeliling melihat-lihat patung yang sudah selesai.
Saat sedang melihat-lihat, punggung Anastasia ditepuk dari arah belakang, Anastasia menoleh.
"Ayo masuk, orangnya udah nunggu," ucap pak Abdul sambil menarik tangan Anastasia.
Anastasia mengikuti pak Abdul dari belakang.
Anastasia tiba-tiba berhenti dari langkahnya, Anastasia melihat dia, potongan rambut yang khas, punggung yang tegap, dan badan yang tinggi. Anastasia tahu, thats him.
Lelaki itu membalikkan badannya, melirik Anindia. Mata yang tajam itu, hidung bangirnya, bibir tipisnya. Tuhan, ini benar-benar dia.
Anastasia mencoba memulai interaksi, ia menjulurkan tangannya pada lelaki itu.
"Anastasia, penyetok koran baru untuk patung-patung anda." Anastasia memperkenalkan dirinya.
"Jean, nama saya Jean."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H