Belakangan ini sedang hangat diperbincangkan bagaimana Indonesia masuk ke dalam urutan 3 di dunia dan menyandang predikat "Fatherless Country" meskipun belum ada penelitian maupun jurnal yang membahas tentang fenomena ini, namun warganet membenarkan angapan bahwa mayoritas anak Indonesia mengalami fenomena fatherless, dimana mereka kehilangan peran seorang Ayah di dalam kehidupannya. Hal tersebut berpengaruh pada tumbuh kembang seorang anak dalam keluarga.
Dilansir dari CNN Indonesia, Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Retno Listyanti yang mengartikan fatherless sebagai sebuah kondisi dimana anak kehilangan figur seorang Ayah dalam tumbuh kembangnya, atau anak yang memiliki ayah tetapi sang ayah tidak menjalankan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab dan tidak berperan maksima dalam proses tumbuh kembang anak. Dengan kata lain, pengasuhan dan pendidikan yang mereka dapat dalam keluarga hanya diberikan oleh Ibu. Sementara itu, psikolog Amerika Edward Elmer Smith, mengartikan fenomena fatherless ini sebagai kondisi dimana sebuah negara dimana masyarakatnya cenderung tidak merasakan keberadaan atau keterlibatan seorang ayah dalam kehidupan anak, baik secara fisik maupun psikologis.
Melihat isu ketidakhadiran ayah dalam pengasuhan anak tetu tidak lepas dari kontruks sosial masyarakat Indonesia tentang peran gender laki-laki dan perempuan dalam sebuah keluarga. Budaya patriarki masih menjadi suatu hal yang lumrah di Indonesia, hal ini merupakan salah satu penyebab dari mengapa seorang ayah hilang dari proses tumbuh kembang anak di Indonesia. Banyak orang yang menganggap bahwa mengurus segala hal yang berkaitan tentang rumah tangga adalah tugas dari seorang ibu, sedangkan tugas seorang ayah adalah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Asumsi tersebut yang kemudian memunculkan stigma bahwa segala urusan rumah tangga dilimpahkan kepada perempuan sebagai se sosok ibu termasuk dalam pengasuhan anak.
Asumsi tersebut kemudian menimbulkan perpecahan, dimana masyarakat lain kurang setuju akan hal itu. mereka menganggap dalam melakukan pengasuhan terhadap anak dalam keluarga, perlu adanya peran yang seimbang antara ayah dan ibu. Ayah dianggap sebagai panutan dan pelindung yang akan menentukan karakter seorang anak karena seorang anak akan mencontoh sikap dan karakter yang terlihat dari seorang ayah. Sedangkan ibu dianggap sebagai tempat bersandar dan sosok yang dimuliakan dalam keluarga.
Ada banyak kasus yang disebabkan karena kekosongan peran ayah dalam pengasuhan anak. Kehilangan figur ayah dalam kehidupan seorang anak memberikan efek yang negatif pada anak. Psikolog menyampaikan ada banyak persoalan yang muncul ketika anak tidak merasakan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya, seperti terjadinya hambatan dalam pembentukan identitas atau jati diri seorang anak ditengah-tengah masyarakat, penurunan dalam akademis, rendahnya upaya kontrol diri dan sulit membangun kepercayaan diri.
Kurangnya perhatian ayah kepada anak juga menyebabkan kenakalan remaja yang bisa berujung pada pelanggaran hukum. Anak-anak yang tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah juga akan lebih merasa kesepian dan memiliki perasaan takut ditinggalkan karena tidak mendapatkan perhatian penuh dari sang ayah yang seharusnya memberikan pendampingan ketika anak mulai beradaptasi di kehidupan sosialnya.
Orang tua yang baik akan melahirkan anak dengan karakter baik, tapi hal itu perlu di seimbangkan dengan kelengkapan peran orang tua dalam membimbing dan mengasuh anak. Seorang anak yang tumbuh tanpa kasih sayang yang lengkap dari orang tuanya akan menyebabkan ketidakseimbangan pada pembentukan karakter sang anak. Kehadiran seorang ayah dalam keluarga adalah sebagai contoh dan panutan bagi sang anak dalam menemukan jati dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H