Mohon tunggu...
Yonaniko
Yonaniko Mohon Tunggu... -

... dam bukan hanya sekedar tuturan kata dan logika tapi juga berisi arti , suasana dan waktu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Resensi Film "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck"

9 Januari 2014   12:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apa kata buya di alam sana karyanya difilmkan?

Ya ini salah satu karya besar buya HAMKA (tulis harus huruf besar ~ baca Haji Abdul Maliq Karim Amrulah) "Tenggelam nya kapal Van der wijck"

saya rasa buya akan tersenyum datar dari jauh.

Film ini Disutradarai dan diproduseri oleh Soraya bersaudara.

Mengisahkam kisah cinta antara Zainudin dengan Hayati bersetting tahun 1930an.

Kita mulai dengan fakta "owowow" dulu sebelum fakta "wooow"


  • Sejujurnya saya tidak menikmati arasemen musiknya, bayangkan film 30an diiringi oleh lagu-lagu band Nidji, sangat tidak membantu.

  • Samuel Wattimena sebagai penatagaya, banyak hal yang terlewatkan. Songket dan kain yang digunakan sepertinya palsu seperti songket cetakan tanah abang,

  • Setting kota kedua (Padang Panjang) atau kota serambi mekah adalah kota santri dan yang bergeografi didaerah perbukitan. Agak sedikit ganjil dan mustahil mobil-mobil menir itu balapan dikebun teh.
  • Adegan tenggelam nya kapal dibuat dengan animasi yang kurangbegitu bagus(jangan bayangkan adegan titanic)

Fakta"wooow"

·Setting kota pertama(Batipuah), tergambar dengan indah sekali di frame, menyejukan mata, mengobati rindu akan kampung halaman

·Dialog dalam bahasa daerah(Minang&Makasar) cukup mendapat porsi yang banyak sehingga terasa cukup kental

·Aktor pembantu pria Reza Rahardian (Aziz) aktingnya benar-benar berkelas dan dalam lainya untuk akting Randy (bassis nidji~Muluk) bagus. Herjunot (Zainudin)& Pevita (Hayati) kategori lumayan

·Dialog dalam film ini kuat, banyak bahasa2 indah ciri khas buya yang dinarasikan

·Sejujurnya budaya diMinang masih asih ada yang relevan seperti difilm itu

Bagaimanapun karya-karya anak bangsa harus diapresiasi, sudah banyak novel sastra kita yang di filmkan, sepertinya ini film ke dua karya buya yang di filmkan, sebelumnya "Dibawah lindungan kabbah".

Kita tunggu lagi film-film bermutu karya anak bangsa lainnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun