Menanggapi tulisan “Ekonomi Inkonstitusional” milik Revrisond Baswir (2012), penulis berpendapat bahwa Indonesia telah kehilangan jati diri dengan karena telah terperangkap dalam jerat ekonomi liberal (neo-liberal / kapitalis). Pada UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 (sebelum amandemen) berbunyi “Perekonomian disusunsebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Ayat ini bersinergi dengan pengertian dan tujuan Koperasi. Tujuan dari koperasi adalah mensejahterakan anggota koperasi dan masyarakat umum untuk ikut serta membangun perekonomian nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Berikut ini adalah pengertian dan tujuan Koperasi menurut UU No.25 tahun 1992:
“koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”
“tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”
Menurut Bapak Koperasi Mohammad Hatta, Indonesia seharusnya menerapkan ekonomi kerakyatan. Bung Hatta pun memberikan suatu wadah yang dapat menjadi penggerak roda perekonomian bangsa Indonesia, yaitu Koperasi. Wadah ini mewakili amanat UUD 1945 dan Pancasila karena Koperasi dinilai memiliki nilai dan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan, berkeadilan, demokrasi, anti neoliberalisme, partisipatif, terbuka, tidak diskriminatif, tidak berorientasi kapital, jujur dan kekeluargaan. Namun kenyataannya, rezim yang berkuasa saat ini tidak mengindahkan petuah dari pendahulunya. Rezim sekarang lebih pro asing (baca: kapitalis) dibanding masyarakat umum.
Sejalan dengan UUD 45 pasal 33 ayat 1, ditegaskan kembali dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 2 dan 3, yaitu negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Mengutip pernyataan Revrisond Baswir di bawah ini:
Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran orang banyak lebih diutamakan dari pada kemakmuran segelintir orang (Revrisond Baswir, 2003).
Namun kenyataannya, rezim sekarang tidak memperhatikan hal itu, mereka lebih sibuk mengubah BUMN menjadi Perusahaan Swasta yang saham mayoritasnya dimiliki oleh pihak asing. Dalam perekonomian saat ini peran asing lebih berpengaruh dibandingkan pemerintah. Apakah ini yang dinamakan Ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945? Tidak perlu berkamuflase dengan menambahkan istilah Kapitalis Pancasila karena kedua ideologi itu berbeda.
Ekonomi Pancasila (baca: ekonomi kerakyatan) berbeda dengan ekonomi kapitalis (baca: neo-liberal). Dalam UUD 1945 Pasal 33 menjelaskan bahwa ekonomi Pancasila adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut: (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (3) bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sedangkan Menurut Giersch dalam tulisannya Revrisond Baswir (2009), menjelaskan tiga prinsip neoliberal, yaitu (1) tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar; (2) kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan (3) pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang.
Coba bandingkan prinsip kedua ideologi di atas, terlihat jelas perbedaannya. Ekonomi kerakyatan memainkan peran pemerintah yang sangat besar, sebagaimana yang tertulis dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut: (1) mengembangkan koperasi (2) mengembangkan BUMN; (3) memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4) memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak; (5) memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Sedangkan ekonomi kapitalis memainkan peran pemerintah yang tidak besar. Menurut Stiglitz dalam tulisannya Revrisond Baswir (2009) menjelaskan peran Negara neo-liberal hanya dibatasi dalam empat hal yaitu: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.
Sebagai penutup, penulis berpesan kepada para pemegang kekuasaan di Indonesia untuk introspeksi diri dengan keadaan yang terjadi saat ini. Para ekonom Indonesia (pro liberal) berpendapat sistem perekonomian kapitalis adalah yang terbaik tidaklah terbukti. Krisis ekonomi yang dialami Amerika dan Uni Eropa sejak 2007 adalah bukti ekonomi kapitalis bukanlah pemenang. Sudah saatnya Indonesia percaya diri dengan ideologinya sendiri, yaitu Pancasila yang mengusung ekonomi kerakyatan, bukan sosialis, kapitalis atau kapitalis Pancasila.
Referensi:
Baswir, Revrisond. 2012. Ekonomi Inkonstitusional. Jakarta. Harian Umum Kompas.
Baswir, Revrisond. 2009. Ekonomi Kerakyatan vs Neoliberalisme. Yogyakarta. FE-UGM.
Untani, Putri. 2011. Sistem Ekonomi Kerakyatan melalui Wadah. Terdapat pada:
http://untaniputri.blogspot.com/2011/10/sistem-ekonomi-kerakyatan-melalui-wadah.html [3 Oktober 2012].
Pelita.or.id. 2009. pemerintah tak konsisten tekan utang. Terdapat pada:
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=71156 [3 Oktober 2012].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H