Mohon tunggu...
YM. Lapu
YM. Lapu Mohon Tunggu... Puisi, Merangkai Rasa Memeluk Jiwa

Kata-Kata Tumpah Dari Kepalaku Berceceran Dan Luber Kemana-Mana Berserakan,Kemudian menjadi kepingan di sudut ruang (yml)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Maut Dalam Seteguk Air

16 Maret 2025   20:50 Diperbarui: 16 Maret 2025   20:50 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar ini dibuat menggunakan AI generatif (DALL*E) dan Di edit oleh YM.Lapu

Di desa kecil yang tenang, di tengah gemerisik daun jati yang menari diterpa angin, hidup seorang ayah yang penuh kasih dan seorang anak perempuan yang lincah. Namun, tak ada yang menyangka bahwa di rumah sederhana mereka, sebuah tragedi kelam tengah disusun oleh seseorang yang seharusnya menjadi bagian dari keluarga.

Pagi itu, Dukuh Wangil di Desa Sambonganyar, Blora, tak lagi sama. Warga berkumpul, berbisik cemas. Muslikin (45), seorang pria pekerja keras, dan putrinya yang masih belia, SKP (9), ditemukan tak bernyawa. Tubuh mereka kaku, dingin, tanpa tanda-tanda kekerasan. Mata mereka tertutup rapat, seakan tertidur, tapi nyawa telah lama pergi.

"Pak Muslikin orang baik," bisik seorang tetangga, suaranya bergetar. "Anaknya juga manis sekali... kok bisa begini?"

Ketakutan mulai menjalar. Apakah ini penyakit? Atau sesuatu yang lebih jahat sedang mengintai?

Penyelidikan segera dilakukan. Tak ada luka, tak ada perlawanan. Namun, ada sesuatu yang ganjil pada air minum di rumah itu. Tim forensik bergerak cepat, menemukan jejak racun dalam galon isi ulang.

Pelakunya? M. Khundori (35), saudara ipar korban. Seorang pria yang selama ini kerap bersenda gurau di rumah Muslikin, berbagi makanan, berbincang dalam lingkaran keluarga. Namun di balik senyum ramahnya, ia menyimpan dendam yang mencekik akal sehatnya.

Di Bandara Samarinda, jauh dari Blora, ia ditangkap. Tak ada lagi tempat untuk bersembunyi.

Baca juga: Toren Kematian

Saat rekonstruksi digelar, pemandangan itu begitu menyayat hati. Di hadapan banyak orang, Khundori dengan datar memperagakan 63 adegan, memperlihatkan bagaimana ia merencanakan kematian saudara iparnya dan keponakannya.

Baca juga: Merangkul Malam

Tangan itu---tangan yang seharusnya digunakan untuk melindungi---justru menggiling apotas dan racun tikus hingga halus, mencampurnya ke dalam air minum yang kelak akan diminum oleh Muslikin dan anaknya.

Seusai menuangkan racun ke dalam galon, ia pergi. Meninggalkan rumah dengan hati yang telah membatu. Tak ada keraguan, tak ada rasa sesal. Ia tahu, dalam beberapa jam, kejahatannya akan mulai bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun