Mohon tunggu...
heru suti
heru suti Mohon Tunggu... Administrasi - Merdeka

Menulis untuk menghasilkan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Childfree dan Psikologi Perkembangan ala Five For Fighting

5 September 2021   08:39 Diperbarui: 5 September 2021   08:41 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Childfree, menikah tapi memutuskan untuk terbebas dari keberadaan anak sehingga secara sadar memilih untuk tidak memiliki anak di kampung saya merupakan sebuah konsep yang sangat tidak populer.

Di kampung saya, orang menikah pasti ingin punya anak, ada yang belum punya anak belum dikaruniai keturunan tapi keinginan untuk memiliki anak itu ada sehingga segala usaha dilakukan, mulai dari konsultasi ke dokter spesialis, ke pengobatan tradisional maupun upaya-upaya lain untuk bisa segera dapat melahirkan keturunan.

Ada juga memang yang menunda punya anak setelah menikah, alasannya biasanya faktor ekonomi atau mungkin masalah pekerjaan, tapi ya niat untuk punya anak tetap ada, mungkin yang begini bisa disebut childfree temporer. Kalau yang model begini di lingkungan saya ada.

Beda di kampung saya, beda pula di lingkungan dunia lain. Di belahan dunia lain ternyata banyak orang yang punya alasan untuk tidak mau punya anak. Ada banyak alasannya, mulai dari masalah pekerjaan, keengganan terganggu dengan keberadaan anak sampai masalah populasi manusia di dunia yang sudah terlalu banyak.

Secara faktual, saya bukan seorang dengan pilihan hidup childfree karena memang saya sudah punya anak. Anak pertama saya lahir saat usia saya 33 tahun. Saya menikah di usia 32 tahun dan memiliki anak adalah salah satu hal penting yang kami rencanakan saat menikah.

Di kampung saya menikah di umur 32 bisa dikategorikan agak terlambat. Ya, selain karena alasan gak laku-laku, saya memang juga cenderung ingin menikah ketika saya sudah benar-benar merasa siap (dan ada yang mau tentunya).

Nah, di saat menunggu merasa siap tersebut mungkin saya bisa dikategorikan childfree, yang temporer tentunya karena di lubuk hati saya ada keinginan untuk punya anak.

Baiklah,

Saya punya anak di usia 33 tahun, Itu adalah usia yang pas buat seorang laki-laki untuk menjadi seorang ayah, usia yang pas buat seseorang untuk menjadikan keluarga sebagai orientasi utama di episode hidupnya.

Ya, setidaknya itu menurut lagu 100 years-nya Five for Fighting.

Ah iya, 100 years adalah lagu yang sangat enak didengar juga sangat enak dihayati nada maupun lirik lagunya.

Five for Fighting adalah nama panggung dari Vladimir John Ondrasik, penyanyi bergenre pop/soft/alternative rock asal Los Angeles AS. Lagu 100 years sendiri merupakan single yang dirilis tahun 2003 dan ada di album ketiganya The Battle for Everything.

100 years adalah sebuah lagu yang liriknya mengurai tentang episode-episode kisah hidup yang dialami manusia dalam usia tertentu. Tentang apa yang menjadi isu utama pada masa remaja, masa dewasa awal, masa dewasa dan puncak karier serta masa lanjut usia. Ya, ini adalah lagu tentang perkembangan psikologis manusia.

Kalau anda tidak keberatan, berikut saya uraikan tafsir bebas saya tentang lagu 100 years:

I'm fifteen for a moment; Caught in between ten and twenty
And I'm just dreaming; Counting the ways to where you are

Lagu ini diawali dengan menceritakan masa remaja, usia antara 10 sampai dengan 20 tahun. Masa remaja adalah masa untuk bermimpi, membangun mimpi, memperoleh banyak referensi untuk membuat impian bagi diri di masa depan sekaligus mulai semacam membuat hayalan/hitung-hitungan pribadi tentang hendak jadi seperti apa kita nanti di masa depan.

I'm twenty-two for a moment; And she feels better than ever
And we're on fire; Making our way back from Mars

Usia 20an adalah masa dewasa awal, sudah bukan remaja dan mulai belajar jadi orang dewasa. Masa sudah selesai sekolah, mulai bekerja dan mulai menjalin hubungan dengan pasangan dengan orientasi yang lebih serius. Masa ini adalah masa dengan energi yang luar biasa seperti saat remaja dan masa ketika momentum masa kedewasaan sudah mulai terbuka.

I'm thirty-three for a moment; Still the man, but you see I'm a "they"
A kid on the way, babe; A family on my mind

Ketika masa dewasa awal sudah berlalu maka kehidupan sebagai manusia dewasa pun segera datang. Datangnya masa dewasa biasanya ditandai dengan menikah, membuat komitmen bersama dengan pasangan untuk memulai hidup baru sebagai dua orang dewasa yang lalu punya anak-anak dan mulai mengasuh serta mendidik anak-anak. Keluarga adalah orientasi terpenting dalam masa ini.

I'm forty-five for a moment; The sea is high
And I'm heading into a crisis; Chasing the years of my life

Banyak orang bilang kalau hidup dimulai di usia empat puluh. Lirik lagi ini pun mengatakan demikian, usia 40an adalah saat dimana anak-anak sudah mulai tumbuh besar dan bisa mengurus dirinya sendiri, sehingga fokus kita ke hal lain bisa lebih optimal. Di sisi lain karier yang dirintis di masa dewasa awal sudah meningkat dan di masyarakat anda juga sudah benar-benar dianggap sebagai manusia dewasa, bisa jadi anda dipilih jadi ketua RT atau Ketua RW. Haha...

Half time goes by; Suddenly you're wise; Another blink of an eye
Sixty-seven is gone; The sun is getting high; We're moving on

Yah, hidup memang kemudian terasa begitu singkat, tahu-tahu sudah harus pensiun, harus mulai move on dari segala urusan duniawi.

I'm ninety-nine for a moment; And dying for just another moment
And I'm just dreaming; Counting the ways to where you are

Di akhir kisah hidup, kematian adalah hal yang pasti akan datang.Mereka yang sudah melakukan tugas perkembangan dengan baik di masa-masa sebelumnya akan menyambut masa ini dengan senang hati.

Begitulah,

Lagu 100 years bercerita bahwa masa remaja adalah masa untuk membangun impian. Lalu, masa dewasa awal adalah saat pintu mulai dibuka. Masa dewasa adalah masa untuk merawat dan mengasuh, masa dewasa juga sebagai saat untuk berkontribusai maksimal pada dunia dan masa lansia sebagai masa untuk menjadi bijaksana.

Dalam perkembangan psikologis, tiap fase memiliki tugas unik yang harus diselesaikan. Selesainya tugas di satu fase menjadi syarat bagi fase perkembangan berikutnya. Dimilikinya gambaran cita-cita yang jelas di masa remaja adalah syarat utama bagi seseorang untuk memasuki masa dewasa awal dengan baik.

Maka apabila kebijaksanaan adalah hal yang harus dimiliki di masa lanjut usia maka kebijaksanaan masa tua tersebut terbentuk dari pondasi yang dihasilkan dari kemampuan mengasuh yang tumbuh pada saat merawat anak, sebuah tugas perkembangan di masa dewasa.

Dalam konteks childfree, kemampuan mengasuh tersebut memang tidak melulu harus kepada anak. Bisa juga mengasuh orang tua yang sakit, merawat hewan, merawat tumbuhan atau pun mendidik para juniornya di tempat kerja.

Yah, mungkin mereka yang berchildfree ini sudah merasa memiliki pengganti anak-anak sebagai sesuatu yang menjadi tanggungjawab pribadi untuk diasuh.

Saya juga kurang tahu karena sekali lagi di kampung saya, chidfree adalah konsep yang tidak populer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun