Jawa Pos meminta maaf dan menarik berita tentang admin MCA yang dikatakan sebagai "Ahoker" karena dianggap tidak memenuhi standar jurnalistik. Kemudian ada netizen yang melakukan penelusuran pada si editor pembuat berita tersebut dan ternyata jejak digital menunjukkan banyak tulisannya di Jawa Pos yang mendiskreditkan Ahok dan Jokowi.
Adalah si mas Yusuf Asyari, editor Jawa Pos tersebut. Lha kalau dilihat dari sepak terjangnya, dia itu sembrono sekali menggunakan ruang yang dimiliki profesinya untuk kepentingan pribadi/ kelompoknya. Kalau dibandingkan dengan pejabat publik maka perbuatannya itu selevel dengan korupsi. Lha iya, pejabat itu kan menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, kalau si mas Yusuf ini menggunakan media tempatnya bekerja untuk mendiskreditkan lawan politik dari kelompok politik yang ia dukung. Sama to?
Menggunakan profesi untuk kepentingan pribadi atau kelompok itu nek pekerjaanmu tukang sayur keliling ya nggak begitu bermasalah (tapi tetap bermasalah). Misal kamu menggunakan profesimu sebagai tukang sayur itu untuk berlama-lama ngobrol dengan janda kampung sebelah, ya paling kamu nanti dibilang modus. Tapi jika pekerjaanmu itu menyangkut kepentingan masyarakat luas ya bahaya jadinya. Pejabat pajak disuruh ngurus pajak malah duitnya diambil sendiri, kan ya yang rugi negara dan masyarakat.Â
Guru sekolah bertugas mendidik generasi penerus bangsa tapi malah ngajarin radikalisme, yang rugi juga masyarakat. Pun juga media massa sebagai pemberi kabar berita yang seharusnya kredibel, jika wartawannya memiliki agenda pribadi ya yang dirugikan masyarakat karena menerima kebohongan sebagai kebenaran.
Tentang kode etik profesi, kembali ke tukang sayur tadi, jadi seandainya memang dalam dunia pertukangsayuran belum ada kode etik profesi yang secara sah diundangkan, tapi jikalau dalam mbribik janda tadi si tukang sayur berbuat terlalu jauh, dan dalam keadaan sedang menjalankan profesinya, maka secara langsung profesi tukang sayur akan tercoreng juga. Tukang sayur yang lain juga akan terkena imbas karena ada rekan kerjanya yang berbuat tidak baik saat bekerja, kepercayaan masyarakat terhadap tukang sayur bisa jadi akan menurun. Dan banyak lagi contoh perilaku lain yang berpotensi mencoreng sebuah profesi.
Menjalani profesi itu memang bukan sekedar mencari rezeki untuk diri pribadi, dan kode etik profesi itu adalah sesuatu yang harus selalu kau jaga dalam hati, pikiran dan perbuatanmu, apapun profesimu.
Kembali ke mas Yusuf Asayari, saya nggak tahu dalam pikirannya seperti apa, tapi mungkin dia menganggap hal terpenting dalam hidupnya adalah membela kelompoknya. Bisa dipahami karena kelompok yang dirujuk memang menggunakan sentimen agama untuk meraih simpati pendukung. Mindset seperti itu akan membuat kode etik profesi menjadi kalah penting dibandingkan dengan "perjuangan demi agama".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H