Mohon tunggu...
Yulius Fransisco Angkawijaya
Yulius Fransisco Angkawijaya Mohon Tunggu... Associate Psychologist -

Seorang Psikolog lulusan Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cuma Kebetulan Kok!

27 Oktober 2016   09:02 Diperbarui: 27 Oktober 2016   09:11 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: http://www.prospectmagazine.co.uk

KEBETULAN & KEHENDAK BEBAS : TINJAUAN FILSAFAT PERILAKU DARI PERSPEKTIF THEISME

 

KEBETULAN, siapa yang tak pernah mendengar kata yang satu ini?

Ada yang mengatakan bahwa kebetulan itu ada, sebagian lagi mengatakan bahwa kebetulan itu tidak ada. Mulai debat kusir hingga debat ilmiah membahas satu kata yang sederhana ini.

Tanpa bermaksud menambahkan "kekisruhan" yang sudah ada, tulisan ini merupakan hasil kontemplasi penulis dengan frame berpikir (worldview) adalah Theisme.

Kebetulan didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai tidak dengan sengaja terjadi. Kebetulan terjadi tanpa adanya suatu intensi  yang  disengaja  atas keberlangsungan  suatu  peristiwa  atau  peristiwa  spesifik dalam sebuah rangkaian peristiwa. Adakah yang disebut dengan kebetulan itu?

Kebetulan berbicara tentang peristiwa yang telah terjadi sebab jika direncanakan untuk terjadi di masa mendatang maka unsur ketidaksengajaannya menjadi hilang dan bukan lagi menjadi kebetulan.

Ada suatu intensi di balik suatu intensi menyebabkan peristiwa “kebetulan” menjadi hal yang hal yang tidak mungkin lagi karena setiap peristiwa sekalipun terjadi di luar perencanaan awal namun kemudian direncanakan kembali saat terjadi rangkaian peristiwa karena intensi yang disadarinya. Intensi ini yang menjadi motif dalam perilaku tindakan sehingga di dalam peristiwa yang tidak direncanakanatau disengaja, terdapat motivasi yang disadari dan direncanakan. Intensi yang ada menyebabkan suatu peristiwa menjadi bertujuan sebab di dalam keseharian intensi tersebut menjadi penggerak walaupun tidak perilaku secara intens untuk memenuhi intensi tersebut namun ketika timbul suatu momentum, maka intensi tersebut menjadi penggerak utama. 

Tanpa intensi di balik intensi maka setiap peristiwa menjadi peristiwa yang dikondisikan sesuai dengan intensi yang terakhir sehingga tidak ada peristiwa khusus di dalam rangkaian peristiwa yang terjadi. Dalam rangkaian peristiwa tanpa intensi di balik intensi tidak terdapat momentum yang di kemudian hari disebut dengan kebetulan. Melalui intensi di balik intensi pun, momentum khusus tercipta karena adanya tujuan terkait intensi di balik  intensi sehingga momentum pada peristiwa khusus dalam rangkaian suatu peristiwa tersebut ada karena disengaja sehingga peristiwa tersebutpun di kemudian hari tidaklah dapat disebut sebagai sebuah kebetulan semata. 

Jika terdapat peristiwa kebetulan maka akibat dari peristiwa kebetulan tersebut menjadi tidak mempunyai tujuan. Acaknya penyebab membuat tidak jelas tujuan yang hendak dicapai sebagai akibat peristiwa tersebut terjadi secara acak. Kebetulan sebagai penyebab mula-mula memberikan konsekuensi bahwa tidak ada hasil yang ingin dicapai karena ketiadaan penyebab desain dari suatu peristiwa. Melalui penyebab desain maka tidak ada peristiwa yang terjadi secara tidak disengaja sehingga hal tersebut juga memiliki konsekuensi logis bahwa manusia bertanggung jawab atas tiap tindakan yang diambilnya sebab dalam tiap tindakannya terdapat desain awal yang telah dirancangnya. Jika terdapat kebetulan, maka seyogyanya manusia dilepaskan dari segala tanggung jawab dan konsekuensi yang lahir dari perilakunya, sebab reaksi perilaku manusia hanyalah suatu perilaku kebetulan dari penyebab yang kebetulan semata. Kebetulan bertindak dan kebetulan berada di tempat “yang salah” secara nalar awam menunjukkan bahwa orang tersebut tidak dapat diberi ganjaran atas perilakunya karena semua hanyalah karena kebetulan semata yang di luar dari orang tersebut sepenuhnya. 

Isu keberadaan atau ketiadaan kehendak bebas atau free will merupakan bagian yang menentukan eksistensi manusia dalam bertindak. Manusia memiliki keinginan yang besar untuk dapat bebas dari segala kekangan di sepanjang sejarah umat manusia. Bebas dari perbudakan untuk dapat menjadi tuan bagi dirinya sendiri dan menentukan masa depannya sendiri, bebas dari kebodohan untuk dapat meraih masa depan yang lebih cerah. Akan tetapi, adakah kehendak bebas itu dalam diri manusia? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun