Kota besar menjadi magnet yang sangat kuat untuk menarik penduduk berpindah dari desa ke kota (urbanisasi). Batam yang dulunya merupakan kawasan kecil, kini muncul sebagai kawasan industri. Tidak salah jika pemerintah pusat menjadikan Batam sebagai lokomotif perekonomian nasional yang saat ini sedang melakukan pemulihan ekonomi (recovery).
Banyak alasan yang melatarbelakangi urbanisasi ini misalnya untuk mencari pekerjaan, mengembangkan usaha, melanjutkan pendidikan dan lain sebagainya. Hal ini dapat terjadi di kota-kota dengan perkembangan ekonomi yang sangat pesat, seperti yang terjadi di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Daya tarik Kota Batam sebagai tempat pendatang adalah: a). "Hidup yang lebih modern dan mewah di Kota Batam"; b). "Fasilitas dan infrastruktur Kota Batam lebih lengkap"; c). "Banyak Peluang Kerja di Kota Batam"; dan D). "Ini adalah pusat kota untuk industri, pusat perdagangan barang dan jasa".
Namun, keberhasilan sektor ekonomi makro di Batam tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan warganya, ratusan ribu warga Batam masih tinggal di kawasan kumuh dengan anak-anak usia sekolah yang terpaksa bekerja untuk meringankan beban orang tua dan para tunawisma. yang tidak memiliki rumah. berserakan. Hal ini antara lain disebabkan oleh minimnya akses warga Batam untuk terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi formal yang membutuhkan persyaratan tertentu seperti keterampilan dan pendidikan.
Arus urbanisasi yang tidak terkendali ini dinilai merugikan strategi perencanaan pembangunan kota dan penggunaan fasilitas perkotaan di luar kendali pemerintah kota. Beberapa akibat negatif tersebut akan diperkuat dalam bentuk meningkatnya kriminalitas dan menurunnya tingkat kesejahteraan. Dampak negatif lain yang terjadi adalah terjadinya “over-urbanization”, dimana proporsi penduduk perkotaan sangat besar, yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara. Hal ini juga dapat menyebabkan “under-rural”, yaitu jumlah penduduk negara tersebut terlalu kecil untuk tingkat dan metode produksi yang ada. Pada saat kota mendominasi hierarki sosial, ekonomi, pendidikan dan perkotaan. Hal ini menyebabkan pengangguran dan setengah pengangguran. Kota-kota dipandang sebagai proses "urbanisasi semu" yang tidak efisien dan buatan. Urbanisasi dengan demikian merupakan variabel dependen untuk pertumbuhan ekonomi.
Salah satu dampak urbanisasi yang terjadi di Kota Batam adalah adanya beberapa permukiman kumuh yang merusak sarana dan prasarana Kota Batam. Faktor pendorong banyaknya permukiman kumuh adalah terbatasnya kemampuan pemerintah dan swasta dalam menyediakan perumahan dengan harga yang wajar dan daya beli yang relatif rendah. Sehingga kawasan kumuh semakin meningkat dari tahun ke tahun dan tingginya pengangguran akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan di Kota Batam sedangkan kebutuhan pokok yang semakin akut juga menjadi salah satu faktornya.
Dengan semakin berhasilnya pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam, maka kapasitas masyarakat dan pihak swasta juga semakin meningkat, baik dari segi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan/proyek fisik maupun kemampuan dana untuk membiayainya. Pada saat yang sama, di sisi lain, kapasitas dana negara semakin berkurang. Perencanaan pembangunan, khususnya perencanaan kegiatan/proyek fisik, semakin banyak dialihkan ke sektor publik dan swasta. Pertama, aktivitas fisik pemerintah daerah berkurang dan terbatas pada penyediaan barang publik, seperti air minum, listrik, telepon, sekolah, dan rumah sakit/puskesmas. Kedua, karena sebagian besar kegiatan pembangunan fisik berada di tangan sektor publik/swasta, untuk memastikan bahwa kegiatan masyarakat secara keseluruhan akan mengarah pada sesuatu yang kita semua inginkan bersama, maka perlu menyepakati tujuan bersama. pembangunan. pembangunan bangsa ini. sedang dalam perjalanan atau visi masa depan. depan. Ketiga, karena sebagian besar kegiatan pembangunan fisik sudah berada di tangan sektor publik/swasta, maka sektor publik/swasta kini berada di garda terdepan sebagai pionir pembangunan dan pemerintah lebih cenderung berperan sebagai fasilitator pembangunan.
Banyak pendatang dari luar wilayah Kota Batam yang berusaha mengais rezeki di Kota Batam, namun tanpa dibekali dengan pendidikan, keterampilan dan pengalaman yang memadai untuk menghadapi persaingan. Minimnya pendidikan, keterampilan dan pengalaman untuk menjalani hidup di Kota Batam ini menjadi peluang meningkatnya gelandangan dan pengemis di Kota Batam.
Salah satu faktor yang melatarbelakangi maraknya gelandangan dan pengemis adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan berkontribusi signifikan terhadap munculnya gelandangan dan pengemis. Seseorang atau kelompok tertentu hidup tanpa rumah dengan alasan menutupi kebutuhan keluarga, sehingga berbagai cara dapat dilakukan tanpa melihat akibat dari perbuatannya. Kemiskinan membuat seseorang melupakan dirinya sendiri tentang aturan-aturan yang terikat dengan masyarakat, para gelandangan tidak memperdulikan norma-norma dan aturan-aturan yang telah disepakati bersama.
Faktor penghambat terwujudnya pengendalian gelandangan dan pengemis sebagian besar tergantung pada kebiasaan yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan ini kemudian menjadi budaya kemiskinan secara turun temurun sehingga melekat dan sulit diubah. Faktor-faktor tersebut antara lain “budaya malas, budaya uang tunai, budaya gaya hidup boros dan tidak peduli lingkungan sosial”.
Maka dari itu, dalam mengupayakan penanggulangan gelandangan dan pengemis demi menciptakan kawasan bebas gelandangan dan pengemis masih butuh diprioritaskan. Jumlah gelandangan dan pengemis yang terlihat di lingkungan sekitar Batam dapat menimbulkan asumsi bagi masyarakat sekitar atau pengunjung bahwa pemerintah daerah belum mampu mensejahterakan masyarakatnya. Padahal, sudah berbagai cara dilakukan, namun dikarenakan faktor-faktor tertentu, jumlah gelandangan dan pengemis tersebut belum bisa dituntaskan.
Dalam mewujudkan kawasan bebas gelandangan dan pengemis di Kota Batam, sangat perlu memprioritaskan peningkatan kesejahteraan masyarakat dari sisi ekonomi. Jika peningkatan ekonomi dilakukan terhadap masyarakat miskin, maka tidak ada lagi yang melakukan kegiatan mengemis dan menjadi gelandangan, serta akan terwujud lingkungan yang lebih rapi dan tertib.