Tanggal satu
Rinduku membiru
Pada detak lembut jantungmu
Dan sentuhan hangat di ujung nafasmu
Tanggal dua
Lara yang kurasa seharusnya tak ada
Lalu kuusir duka
Harapkan wujudmu menjelma
Tanggal tiga
Ternyata aku hanya sendiri di sini
Rinduku hanya di rasa
Tapi tak pernah berwujud
Tanggal empat
Kusebut namamu
Dalam tiap tarikan nafasku
Tanggal lima
Hanya desau angin yang terdengar
Bahkan pantulan namamu pun tidak
Aku masih merindu
Tanggal enam
Rindu ini masih saja kupagut
Tak perduli mimpi kian jadi semu
Entah bila
bait-bait laguku mencipta rima
Mengalun dalam nada
wujudkan pasti yang tak hanya entah
Tanggal tujuh
Kupunguti lagi asa yang terserak
Semainya di taman hati yg masih tetap (saja) setia
(Mungkin) kubutuh seribu luka
Tuk percaya kau hanya fatamorgana
Aku masih bodoh dalam merindu
Tanggal delapan
Kutelusuri jejak-jejak samar
Harap temukan sebuah isyarat
Kisah kita pernah ada
Akan tetap ada
Namun jejak itu kian menghilang
Dalam lenggang temaram senja
Tanggal sembilan
Sapa pagi tak sertakan senyum mentari
Bayangmu hilang mewujud luka
Pahamku tentangmu makin bias
Tapi mengapa aku masih saja tasbihkan rindu
Tanggal sepuluh
Haruskah kuluruhkan semua harap
Biarkan semua melenyap
Lalu kueja satu- satu aksara lain yg terserak
Tidak...
Aku akan tetap di sini..
Sampai kau temukan semua yang tersembunyi
@@@@@@@@@@@@@
Tanggal sebelas pun terusik
Setelah titian hari kian melapuk
Tak lagi mampu sangga kumpulan luka
Setelah perjalanan panjang yg melukis kenangan
Tak terlupakanJuga menyakitkan
Tanggal dua belas
Kujejaki dengan bimbang
Lahan angan yang telah membuatku terus bergumul menahan rindu
Akankah berlabuh di sini?
Pada ruang-ruang tak bertepi
Hanya gulita menyimpan gundah
Ketika rinduku terus mengangkasa
Dan kau masih belum berpaling
Sudah tiba di tanggal tiga belas
Rinduku menjelma embun pagi di musim penghujan
Siapa kan peduli pada beningmu bila hujan akan segera luruh?
Aku mulai ragu pada rindu yg tak berkesudahan...
Pagi di tanggal empat belas
Rinduku seperti menghitung rinai gerimis
Tak segera berakhir meski telah sampai di ujung malam
Ciptakan gigil ketika angin berhembus
Aku masih saja jaga ruang rinduku
Menunggu kepulanganmu
Tanggal lima belas
Masih dalam gerimis yang memelas
Dekap tubuh tahan gigil
Atas rindu yang tak terbendung
Meluap tuk jangkau riak senyummu
Kau masih saja beku, senyum tanpa makna
Tanggal enam belas
Mulai kurutuki hati
Yang tetap agungkan setia
Padahal telah ribuan luka tertoreh
Ternyata aku masih saja bodoh
Dalam merindu
Tanggal tujuh belas
Rindu tiada juga berbalas
Haruskah kusibak kumpulan awan
Agar tatapku lurus pada mentari
Lalu biarkan gigilku menguap bahkan hatiku mencair karena panasnya?
Ternyata menyimpan rindu diam - diam
Seperti perihnya menelan duri kehidupan
Aku mulai lelah dalam merindu
Tanggal delapan belas
Rinduku seperti pengelana yang berjalan bimbang
Tersesat pada sebuah rasa tanpa asa
Tak lagi ada arah
Mungkin rasa sakit ini adalah pertanda
Rinduku sia- sia
Tanggal sembilan belas
Cintamu perangkapku dalam takdir
Mencintamu dalam diam
Adalah sakit yang indah..
Aneh...
Aku kehilangan akal, karena merindumu
Tanggal dua puluh
Langkahku kini tertatih
Mengejar yang tak pernah terkejar
Luka perih telapak kaki
Memerihkan hati
Menemukanmu yang tak tertemu
Sudut rinduku masih bertahan diam diam
Gila! Semua tak juga berakhir
@@@@@@@@@@@@@@@@
Tanggal dua puluh satu
Kumengejar bayang tak nyata
Dan hanya ciptakan lara tanpa akhir
Tanpa ujung...
Tanggal dua puluh dua.
Rinduku menjelma embun
Beku...
Gigil melahap rasaku
Pencarianku tak berarah
Sesat
Dirimu bukan mentari yg hangatkan
Degup rinduku makin beku
Tanggal dua puluh tiga
Pagi belum juga membawa hangat
Gigil kian menusuk
Dimana kan kutabur sepi ini?
Sementara rindu tak juga bertemu kata tamat
Tanggal dua puluh empat
Rasaku tak juga kalah pada segenap luka..
Rindu tetap kerangkengku
Dalam hidup  tak berupa
Pagi di tanggal dua lima
Telah jadi sia sia semua cerca
Tak juga bernilai asa yang kucipta
Meluruh...
Runtuh...
Cinta ini kini beku
Tergerus arus
Hilang....
Tak kutemukan tempat berlabuh
Tanggal dua enam
Seharusnya telah tiba di akhir
Eja lagi kata baru
Bukan hanya rindu yang masih saja semu
Hayal dan nyataku ternyata tak berbatas
Aku ada di antaranya
Tanggal dua tujuh
Kupahat lagi harap
Walau hanya dari puing rindu yg terserak
Anganku tentangmu melambung terlalu tinggi
Kapan kau sadari itu?
Tanggal dua delapan
Hanya berbilang hari lagi
Dan semua akan kubiarkan sampai di titik
Jika nantinya kau sadari sakitnya dalam rindu
Berharaplah ketika itu cintaku belum mati
Tanggal dua puluh sembilan
Kembara rinduku tak juga temukan labuhnya
Terambing dan putus asa
Kubiarka tetap bersemayam dalam hati
Walau harus berbalut luka
Tanggal tiga puluh
Tak ingin lagi kuberpeluh
Mengejar bayangmu yang terus menjauh
Sudah waktunya aku berhenti
Menyimpan semua rasa ini pada sudut setiaku
Tanggal tiga puluh satu
Bayangmu pun pupus
Habis...
Perih tak boleh lagi memerih
Di balik dinding itu ku kan temukan asa lain
Walau tak seutuhnya bisa gantikan hadirmu
Setidaknya, kini aku tahu
Arti setia dalam rindu yang beku
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H