Mohon tunggu...
Yetti Rochadiningsih
Yetti Rochadiningsih Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Kebijakan Ahli Muda

Analis Kebijakan Ahli Muda Anggota Tim Forum Pengamat Kekayaan Intelektual (FORMATKI)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menciptakan Budaya Melalui Pendidikan HKI

9 Februari 2021   15:16 Diperbarui: 9 Februari 2021   15:23 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebenarnya, banyak contoh pelanggaran seputar HKI yang bisa kita dijadikan materi pelajaran di kelas. Saya jadi teringat di tahun 2018 terjadi kasus pencatutan lagu "Karna Su Sayang" yang dilakukan oleh seseorang berkewarganegaraan Malaysia. Saya baca ulasannya di media, dan setelah saya pahami, permasalahannya ternyata sederhana: si pencipta tidak mendaftarkan karyanya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Itu tentu saja jadi masalah besar. Yang saya tahu, sifat yang dimiliki hak cipta adalah first to declare. Artinya, siapa yang pertama mengumumkan, negara wajib melindunginya. Kalau tidak didaftarkan oleh si pencipta, lalu ada orang lain yang lebih dulu mendaftarkan karya itu, ya repot. Bisa-bisa secara resmi pengakuan HKI jatuh ke tangan orang yang mengaku-ngaku itu, dan hak kekayaan intelektual si pencipta tidak dapat dilindungi.

Seperti itulah salah satu contoh materi pelajaran yang konkret dan menarik sebagai bahan pengajaran tentang HKI untuk anak-anak sekolah. Yang jelas, memang dalam setiap pembelajaran sebaiknya contoh-contoh kasus banyak diberikan. Bila perlu, pancing ide-ide dan minta kepada siswa untuk menuangkannya dalam tulisan. Lebih bagus lagi minta mereka untuk mengapikasikannya langsung, sehingga pembelajaran tidak membosankan dan siswa dapat memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan.

Sebetulnya, dalam dunia HKI yang terpenting bukan hanya kesadaran, tetapi mengubah pola pikir masyarakat sejak usia dini. Saya sendiri punya pengalaman pribadi tentang bagaimana marahnya anak saya ketika saya keceplosan berniat membeli software bajakan dikarenakan budget pas-pasan. 

Reaksi anak saya tersebut muncul karena sejak dia duduk di bangku SMP saya sering bercerita dan berdiskusi tipis-tipis tentang hak kekayaan intelektual. Dengan begitu, tanpa sadar pemahaman yang saya berikan kepada anak saya selama ini telah menancap dan tertanam dalam pikirannya. Saya bersyukur artinya Budaya HKI telah tumbuh dalam diri anak saya, semoga kelak budaya HKI ini dapat tumbuh dalam anak-anak generasi penerus lainnya.

Saya yakin sekali, jika rencana memasukkan kurikulum pendidikan terkait Hak Kekayaan Intelektual ke dalam pendidikan nasional berhasil, maka di situlah negara berhasil merintis lahirnya generasi emas yang berbudaya HKI. Negara telah membuat fondasi yang kokoh untuk meningkatkan daya saing, baik dari sisi SDM maupun ekonomi di masa depan. Hal ini akan menimbulkan iklim yang baik dan sehat dalam hal persaingan, serta meningkatkan motivasi dalam berinovasi dan berkreasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun