Mohon tunggu...
Yetti Rochadiningsih
Yetti Rochadiningsih Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Kebijakan Ahli Muda

Analis Kebijakan Ahli Muda Anggota Tim Forum Pengamat Kekayaan Intelektual (FORMATKI)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan HKI Sejak Dini sebagai Dasar Daya Saing

10 Agustus 2020   09:51 Diperbarui: 7 Februari 2023   21:53 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mah, kenapa sih harus pakai software bajakan!” Anak semata wayang saya yang sejak tadi rebahan sambil pegang HP misuh-misuh. Spontan saja saya yang sedang nyeruput kopi pagi hari itu langsung batuk-batuk. Kenapa bocah ini?

Duh gusti, kali ini saya mengaku salah, karena saya keceplosan mau beli laptop baru, namun karena budgetnya pas-pasan saya berfikir untuk mencari software yang tidak original alias bajakan. Apa mungkin itu sebab mengapa anak saya misuh. Entah apa yang merasuki pikiran ini?

Padahal, seringkali saya bercerita pada anak saya yang tahun ini sudah menjadi mahasiswa semester tiga, bahwa di Luar Negeri seperti di Jerman, jika kita tertangkap membeli barang bajakan harus mengeluarkan uang hingga 1500 euro. Uang ini digunakan untuk menanggung biaya pengacara serta menanggung biaya penghancuran barang bajakan dan juga harus menandatangani perjanjian untuk tidak membeli barang-barang bajakan.

Sultan anak saya memiliki angan-angan yang tinggi. Dia selalu berharap suatu saat Indonesia akan menjadi negara yang keren dan maju seperti Jepang, Jerman, Korea dan China. Saya hanya bisa mengAamiini angan-angan itu.

Kini sudah saatnya kita tingkatkan pengetahuan tentang kekayaan intelektual dan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Memang agak terlambat jika kita berbicara tentang kesadaran akan Kekayaan Intelektual sekarang ini, seharusnya kesadaran itu kita pupuk sejak dahulu. Saat ini kita hidup di abad ke 21 (dua puluh satu) milenium ke 3 (tiga), dimana negara, perusahan dan individunya harus berlomba-lomba untuk berjuang mati-matian memenangi persaingan di era baru terhadap negara-negara lain di dunia.

Jadi untuk saat ini, yang dibutuhkan suatu bangsa agar siap menyambut tantangan dan persaingan global yang semakin kompetitif adalah selalu terus belajar, menggali potensi yang ada pada diri berani berinovasi, berkreativitas dan memiliki kemauan yang keras.

Kekayaan Intelektual memang memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Kita dapat melihat Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Jerman negara-negara tersebut berkembang dengan cepat karena mereka kuat di bidang Kekayaan Intelektual. Negara-negara maju sudah sejak lama mengandalkan kekayaan intelektual sebagai tulang punggung perekonomian negaranya. Aset dunia 70% didominasi oleh aset tak berwujud.

Ternyata anak saya pun telah menyadari bahwa negara kita tidak mungkin mampu bertahan hanya mengandalkan kekayaan alamnya saja.

Sesaat kemudian, Sultan anak saya mulai membuka pembahasan, mulai dari maraknya pelanggaran hak cipta sampai menyinggung soal paten, meski pembahasannya hanya tipis-tipis.

Kamu tau nak? di Asia, Indonesia terbilang negara yang permisif pada pelanggaran hak cipta. Merujuk data Political and Economic Risk Consultacy (PERC) Indonesia berada di urutan teratas sebagai nagara dengan catatan paling buruk dalam perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

“Hmmmm…Sebutkan apa yang tidak ada di negeri kita tercinta ini?” Mulai dari bahasa, kesenian, kekayaan alam yang belum tentu di miliki oleh negara lain, hampir semuanya kita miliki. Salah satu contoh adalah tanaman obat. Tumbuhan obat banyak menyebar di kawasan hutan Kalimantan Tengah, ada yang berkhasiat sebagai obat pusing, demam, sakit perut, sakit gigi, dan ramuan jamu. Masyarakat setempat memanfaatkan tumbuhan obat tersebut untuk keperluan sendiri dan masih sedikit yang didaftarkan hingga dikomersialkan. Jadi kamu harus tau nak, bahwa untuk perlindungan hukum pendaftaran dan/atau pencatatan kekayaan intelektual itu sangat penting.

Jadi begini. Hingga saat ini, berapa kali peraturan perundang-undangan di bidang HKI dibuat dan diubah, dan peraturan yang terkahir masih berlaku antara lain: Undang-Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Undang-Undang Tentang Hak Paten, Undang- Undang Tentang Hak Cipta dan sebagainya. Namun dalam prakteknya, meski telah ada perangkat hukum kekayaan intelektual, banyak hasil karya masyarakat Indonesia yang sudah dimiliki turun-temurun secara komunal belum didaftarkan hak kekayaan intelektualnya, sehingga belum terlindungi secara hukum. Wess bikin cenat cenut kepala.

Padahal, dengan perlindungan kekayaan intelektual mulai dari seniman, peneliti, inventor Indonesia, dan sebagainya akan terlindungi haknya, tentunya hal ini akan menimbulkan iklim yang baik dan sehat dalam hal persaingan serta meningkatkan motivasi mereka dalam berinovasi juga berkreasi. Sebaliknya jika tidak dilindungi maka orang akan malas. Karena sekreatif dan sehebat apa pun inovasinya, mereka tidak akan mendapatkan apa-apa.

Hingga kini belum terwujud sebuah sistem informasi HKI yang terintegrasi dan mudah diakses oleh masyarakat, diharapkan tingkat permohonan pendaftaran HKI di Indonesia semakin meningkat. Sedangkan dengan penegakan hukum secara terintegrasi, termasuk di dalamnya HKI, pelanggaran dalam bentuk pembajakan hasil karya intelektual yang dilindungi undang-undang akan semakin berkurang.

Nah…sinergi antara keduanya, sistem informasi HKI dan penegakan hukum yang terintegrasi, pada akhirnya akan membawa bangsa Indonesia kepada kehidupan yang lebih beradab, yang menghormati hasil karya cipta orang lain.

Jadi, itu sebabnya bahwa pendidikan Kekayaan Intelektual sangat penting, agar dapat mengubah pola pikir masyarakat. Karena inovasi adalah masa depan bangsa dan apresiasi terhadap Kekayaan Intelektual perlu ditanamkan sejak usia dini, oleh karena itu Kekayaan Intelektual sangat perlu untuk dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional, di mulai sejak dini dari Sekolah Dasar (SD) dan seterusnya, karena kedepan mereka sebagai anak bangsalah yang akan berperan dalam pembangunan ekonomi.

Saya berharap di tingkat Perguruan Tinggi mata kuliah Kekayaan Intelektual sebaiknya lebih intensif digalakkan. Kurikulumnya tidak bersifat teori saja karena akan membuat mahasiswa menjadi bosan/jenuh, Perguruan Tinggi harus sering menghadirkan praktisi-praktisi yang memberikan pengalamannya agar para mahasiswa semakin terbuka pikirannya.

Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2011 lalu telah membuat program “Kekayaan Intelektual masuk sekolah”, program Kekayaan Intelektual masuk sekolah adalah suatu program yang bagus dan harus didukung, program tersebut sebenarnya mencontoh apa yang telah dilakukan negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat. Pengenalan Kekayaan Intelektual sejak dini sangat penting untuk perkembangan bangsa kedepan, karena dengan pengetahuan Kekayaan Intelektual sejak dini negara kita akan menciptakan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif sebagai dasar daya saing bangsa kedepan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun