Apa arti pepatah Jawa hidup di dunia hanya numpang minum ?
Seorang rekan baru usai melakukan riset. Ia pamer tentang penelitiannya atas kandungan wine dan jus anggur. Setelah sekian lama tidak mengkonsumsi wine, saya cukup terkejut membaca laporannya. Jus buah yang saya pilih karena kaya serat ternyata mengandung karbohidrat lebih tinggi dibandingkan wine.
Kandungan karbohidrat jus anggur sebesar 15-25 kkal, sedangkan wine hanya 0,1 - 0,3 kkal. Sedangkan kadar glukosa jus anggur sebesar 8-12 sedangkan wine 0,5 - 0,1. Jus mengandung komposit air sebanyak 70 - 80 sedangkan wine 80-90.
Padahal dengan kadar bone mass 3 kilogram dan muscle mass 54,4 kilogram, saya harus menurunkan kembali kadar karbohidrat dalam tubuh. Kandungan fat saya masih diangka 24,5 persen dengan fat mass saya masih dikisaran 18,6 kilogram. Idealnya agar bener-benar berkualitas, saya harus menjaga fat di angka 10 persen. Meskipun dengan kondisi saat ini, saya masih bisa melakukan aktifitas rutin, masih bisa berlari sejauh 5 kilometer dan menaiki tangga dengan denyut nafas moderat.
Prof. Dr. J. Keul dan Dr. D. König dari University of Freiburg menunjukkan bahwa konsumsi wine putih secara signifikan dapat mereduksi kolesterol LDL, fibrinogen, dan gula darah. Berat badan dapat berkurang hingga 1,7 kg jika mengonsumsi wine putih selama 4 minggu.
Menurut Dr. Jung et al dari The University of Mainz, wine putih lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan wine merah. Berdasarkan penelitian di University of Buffalo, wine putih sangat bermanfaat untuk mencegah kanker paru-paru, lebih efektif daripada wine merah.
Tak lama kemudian, rekan itu berkirim pesan. “Minum jus kalau kebanyakan bisa terkena diabetes, kardiovaskuler dan kolesterol, minum wine kebanyakan ya bisa bikin mabuk. Jadi jangan serakah minumnya, berbagilah pada sesamamu agar hidup menjadi berkualitas,”
Kalau ingat mabuk, saya takut dipenjara karena teringat Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol. Pemabuk, peminum dan penjual bisa dikriminalkan. Minuman beralkohol dianggap merusak moral bangsa, membuat generasi tidak berkualitas.
Kualitas hidup, menurut Taylor, menggambarkan kemampuan individu untuk memaksimalkan fungsi fisik, sosial, psikologis, dan pekerjaan yang merupakan indikator kesembuhan atau kemampuan beradaptasi dalam penyakit kronis (dalam Vergi, 2013).
Hasil diagnosa pakar kesehatan menyebut penyakit kronik di Indonesia ialah diabetes mellitus. Indonesia masuk dalam lima besar negara dengan penderita diabetes mellitus terbanyak setelah India, China dan Amerika Serikat (AS). Jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia sejak 2000 meningkat dan pada 2030 diperkirakan mencapai 21,3 juta orang.
Pakar lain memberikan pendapat berbeda : Korupsi masih penyakit kronis bangsa Indonesia.