Mohon tunggu...
Yesri EsauTalan
Yesri EsauTalan Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti

Goresan pena hari ini memberikan cahaya bagi generasi selanjutnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyikapi Ancaman Krisis Literasi: Sebuah Refleksi tentang Minat Membaca di Indonesia

31 Januari 2024   12:39 Diperbarui: 31 Januari 2024   12:43 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture. getwalspaper.com

Krisis literasi di Indonesia telah menjadi sorotan yang mendesak dalam era modern ini. Di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang pesat, minat membaca di kalangan masyarakat, terutama generasi muda, semakin menurun. Fenomena ini bukan hanya mencerminkan kecenderungan individual, tetapi juga memperlihatkan dampak yang lebih luas terhadap perkembangan intelektual, sosial, dan ekonomi suatu bangsa.

Minat membaca yang rendah dapat dipandang sebagai gejala dari berbagai masalah yang lebih dalam. Pertama-tama, ini mencerminkan perubahan pola pikir masyarakat terhadap nilai dan manfaat membaca dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah persaingan dengan hiburan visual dan media sosial yang menyuguhkan konten instan, aktivitas membaca seringkali dianggap kuno dan kurang menarik.

Selanjutnya, krisis literasi juga tercermin dalam kurangnya akses terhadap literatur berkualitas. Banyak daerah di Indonesia, terutama yang terpencil, masih mengalami keterbatasan akses terhadap buku dan bahan bacaan yang memadai. Faktor ekonomi juga turut berperan dalam hal ini, di mana harga buku yang tinggi bisa menjadi hambatan bagi masyarakat dengan pendapatan rendah.

Namun, penting untuk diingat bahwa literasi bukan hanya sekadar kemampuan membaca, tetapi juga pemahaman dan analisis terhadap informasi yang diperoleh. Dalam konteks ini, krisis literasi juga mencakup penurunan kemampuan berpikir kritis dan analitis di kalangan masyarakat. Tanpa kemampuan ini, seseorang rentan terhadap penyebaran informasi palsu atau propaganda yang dapat merugikan diri sendiri maupun masyarakat secara keseluruhan.

Menghadapi krisis literasi ini, langkah-langkah konkret harus segera diambil. Pertama-tama, pendekatan yang holistik dan terpadu perlu diterapkan di berbagai tingkatan, mulai dari keluarga, sekolah, hingga kebijakan publik. Keluarga perlu mendorong budaya membaca sejak dini dengan memberikan contoh dan memfasilitasi akses terhadap buku. Di sekolah, literasi harus diintegrasikan ke dalam kurikulum secara lebih efektif dan menyeluruh.

Selain itu, pemerintah juga perlu berperan aktif dalam menyediakan akses terhadap bahan bacaan yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Program-program perpustakaan keliling dan subsidi buku untuk daerah-daerah terpencil dapat menjadi langkah awal yang efektif. Sementara itu, peran media massa dan industri kreatif juga tidak boleh diabaikan dalam menggalakkan minat membaca melalui berbagai inisiatif yang menarik dan relevan.

Dalam menghadapi krisis literasi, penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa membaca bukan hanya aktivitas menyenangkan, tetapi juga sebuah investasi bagi masa depan individu dan bangsa. Dengan meningkatkan minat membaca dan kemampuan literasi, kita dapat membuka pintu menuju pengetahuan, pemahaman, dan kemandirian yang lebih luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun