Sama halnya dengan Nobelis Amartya Sen, Indonesia juga memiliki Prof. Firmanzah, Ph.D (39) yang saat ini menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina sejak Januari 2015. Beliau terkenal ketika usia 32 berhasil menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Sebagai akademisi, terpilihnya beliau menerobos senioritas dalam tubuh UI. Hal ini juga mencatat sejarah baru sebagai Dekan termuda yang pernah dimiliki UI. Tapi, baginya kepemudaannya bukanlah titik jual (selling point) mengapa terpilih, tetapi dikarenakan beliau memiliki pengalaman praksis yang solid dengan catatan akademiknya yang baik. Sehingga hal ini juga yang membuat beliau bisa menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Adapun konsep pembelajaran yang diperoleh dari ibunya berupa manajemen berdasar hasil (management by output) dimana beliau diberikan kebebasan oleh orang tua dalam menentukan cara belajar, tetapi yang penting nilai yang diraih harus baik. Visi beliau ialah menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Buah pemikirannya tentang ilmu ekonomi yaitu ilmu tersebut tidak akan bisa berdiri sendiri bila diimplementasikan dalam realitas. Ekonomi seharusnya dipahami dengan pendekatan berbasis multidisipliner.
Ekonomi memiliki metodologi kuantitatif yang kuat, tetapi memilki banyak kelemahan yang sebaiknya dilengkapi dengan disiplin ilmu yang lainnya. Menurutnya, hal ini akan membuat seorang ekonom tidak terjebak oleh fundamentalisme pemahaman hingga ekonom itu bisa menjadi fundamentalis ekonomi. Pemikiran beliau tercermin dalam konsep Pemasaran Politik dan Kepemimpinan. Beliau mengutarakan bahwa dalam kehidupan, rasa kemanusiaan adalah naluri yang paling kuat untuk memenangkan pertarungan dalam hidup.
Oleh karenanya, menjadi hal yang mendesak untuk senantiasa memperbaharui kurikulum. Beliau secara lebih khusus menegaskan agar Ilmu Ekonomi yang diajarkan dan dikembangkan di fakultas hendaknya Ilmu Ekonomi yang manusiawi (humane). Ilmu ekonomi merupakan ilmu untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, dalam arti societal welfare, secara berkesinambungan untuk mengemban tugas humanisasi. Hal Ini merupakan awal pemikiran ke arah strukturalisme.
Besar harapan hal ini dapat mengatasi ketimpangan struktural yang mengoyak nurani, ketidakadilan ekonomi, eksploitasi bahkan perilaku predatorik yang brutal terhadap yang lemah ekonomi. Kaum strukturalis menegaskan bahwa cita-cita mulia pembangunan tidak boleh berubah menjadi proses dehumanisasi.
Transformasi ekonomi berdasarkan paham demokrasi ekonomi merupakan paham ekonomi berdasar – dalam bahasa agama – ke-jemaah-an dan ke-ukhuwah-an yaitu salah satunya berdasar kemanusiaan dimana agama merupakan berkat bagi semua. Selama ini ilmu ekonomi seolah-olah hanya merupakan ilmu menciptakan pertumbuhan ekonomi. ini merupakan bibit awal dehumanisasi kehidupan ekonomi.
Bukankah sejak awal kemerdekaan pesan konstitusi kita menegaskan cita-cita dasar kehidupan sosial ekonomi bangsa ini, bahwa “…tiap-tiap warga Negara berhak akan pekerjaan (anti pengangguran) dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (anti kemiskinan)…”.
Sebagai anak muda yang terus menerus berpengharapan besar, saya tetap yakin dengan apa yang dikatakan Mas Pram dalam “Nyanyi Sunyi Seorang Bisu” bahwa Barangsiapa mempunyai sumbangan pada kemanusiaan, dia tetap terhormat sepanjang jaman, bukan kehormatan sementara. Mungkin orang itu tidak mendapatkan sesuatu sukses dalam hidupnya, mungkin dia tidak mempunyai sahabat, mungkin tak mempunyai kekuasaan barang secuil pun. Namun umat manusia akan menghormati karena jasa-jasanya. Aamiin. Maju terus anak muda Indonesia, dimanapun kamu berada! Derap langkah mu adalah perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H