Mohon tunggu...
Yesi Moci
Yesi Moci Mohon Tunggu... -

penulis novel cinta pada pendengaran pertama

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Paraphase Novel Cinta pada Pendengaran Pertama

18 Juni 2011   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

ULASAN TERHADAP NOVEL BERJUDUL "CINTA PADA PENDENGARAN PERTAMA"

PENULIS NOVEL: YESI MOCI

Oleh: Ismantoro Dwi Yuwono (Isman)

--Penulis Buku “The Story of Gayus”--

Suasana pantai dan deburan ombak membuka cerita runtut dalam novel yang diberi judul “Cinta Pada Pendengaran Pertama” ini. Dan di pantai inilah seorang yang bernama Uni tengah menikmati keindahan pantai, yang terletak di daerah pulau Batam, hingga tiba-tiba Uni dihampiri oleh seorang ibu [berumur setengah baya] penjual rempeyek udang yang menawarkan barang dagangannya kepada Uni. Kehadiran ibu berumur setengah baya itu langsung mengingatkan Uni kepada ibu kandungnya, yang saat itu, berstatus sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tengah mengais rejeki sebagai pembantu rumah tangga di negara Arab Saudi.

Diceritakan dalam novel ini bahwa motivasi utama ibu kandung Uni bekerja keluar negeri adalah karena alasan telah terjadinya keterpurukan ekonomi dalam kehidupan rumah tangganya. Ayah Uni yang bekerja sebagai buruh bangunan mengalami kecelakaan, terjatuh dari lantai tiga ketika sedang menjalankan pekerjaannya sebagai buruh bangunan, membuatnya terpaksa berhenti bekerja untuk sementara waktu demi untuk mengobati luka-luka dan rasa sakit karena kecelakaan kerja itu. Namun, walaupun hanya sementara waktu, kebutuhan akan uang membuat ekonomi rumah tangga tersebut dilanda masalah, sampai dari masalah pengobatan rutin Uni yang mengidap penyakit epilepsi (ayan), kebutuhan rumah tangga lainnya yang dapat dipenuhi asalkan ada uang, sampai dengan uang untuk proses penyembuhan ayah Uni yang mengalami kecelakaan kerja tersebut. Berangkat dari pelbagai permasalahan ekonomi itulah, maka ibu kandung Uni terpaksa harus “cabut” ke negera Arab Saudi untuk mengais rejeki disana demi untuk suami dan anak-anaknya di Indonesia.

Ibu Uni adalah seorang yang tegar (tidak cengeng), tangguh, jujur dan memiliki karakter dan kepribadian yang ramah dan selalu berhati-hati dalam berucap. Sehingga karena sifat-sifatnya tersebutlah ibu Uni selalu terhindar dari marabahaya yang mengancam dirinya, seperti perlakuan kasar dan kejam dari majikannya. Bahkan karena sifat-sifatnya itulah ibu Uni disayang oleh majikan, bahkan sikap majikan kepada ibu kandung Uni ini sangat simpatik. Sifat-sifat mulia ibunya Uni ini sesungguhnya berperan sebagai perisai untuk melindungi dirinya ketika bekerja di luar negeri. Selain memberikan perlindungan diri kepada ibu Uni sendiri sehingga dia merasa nyaman dan aman, lebih jauh lagi hal tersebut juga berdampak kepada ketenangan keluarganya di Indonesia (suaminya, Uni dan adiknya Ulfah) yang kawatir terhadap berita-berita miring yang merebak di Indonesia yang berkaitan dengan nasib TKI di luar negeri, seperti peristiwa penyiksaan TKI di luar negeri atau gaji yang tidak di bayar walaupun bertahun-tahun sudah bekerja di luar negeri.

Ketangguhan ibu kandung Uni dan Ulfah ini secara ekonomis membuat keuangan keluarga menjadi stabil dan terangkat. Dari uang yang dikirimkan oleh ibu Uni pada keluarga lambat laun membuat keluarga memiliki/mampu membeli sebuah rumah yang sebelumnya berstatus sebagai rumah kontrakan, mengobati suaminya yang mengalami kecelakaan kerja hingga sembuh dan kemudian dapat bekerja kembali sebagai buruh bangunan, dapat membeli motor untuk kerja suaminya, pengobatan secara rutin penyakit ayan Uni ke Dokter Santos dapat terus berlanjut.

Kita kembali ke ibu [berumur setengah baya] penjual rempeyek yang diceritakan pada bagian pembuka dalam novel ini. Setelah Uni membeli rempeyek yang dijual oleh ibu berumur setengah baya tersebut, Uni pun pulang. Dalam perjalanan pulang Uni dikagetkan oleh pemandangan yang menghantam perasaannya. Uni menyaksikan dengan mata kepalnya sendiri Ayahnya berboncengan dengan seorang perempuan yang seksi--berbodi amboy--dengan kendaraan roda dua (motor) yang dibelikan oleh ibu kandungnya yang dengan bersusah payah mengais rejeki di negara Arab Saudi. Seakan tidak percaya dengan pemandangan tersebut, Uni yang mengenakan kacamata berwarna hitam mencopot kacamatanya, dan kemudian bola matanya yang telanjang tanpa kacamata tersebut mengikuti kemana berhentinya kendaraan beroda dua tersebut berhenti. Kendaraan itu pun kemudian berhenti di sebuah warung di pinggiran pantai. Dan dengan mata kepalanya sendiri itulah Uni menyaksikan seorang perempuan bermesraan dengan ayah kandungnya sendiri. Dengan perasaan sakit yang teramat sangat dan pikiran yang berkecamuk di dalam batok kepalanya Uni pun menangis dan pada saat itu pulalah Uni merasakan bumi yang dipijaknya bergoyang-goyang dan semua terasa gelap, penyakit ayan yang diidap oleh Uni pun kumat, Uni pun terjerembab jatuh, menggelepar-gelepar seperti ikan di atas daratan, dan kemudian pingsan! Yah, Uni yang bermata juling itu tidak kuat menyaksikan pemandangan yang sangat menyakitkan hatinya tersebut.

Ketika Uni sadar dari pingsannya, Uni telah berada di sebuah rumah. Li Yin seorang sahabat Uni ini lah yang telah menolong Uni. --Li Yin adalah seorang perempuan bersuami, keturunan China yang beragama berbeda dengan Uni yang beragama Islam dan status sosial pun berbeda antara Lin Yin dan Uni. Walaupun mereka berbeda namun toh mereka bersahabat, bahkan bersaudara layaknya kakak-beradik, justru keakraban mereka melebihi dari seorang saudara kandung.-- Uni pun bercerita panjang lebar kepada Lin Yin tentang penyebab penyakit ayannya kumat dan kemudian berujung pada terjengkangnya tubuh Uni ke tanah lalu pingsan. Curhatan Uni kepada Lin Yin Intinya menyalahkan ayahnya yang telah berselingkuh tersebut yang kemudian karena pemandangan yang disaksikan oleh mata kepala Uni sendiri tersebutlah yang kemudian “memotivasi” Uni untuk pingsan sambil mengeluarkan air liur dari mulutnya karena ayan. Namun, apa tanggapan dari Lin Yin seorang sahabatnya tersebut? Lin Yin menanggapi bahwa hendaknya Uni menyelidiki dulu kebenaran dari prasangka Uni tersebut, sebelum Uni memvonis hal-hal yang negatif kepada ayah kandung Uni tersebut.

Lin Yin tidak hanya menyarankan Uni untuk menyelidiki kebenarannya telebih dahulu terhadap prasangka buruk Uni terhadap ayahnya tersebut, namun dia juga merealisasikannya dalam bentuk tindakan (ga cuma ngomong doang--kata orang Jakarta). Perealisasian ucapan dari Lin Yin tersebut menemui kenyataannya ketika pada suatu hari Lin Yin tanpa dikomando dan secara mendadak menyeret Uni untuk menguntit ayahnya yang berkendaraan bermotor menuju ke suatu tempat. Dua sahabat itu menguntit laki-laki beranak dua dan beristri satu itu dengan menggunakan kendaraan umum. Dan Lin Yin lah yang mengongkosi biaya angkutan umum tersebut tanpa pamrih apapun dari sahabatnya, Uni. Hingga tibalah mereka pada suatu tempat, dimana laki-laki itu singgah, tempat itu adalah sebuah gedung yang dihuni oleh banyak sekali orang yang mengalami gangguan jiwa. Yups, tempat itu tidak lain adalah Rumah Sakit jiwa, tempatnya orang-orang gila menjalani pengobatannya di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun